Thursday, May 28, 2020

One Step Closer

Selangkah demi selangkah perjalananku semakin menjauh dari titik awal dan mendekati titik akhir. 
Setiap hal yang berhasil aku lalui, menyadarkanku akan 1 hal, waktuku semakin dekat.
Detik demi detik, waktuku semakin habis.
Bila sang waktu sudah habis, maka selesailah sudah semua perjalanan ini.
Di sisa waktu yang ku miliki, aku hanya ingin membagikan cinta kepada semua orang yang kutemui.
Kepadamu, kepada dia, kepada mereka.
Kekasihku, keluargaku, saudaraku, sahabatku.
Cintaku itu dari Tuhanku.
Cintaku itu harus dