Showing posts with label Renungan hari ini. Show all posts
Showing posts with label Renungan hari ini. Show all posts

Wednesday, November 3, 2021

Jika hari esok tidak ada (untukku)

Jika hari esok tidak ada untukku,

Apakah kau sudah tau betapa aku mencintaimu?

Apakah aku sudah cukup melakukan hal baik untukmu?

Apakah kau berbahagia pernah mengenalku?

 

 

Jika hari esok tidak ada untukku,

Apa yang ingin kau ingat tentangku?

Adakah yang ingin kau ucapkan kepadaku?

Adakah yang ingin kau lakukan bersamaku?


Jika hari esok tidak ada untukku,

Maafkan aku yang tidak bisa menjadi sepenuhnya seperti yang kau harapkan.

Maafkan aku yang masih penuh dengan kekurangan.

Maafkan aku yang pernah melukaimu.

 

 

Detik demi detik waktuku semakin berkurang,

Jika hari esok tidak ada untukku,

Aku mohon,

Tetaplah berbahagia. 



Grey_S

Notes: Perenungan ini untuk memperingati hari arwah orang-orang beriman 2 November 2021.

Bodoh


“Kamu tuh bodoh atau apa sih?” oceh temanku ketika dia mendengar lagi cerita lanjutanku tentang Huang.

Aku tidak menjawab pertanyaannya, tapi aku terima pernyataannya bahwa aku memang bodoh. Tapi bukankah bodoh dalam cinta adalah hal yang biasa? Bukankah cinta itu memang tidak pakai logika, seperti lagunya Agnez Mo? Bukankah hati memang tidak bisa memilih ia ingin jatuh kepada siapa?

 

“Kamu sadar ngga sih, cintamu itu cuma ILUSI.” Lanjutnya lagi.

Lagi-lagi aku tidak mau menjawab ocehannya, karena percuma, penjelasanku hanya akan menjadi perdebatan diantara kami. Namun sejak pertama kali aku patah hati pada Huang, aku menolak cintaku dikatakan ilusi. Menurutku cinta yang hanyalah ilusi, jika yang aku cintai adalah karakter fiktif, seperti tokoh-tokoh Webtoon atau Manga favoritku atau para selebriti dunia. Tapi Huang bukanlah karakter fiktif. Aku sudah bertemu dengannya, aku pernah berbicara dan berbagi cerita dengannya, aku pernah makan bersamanya, aku pernah hang out bersamanya karena itu aku mempercayai keberadaan Huang.

Saat aku menyadari perasaanku kepada Huang, aku percaya itu sebuah perasaan yang NYATA. Hasrat yang nyata, cinta yang nyata. Dan karena aku sungguh-sungguh nyata dalam mencintainya, 11 tahun yang lalu aku memutuskan melepaskannya dari cintaku. Agar ia bisa menjadi dirinya sendiri, agar ia tidak terbebani dengan cintaku, agar dia bisa sungguh-sungguh berbahagia dengan pilihan hatinya.

Dan ternyata meski sudah belasan tahun berlalu, perasaanku terhadap Huang masih tetap sama seperti dulu, saat kami pertama bertemu.

 

“Dia tuh hanya butuh kamu karena kemarin itu dia sedang bermasalah?” lanjut temanku semakin emosi.

Saat bertemu Huang lagi setelah 11 tahun kami memutuskan untuk hidup masing-masing, aku justru mendapatkan refleksi baru tentang cinta Tuhan kepadaku, lewat cintaku yang bertepuk sebelah tangang kepada Huang.

Aku baru menyadari betapa Tuhan mencintaiku, di usiaku yang ke-36 jalan ke 37. Dimana selama 36 tahun hidupku, aku hanya datang kepada Tuhan dikala aku sedang bermasalah, dan membutuhkan keluh kesah, setelah masalahku berlalu, aku kembali melupakanNya. Aku bahkan tidak pernah menyadari bahwa Ia selalu hadir dalam setiap detik kehidupanku. Bahwa Ia selalu menjaga dan menyertaiku di setiap masalah yang aku hadapi.  

 

“Kamu tuh ngga capek yah? Aku yang dengernya aja capek loh.” Emosi temanku sepertinya semakin tidak terbendung

Capek? Aku pun pernah merenungkan pertanyaan ini. “apakah Tuhan pernah merasa capek dalam mencintai aku yang sama sekali tidak peka ini?” aku rasa jawabannya TIDAK.

Aku yakin Tuhan tidak pernah merasa capek dalam mencintaiku dan seluruh umatNya yang lain, karena itu Ia tetap membiarkan matahari menyinari bumi untuk menjadi waktu pergantian hari, Ia tetap membiarkan hujan membasahi bumi dan memberi kesegaran, Ia tetap membiarkan oksigen tersisa untuk dihirup cuma-cuma.

Karena Tuhan mencintaiku dengan sabar sampai aku menyadari hal tersebut, begitu pula aku harus bisa mencintai orang yang menolak dan melukai hatiku dengan sabar. Bukan untuk mengharapkannya membalas cintaku di kemudian hari, namun hanya untuk menyatakan bahwa cintaku adalah NYATA.

Aku memang masih manusia biasa yang bisa merasa capek saat menghadapi orang-orang di sekitarku. Apalagi kepada orang-orang yang terang-terangan mengecewakanku, menolakku, membuatku sedih. Tapi aku juga belajar, bila aku terus memohon untuk diberi hati yang bisa mencintai dengan tulus, yang bisa mencintai tanpa mengharapkan balas, yang bisa selalu memaafkan, maka Ia akan mengabulkan. Memang berat, tapi bukankah itu yang Ia ajarkan?

 

“Kamu tuh terlalu mencari ARTI di setiap peristiwa. Dibawa santai aja napa?” di akhir ocehannya.

Justru dengan merenungkan setiap peristiwa yang terjadi dalam hidupku, aku jadi bisa melihat peristiwa itu dari sudut pandang yang berbeda. Dengan melihat dari sudut pandang yang berbeda, aku jadi bisa lebih cepat berdamai dengan keadaan, dan bisa belajar untuk bersikap lebih baik ke depannya. Jadi apa salahnya?

 

“Apa kamu tidak memikirkan perasaan pasanganmu?”

Huang adalah masa laluku, jauh sebelum aku bertemu dengan pasanganku. Aku hanya berharap pasanganku dapat sungguh-sungguh menerima masa laluku, dengan seluruh proses yang pernah aku lewati.

Huang adalah takdir yang harus aku temui, proses yang harus aku lewati. Aku tidak pernah menyesali pertemuanku dengan Huang. Aku juga tidak pernah menyesali cintaku yang bertepuk sebelah tangan dengan Huang.

Lagi pula, aku berhutang sebuah jalan kehidupan dari Huang. Tanpa mengenalnya dan patah hati kepadanya, mungkin aku tidak akan pernah belajar untuk lepas bebas. Mungkin aku tidak akan pernah menyadari betapa besarnya cinta Tuhan kepadaku. Dan aku tidak akan menjadi aku yang sekarang.

 

Tentang aku yang masih mencintai Huang dulu, sekarang, dan entah sampai kapan, memang hanyalah keegoisanku untuk membahagiakan diriku sendiri. Aku menyadari secara penuh, jika bisa hidup bersama Huang hanyalah sebuah keserakahan bagiku, dan tetap bisa berada di sisinya dikala ia membutuhkanku sudah merupakan kemewahan bagiku. Maka itu aku sudah tidak berharap kami bisa bersama. Yah semoga saja pasanganku dapat menerima aku yang egois ini. Toh saat ini aku hanya bisa berdoa untuk Huang, semoga ia sungguh menemukan kebahagiaan sejati bersama pilihan hatinya. 


Grey_S

Wednesday, August 25, 2021

Roll Away the STONE

Di atas meja riasku tergantung sebuah salib, yang entah hadiah dari siapa, aku sudah tidak ingat. Pastinya bukan aku sendiri yang membeli, karena aku tidak suka membeli hiasan. Salib tersebut sudah kumiliki cukup lama, bahkan sudah tergantung diatas meja riasku pun cukup lama. Namun baru kemarin aku menyadari puisi yang tertulis di salib tersebut.

 

Roll Away the STONE

 Suffering and spent,

Broken and bent,

A crucified King with no throne.

His burial grave was a stone sealed cave.

But He rolled away the stone.

 

At that hour,

He unleashed a power the greatest the world has known.

And we were freed by His wondrous deed,

When He rolled away the stone.

 

If heavy cares weigh you down in despair,

Remember you’re not alone.

For He can shoulder each,

Burden or boulder

He’ll roll away the stone.

 

In the darkest night,

We can see the light

Our glorified savior shone.

From struggle and strife

We rise the new life

When we roll away the stone.

 

By Lisa O Engelhardt

 

Setiap orang memiliki beban (STONE) dalam hidupnya. Dan yang namanya beban sudah pasti BERAT. Semakin lama kita menanggung beban tersebut, semakin kita akan merasa lelah dan sesak di dada. Lambat laun, kita pasti akan terjatuh dan terhimpit oleh beban itu.

Sayangnya, hanya sedikit saja orang yang ingat dan menyadari, bahwa sebenarnya ia tidak sendirian saat menanggung beban tersebut. Ia memiliki Tuhan.

Tuhan yang menawarkan:

“Marilah kepadaku, semua yang letih lesu dan

berbeban berat, Aku akan memberikan 

kelegaan kepadamu.” - Matius 11: 28

 

Ia yang pernah menggulingkan batu besar yang menyegel makamNya sendiri, Ia pula yang mampu menggulingkan batu besar yang membebani kehidupan setiap manusia.

Kalau kau masih tidak mempercayai ke-Maha Besar-anNya tersebut, tidak apa-apa. Ia akan tetap ada di sisimu untuk tetap menjagamu. Tapi kalau kau sudah tidak sanggup lagi menanggung bebanmu tersebut, serahkan saja semua bebanmu kepadaNya. Maka kamu akan mendapatkan kelegaan.

 

Notes: Tulisan ini aku buat untuk menasehati diriku sendiri, yang kadang masih sering lupa akan keberadaanNya.



Grey_S

Sunday, August 8, 2021

Mendengarkan dengan HATI

Malam ini adalah hari pertama aku akan bertemu tatap muka secara daring dengan kelompok Latihan Rohani Pemula yang akan aku dampingi. Meskipun hal ini bukanlah pengalaman pertamaku, namun sepertinya pengalaman mendampingi kali ini masih saja memberikan sedikit beban.

Aku sudah menelpon para peserta satu per satu untuk perkenalan singkat. Aku juga sudah membaca-baca dan mempersiapkan materi untuk program ini. Namun sepertinya masih ada saja persiapan yang terlewat. Hal ini semakin membuat aku gelisah.

Beberapa hari yang lalu ketika dipertemuan daring untuk Percakapan Rohani awal para Fasilitator, di dalam group sharingku, salah seorang fasilitator senior yang juga berprofesi sebagai Biarawati, memperingatkan kami tentang mendengarkan dengan HATI. Beliau mengatakan bahwa tidak segala hal perlu kami tanggapi. Bahkan saat mendengarkan cerita para peserta pun, usahakan untuk tidak memikirkan tentang “bagaimana harus menanggapi” cerita tersebut. Cukup berikan HATI yang mengasihi untuk mendengarkan.

Atas saran dari Biarawati senior tersebut, aku sudah menyatakan memahami, dan akan aku lakukan. Namun sepertinya saat itu aku bahkan masih mendengarkan nasihat tersebut dengan telinga dan pikiranku saja, belum dengan hatiku.

Kemarin siang, ada salah seorang teman yang beberapa hari ini sedang curhat tentang seseorang yang membuat dia agak kesal. Sesudah dia menceritakan kepadaku, tanpa aku sadari, aku menanggapi curhatnya tersebut dengan sebuah postingan kata-kata bijak. Dan dijawabnya dengan “iya aku tau kok.” Dan semuanya berlanjut seperti biasa.

Hingga malam hari kemarin, aku mengobrol dengan salah seorang Pembina dari kelas Evangelisasi yang sedang aku ikuti. Aku memang sedang ingin mengobrol dengan seseorang tentang kegelisahan yang sedang aku rasakan, khususnya karena kegelisahaan ini menyangkut keputusanku untuk masa depan. Alih-alih mendengarkan secara lengkap ceritaku, aku baru bercerita sebagian, Pembina-ku tersebut sudah memberikan tanggapan. Dimana semua tanggapan-tanggapan yang diberikan sebenarnya sudah masuk ke dalam pertimbangan-pertimbanganku. Dan yang aku butuhkan dari mengajaknya mengobrol jelas bukan mengenai hal-hal umum yang harus aku pertimbangkan, namun aku ingin mendapat penjelasan kira-kira bagaimana proses yang harus aku tempuh, dan hal lain apa lagi yang harus aku pertimbangkan, diluar pertimbangan-pertimbangan yang sudah aku lakukan sebelumnya.

Jujur saja karena ceritaku yang dipotong tersebut, “kuliah” yang jauh lebih lama dari pada waktu yang diberikan untuk aku bercerita, dan juga penghakimannya terhadap pemikiran-pemikiran dan langkah-langkah yang sudah aku tempuh, membuat suasana hatiku menjadi agak jelek sepanjang malam kemarin.

Disaat suasana hatiku menjadi jelek, tiba-tiba aku teringat terhadap teman-teman yang selama ini sering bercerita kepadaku, khususnya yang baru siang tadi bercerita kepadaku. “Apakah aku pun sudah membuat teman-temanku kesal dengan caraku mendengarkan cerita mereka? Apakah aku sudah memberikan mereka hati yang mendengarkan?

Lalu pagi ini ketika aku mengikuti misa online, aku memilih mengikuti misa online yang dipimpin oleh seorang pastor yang selama ini dikenal selalu membacakan doa intensi satu per satu bagi yang meminta dan kotbah homilinya memang selalu bagus. Dan karena aku suasana hatiku masih sedikit jelek, aku ingin mendengar kotbahnya yang “mungkin” bisa menenangkan hatiku.

Dan sepertinya memang Roh Kudus lah yang menggerakkan aku untuk mengikuti misa online dari pastor tersebut, karena baru di awal misa, ketika ia akan membacakan intensi misa yang sangat amat banyak, ia berkata “Bapak Ibu dan saudara-saudara sekalian, saya memang selalu melayani dengan membacakan dan mendoakan intensi misa satu per satu. Saya mohon anda juga bisa MELAYANI dengan MENDENGARKAN dan ikut mendoakan.”

Deg…. Saat mendengar kata-kata tersebut, aku kembali merasa diingatkan untuk membiasakan diri mendengar dengan hati, khususnya bila aku memang ingin melayani dan menjadi saksi kasih Allah bagi orang-orang di sekitarku.

Selesai misa, aku melanjutkan dengan membaca Alkitab seperti yang sedang aku jadikan kebiasaan, dan menuliskan Jurnal Emaus. Lagi-lagi aku seperti mendapat peneguhan dari peringatan yang aku dapat sejak semalam. Ayat yang aku dapat dari Mazmur 34 : 7

Orang yang tertindas ini berseru, dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya.”

Lagi-lagi kata “mendengar”. Bahkan dari ayat ke-3 pun sudah ada kata “mendengarnya”.

Aku pun mencoba untuk semakin merenungkan lebih dalam. Apakah dambaanku, untuk dapat semakin memurnikan panggilan hidupku, yang pernah aku tulis sebelum Latihan Rohani Pemula season 5 dimulai, sudah mulai aku rasakan?

Tapi apapun yang sudah terjadi dari semalam sampai saat ini, aku merasa bersyukur. Aku bisa kembali merasakan kehadiran Tuhan, yang mengingatkanku akan kelemahan-kelemahan yang aku miliki. Kelemahan yang tampak sepele namun ternyata bisa berdampak sangat besar bagi orang lain.

Aku bertekad 5 minggu ini, aku ingin hadir sepenuh hati bagi setiap orang yang membutuhkanku. Bagi para peserta LRP yang aku dampingi, bagi para sahabat, keluarga, dan rekan-rekanku.

Semoga dengan bimbingan Roh Kudus yang baik, aku bisa melaksanakan tekadku. Semua hal ini ingin aku lakukan untuk kemuliaan Tuhan yang lebih tinggi. Amin. 


Grey_S

Wednesday, April 21, 2021

Ad Maiorem Dei Gloriam


Ad maiorem Dei gloriam,

Engkau yang mempertemukan kami,

Engkau yang menyatukan kami,

Hanya Engkau lah yang dapat memisahkan kami.

 

Ad maiorem Dei gloriam,

Engkau yang mendampingi setiap langkah hidup kami,

Bila ternyata perpisahan ini akan memuliakan namaMu lebih besar,

Membuat aku dan dia menjadi lebih bisa mendekat kepadaMu,

Maka terjadilah sesuai kehendakMu.

 

Ad maiorem Dei gloriam.

Untuk keagungan Allah yang lebih besar,

Bila aku harus merengkuh luka-lukaku,

Mencintainya meski tak dapat bersama

Maka terjadilah padaku sesuai kehendakMu.

 

Ad maiorem Dei gloriam,

Untuk keagungan Allah yang lebih besar,

Aku serahkan segenap hidupku, segenap karyaku,

Keselamatan orang-orang yang aku cintai, dan

Hubunganku dengannya.

 

 

Ad Maiorem Dei Gloriam, sebuah kalimat dalam bahasa Latin, artinya adalah: "Untuk Keagungan Allah Yang Lebih Besar." Motto Ad Maiorem Dei Gloriam (AMDG) adalah inspirasi indah dari seorang yang secara totalitas menyerahkan segenap hidup dan karyanya untuk keagungan Allah yang tergambar di dalam hidup dan karya Yesus Kristus, yaitu yang sekarang di kalangan Gereja Katolik terkenal dengan nama Santo Ignatius Loyola, pendiri Tarekat Ordo Serikat Yesus dalam Agama Katolik.



Grey_S

Thursday, April 15, 2021

Senyuman-Nya


Pagi ini ketika aku melakukan Latihan Percakapan Rohani, aku yang mengimajinasikan tentang Dia, melihat Dia sedang sibuk melakukan sesuatu ketika aku datang.

Dia mempersilahkan aku berbicara, mencurahkan isi hatiku, sambil Ia masih sibuk melakukan sesuatu entah apa. Maka aku pun mulai berbicara, mengeluarkan semua kegelisahan hatiku.

Selesai aku berbicara panjang lebar, memohon ini itu, aku diam sejenak sambil menatap wajahNya. Saat itulah aku melihat Ia sedang tersenyum nakal. Dia tidak berbicara apapun, hanya tersenyum, atau mungkin lebih tepatnya menahan tawa.

Namun saat melihat senyumanNya yang begitu nakal, bahkan melebihi senyuman nakal keponakanku tersayang, aku menjadi ikut tersenyum. Senyum pahit. Karena aku jadi yakin bahwa Dia memang masih ingin bermain dan bercanda denganku.

Aku pun menyudahi Percakapan Rohani pagi ini, dengan berserah kepadaNya saja, semoga aku selalu bisa memahami bercandaanNya kepadaku. 



Grey_S

Tuesday, April 13, 2021

PERANG (dengan diri sendiri)

Tulisan ini seharusnya saya tuliskan beberapa minggu lalu, tapi karena kesibukan dan rasa malas membuat aku terlambat menuliskannya.

Jadi, akhir Maret lalu, adalah minggu terakhir dari Latihan Rohani Pemula yang aku ikuti. Ternyata programnya memang dibuat agar selesai tepat ketika memasuki Pekan Suci 2021. Di minggu terakhir ini, minggu ke-5, kami mendoakan tentang Asas dan Dasar. Dan ini pertama kalinya aku mendoakan tentang Asas dan Dasar, karena ketika mengikuti LRP yang sebelumnya, kami tidak diwajibkan mendoakan minggu ke-5.

Di salah satu doa di minggu ke-5 ini, ada sebuah doa dimana aku diminta untuk membayangkan Yesus sebagai seorang Raja Abadi yang sedang mengajak para Ksatria-Nya untuk “berperang” mengatasi segala penderitaan yang membelenggu manusia. Untuk ikut serta dalam perang tersebut, otomatis para Ksatria harus hidup mengikuti cara hidup Yesus yang harus meninggalkan segala kenikmatan dan kenyamanan yang pernah dirasakan.

Ketika membayangkan ajakan “perang”, tiba-tiba aku kembali mengalami ketakutan yang luar biasa. Rasa takut yang sama persis ketika aku pertama kali ikut menyelam bebas. Di pikiranku waktu itu, keluar kata-kata “Ikut perang? Ngapain? Gila yah? Untung kagak, mati iya.” dan aku pun buru-buru menyelesaikan doaku. Bagai seorang pengecut, aku ingin kabur secepatnya dari lokasi para Ksatria berkumpul mendengarkan ajakan Yesus untuk berperang bersamaNya.

Lalu sepanjang hari ini, Mood-ku mendadak jelek. Bawaanku ingin marah-marah ke semua orang yang ku temui.

Malam harinya, ketika aku membaca Alkitab seperti biasa, tiba-tiba aku menemukan sebuah ayat dari Kolose 3: 5-6a

"Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat, dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, semuanya itu mendatangkan murka Allah."

Deg... Jantungku hampir berhenti membaca ayat tersebut, tapi aku masih belum mau memikirkannya dan aku memilih tidur.

Besok paginya, aku mengikuti Misa Acies Legio Mariae, di bagian Homili, Pastor yang memimpin ternyata mengangkat tema tentang “Perang”. Beliau mengingatkan bahwa saat ini Perang yang diminta oleh Tuhan untuk dilakukan oleh umatNya, bukanlah perang dengan kekerasan dan mengangkat senjata, namun perang melawan diri sendiri dan segala hawa nafsu.

Deg... untuk kedua kalinya jantungku hampir berhenti. 3x dalam 24 jam, aku diingatkan dengan ajakan perang dari Tuhan. Kali ini aku tidak bisa lari lagi, dan aku pun tidak ingin lari lagi. Aku sadar kemana pun aku berlari dan bersembunyi, Tuhan akan selalu berhasil mengejar dan menemukanku.

Selesai Misa pagi itu, aku pun berdoa, aku meng-iya-kan ajakan Tuhan untuk berperang, melawan diriku sendiri dan semua nafsu jahat yang masih ada dalam diriku.

Setelah hari itu, tantangan hidupku pun mulai bertambah. 


Grey_S


Thursday, March 11, 2021

KESERAKAHAN

Saat ini aku sedang mengikuti sebuah retret Latihan Rohani Pemula St Ignasius Loyola yang cukup popular dengan pembelajaran tentang Pembedaan Roh-nya. Dimana dalam Latihan Rohani ini, seluruh peserta diajak untuk belajar membedakan mana Roh Baik dan mana roh jahat lewat renungan-renungan yang harus dilakukan setiap hari. Pedoman sederhananya, Roh Baik akan selalu membawa manusia mendekat kepada Tuhan, dan roh jahat akan selalu melakukan sebaliknya.

2 minggu pertama saat memulai retret Latihan Rohani, aku tidak mengalami terlalu banyak kendala dalam perenungan-perenunganku. Aku hanya sedikit merasakan desolasi[1] ringan di 2 hari pertama, namun selanjutnya aku sudah dapat menikmati retret ini atau istilahnya aku dapat merasakan kontemplasi[2] dan mengalami konsolasi[3].

Tema renungan minggu ke-3 adalah “Cinta Yang Dilaksanakan” dimana sub tema untuk hari senin adalah “Aku Mengingat Anugerah yang Telah Kuterima”.

Pada saat harus merenungkan anugerah-anugerah yang telah aku terima dalam hidupku, tiba-tiba saja aku merasa roh jahat berusaha menguasai pikiran dan hawa nafsuku. Pada saat aku berhasil mengingat dengan jelas apa saja anugerah-anugerah yang telah aku terima, di saat yang sama aku juga mendengar dengan jelas suara yang berbisik:

tapi itu kan bukan yang kamu mau. Tuhan itu jahat karena Ia tidak pernah mengabulkan apa pun yang kamu mau.”

lihat orang-orang yang Tuhan kirim ke sekitarmu, semua bermasalah, dan tidak ada yang bisa membuat kamu bahagia.

Bisikan itu terus berulang-ulang, sampai malam itu aku malah sempat merasa marah kepada Tuhan.

Namun persis seperti yang dituliskan dalam catatan Pedoman Pembedaan Roh, di saat aku tetap berusaha berbicara kepada Tuhan, meski dengan perasaan marah, secara perlahan aku juga diberi kesadaran oleh Roh Baik bahwa aku sedang dalam pengaruh roh jahat.

Setelah sadar sepenuhnya, aku jadi ketakutan sendiri, dan mulai berdoa memohon pengampunan dan dilanjutkan dengan membaca Alkitab. Luar biasanya, seakan-akan Tuhan ingin berbicara denganku, ayat emas yang aku dapat malam itu adalah:

Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau KESERAKAHAN disebut saja pun jangan diantara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus.” – Efesus 5: 3

Tanpa disadari aku hampir saja dikuasai roh keserakahan. Tuhan selalu memenuhi kebutuhanku, aku tidak pernah kekurangan sedikit pun. Bahkan disaat pandemic dan krisis ekonomi seperti ini, aku tetap tidak pernah kekurangan. Aku masih bisa makan tiap hari, aku masih bisa tidur di kasur yang hangat, di rumah yang nyaman dan aman. Tapi roh keserakahan, membuatku menginginkan lebih dari yang aku butuhkan.

Terima kasih Tuhan atas semua anugerah yang Kau beri. Maafkan aku yang tidak pernah puas ini. Terima kasih Roh Baik sudah memberikanku kesadaran atas kebaikan-kebaikan Tuhan yang telah aku terima. Amen.



[1] Desolasi = Kesepian Rohani, merasa jauh dari Tuhan dan tidak layak untuk mendekat

[2] Kontemplasi = Renungan dan sebagainya dengan kebulatan pikiran atau perhatian penuh;

[3] Konsolasi = Penghiburan; Hiburan Rohani; merasakan kedekatan dengan Tuhan

Monday, March 8, 2021

Perbuatan Ajaib Tuhan

Lagi-lagi late post yah. Karena aku ngga sanggup juga kalau ketemu renungan yang mengena langsung posting panjang, apalagi yang mau aku tuliskan adalah sharing iman pribadi, jadi yah butuh waktu khusus untuk menulis sambil mengingat-ingat.

Tuhan sungguh luar biasa sih, minggu lalu aku memang sedang memiliki pergumulan, dan bisa-bisanya Ia seperti mengingatkanku 3 hari berturut-turut. Latihan Rohani Pemula yang sedang aku lakukan, plus renungan kitab suci, plus renungan pas misa harian, semua temanya bisa nyambung dengan pergumulanku.

Kalau kemarin-kemarin yang mengena di aku kata-kata dari bacaan Kitab Suci, maka yang kali ini dari kata-kata Mazmur. Mazmur ada di kitab suci juga sih, tapi kalau di Gereja Katolik Mazmur lebih sering dinyanyikan dibanding dibacakan, kecuali kayak kondisi sekarang ngga ada yang nyanyiin, ya udah deh dibacain.

Nah di Mazmur tanggal 5 Maret 2021, kata-katanya seperti ini:

“Ingatlah perbuatan-perbuatan ajaib yang dilakukan Tuhan.”

Lalu bacaan-bacaan pada hari itu, kalau direnungkan, 2-2nya juga mengenai perbuatan ajaib Tuhan yang Ia lakukan untuk misi penyelamatan manusia, meski semua berawal dari perbuatan dosa manusia.

Di bacaan pertama, itu tentang Yusuf yang dijual oleh saudara-saudaranya karena mereka iri hati dan dengki, tapi karena perbuatan tersebut, justru bangsa mereka diselamatkan dari bencana kelaparan yang terjadi belasan tahun kemudian.

Di bacaan kedua, itu juga tentang nubuat akan penyaliban Yesus, yang juga didasari oleh iri hati dan dengki para pemuka agama saat itu. Namun seperti yang dipercaya oleh seluruh umat Kristiani, bahwa penyaliban tersebut malah menjadi penebusan dosa umat manusia.

Nah berdasarkan kedua bacaan plus Mazmur dalam misa harian tanggal 5 Maret 2021, aku mau membagikan pengalaman iman pribadiku. Semoga berguna bagi yang menemukan tulisan ini yes.

Aku bahkan tidak bisa menuliskan satu per satu perbuatan-perbuatan ajaib Tuhan dalam hidupku, karena terlalu banyak dan sambung menyambung. Jadi sebenarnya untuk yang berhasil menemukan tulisan ini, sebaiknya sekalian saja telusuri blog yang aku tulis dari tahun 2008 ini.

Kejadian yang paling dekat yang bisa aku ceritakan, karena baru saja kejadian dalam 2 minggu terakhir ini adalah ketika aku merasa lelah dan tidak sabar lagi dalam menghadapi seorang teman yang memang membutuhkan perhatian khusus, sayangnya anak ini juga memiliki ego yang cukup tinggi dan kesenangan yang aneh, yaitu mencari perhatian lewat keributan.

Aku kenal anak ini saat aku mengikuti sebuah pengajaran di Gereja-ku. Dia tidak memiliki teman dekat karena semua orang dibuat tidak nyaman dengan kesenangannya mencari perhatian lewat keributan tersebut. Dia juga di black list hampir di semua komunitas yang ia ikuti. Namun saat mengenal anak ini, dan mencoba lebih memperhatikannya, aku malah menjadi iba. Sehingga pada saat semua teman-teman menyerah untuk menemani anak ini, aku memutuskan untuk tidak ikutan menyerah.

Dan sudah setahun terakhir aku berusaha sabar dalam menghadapi anak ini, berusaha berbicara baik-baik, meski dia juga selalu berusaha membuatku kesal dan marah. Sampai akhirnya 2 minggu lalu, dia berhasil membuatku kehilangan kesabaran. Akhirnya aku berbicara cukup ketus dan secara terang-terangan aku mengatakan aku bosan dan lelah mendengarkan semua keluhan dia tentang semua orang di dunia ini, yang menurut dia tidak ada yang bersikap baik padanya. Tapi setelah puas marah-marah sama anak itu, aku merasa menyesal sendiri.

Sekitar semingguan aku berpikir bagaimana untuk menjadi teman bagi anak ini, kalau dia tidak berubah, aku juga lelah dan tidak sanggup menemani terus menerus, tapi kalau dia tidak ditemani, aku juga kasihan. Disaat aku sudah tidak sanggup berpikir sendirian lagi, akhirnya hari senin lalu aku meminta waktu untuk konseling ke Pembina kami.

Luar biasanya, si ibu Pembina ini cerita, di minggu yang sama saat aku jadi bermasalah dan jadi kepikiran dengan anak itu, si ibu juga sedang memikirkan anak itu. Apalagi ia melihat anak itu sedang luntang-lantung di jalan. Jadi si ibu pun berdoa supaya Tuhan memberikan ia jalan untuk berkomunikasi dengan anak itu dan agar anak itu mau konseling dan bisa diajak berdamai dengan keadaan.

Mendengar cerita dari Ibu Pembina, aku jadi merasa bahwa aku dibiarkan untuk kehilangan kesabaran oleh Tuhan agar aku meminta tolong ke orang yang lebih berpengalaman, dan lebih mampu untuk menolong anak tersebut. Dan karena aku memutuskan bercerita kepada Ibu Pembina, kami jadi punya jalan keluar untuk membantu anak itu, plus aku juga jadi menemukan jalan keluar untuk membantu masalah yang sedang dihadapi oleh saudara sepupuku sendiri. 2 masalah menemukan jalan keluar, karena 1 emosi yang meledak yang memberikan rasa penyesalan.

Luar biasanya Tuhan, saat akhirnya aku mencoba menghubungi lagi anak itu, untuk membujuk dia ikut konseling, tiba-tiba dia menyatakan bersedia. Padahal aku sudah takut anak ini akan menolak dan aku akan mengalami kesulitan saat membujuk dia.

Yah sebelum berbicara lagi dengan anak ini, aku juga berdoa sih supaya aku bisa berbicara dengan lebih tenang dan bisa mengutarakan maksudku lebih mudah, dan juga supaya anak ini bersedia. Ehh beneran. Baru 1x diomongin, anak ini langsung bersedia. Aku langsung merasa sukacita luar biasa.

Aku merasa sedikit berbangga hati, tugas evangelisasi pertamaku berhasil aku jalani dengan baik. Setidaknya meski secara karir di dunia aku tidak bagus-bagus banget, yah kali secara tugas pewartaan aku bisa lebih baik. Sekarang aku tinggal harus mendoakan agar anak ini benar-benar bisa menemukan kedamaian dan akhirnya bisa memiliki teman-teman lain sehingga tidak melulu bergantung kepadaku.

Cerita diatas baru salah satu dari banyak kejadian ajaib yang aku rasakan dalam hidup. Masih banyak lagi yang sebenarnya bisa aku ceritakan. Tapi yah itu bisa ngga abis-abis ceritanya.  



Grey_S

Friday, March 5, 2021

Mengandalkan Tuhan

Lagi-lagi late post, karena ini harusnya tema misa harian kemarin, Kamis 4 Maret 2021. Di postingan kali ini, aku mau sharing iman aja berkaitan dengan tema mengandalkan Tuhan, karena kalau buat pemahaman atau cerita-cerita sebab akibat mungkin sudah banyak yah, ayatnya juga straight to the point, dan aku juga tidak mau malah jadi menggurui, jadi yah kalau untuk ayatnya renungkan masing-masing aja lah.

***

Ini adalah renungan perjalanan hidupku:

Sepanjang aku bisa mengingat, aku akui bahwa sebelum kejadian pandemi Covid 19 ini, aku bukanlah orang yang 100% mengimani Tuhan. Aku memang mengakui adanya Tuhan, karena sejak kecil sudah ditanamkan kepercayaan itu, tapi aku belum memahami apa itu beriman kepada Tuhan.

Dalam membuat keputusan apapun itu, aku masih mengandalkan orang-orang disekitarku atau diriku sendiri. Akhirnya jadilah aku selalu galau dalam membuat keputusan. Itu pun sering sekali aku salah dalam membuat keputusan, yang membuat aku semakin sering tidak percaya diri khususnya saat harus membuat keputusan-keputusan besar.

Sepanjang aku bisa mengingat-ingat, sebelum kejadian pandemi Covid 19 ini, hanya ada 2 keputusan yang aku minta ijin Tuhan ketika memutuskannya. Yang pertama, keputusan untuk pergi ke Beijing pada tahun 2008 lalu, yang kedua, keputusan untuk menerima partnerku sebagai teman hidupku. Maka itu sampai saat ini, yah hanya 2 peristiwa itu yang dapat aku banggakan ketika harus bercerita kepada orang lain. Sisanya… yah keputusan yang sia-sia, setidaknya sampai saat ini sisanya masih menjadi keputusan yang sia-sia.

Meski dikantor aku berpengalaman cukup lama, sempat menduduki posisi yang cukup bagus, dan secara akademis, pendidikanku cukup tinggi, toh sekarang aku masih sulit mendapat pekerjaan baru.

Meski aku mati-matian berhemat, hidup irit-irit, toh saat ini aku sedang deg-deg-an parah karena uang tabungan yang aku investasikan belum dapat dicairkan, dan masih belum ada kejelasan untuk penyelesaiannya.

Meski waktu mengundurkan diri dari kantor dulu, aku tetap santai karena aku merasa memiliki bisnis yang cukup potensial, toh akhirnya tetap saja bisnis itu bangkrut dan malah membuatku memiliki hutang bank hingga ratusan juta.  

Jadi apa yang bisa aku banggakan dengan keputusan-keputusanku sendiri, yang aku akui, saat itu aku tidak meminta ijin atau berdiskusi sama Tuhan saat membuat keputusan. Aku hanya mempercayai saran orang-orang disekitarku dan diriku sendiri. Jadilah semua sia-sia dan malah jadi saling menyalahkan.

Aku bersyukur dengan pandemi Covid 19 ini, aku malah merasa diselamatkan oleh Tuhan. Meski banyak masalah berat yang harus aku hadapi, tapi aku diberi kekuatan untuk menghadapi itu semua. Aku pun diberi rahmat untuk dapat memahami kesalahan-kesalahan yang dulu aku perbuat, sehingga bila diberi kesempatan aku bisa memperbaiki diri.

Kegiatan yang turun drastis pun, membuatku memiliki waktu untuk berbincang-bincang dengan Tuhan dan mencoba memahami apa yang Ia kehendaki dalam hidupku, termasuk tentang menggantungkan harapanku hanya kepadaNya, bukan kepada manusia biasa apalagi allah-allah lain.

Demikian sharing imanku, semoga berguna bagi yang menemukan tulisan ini. 


Grey_S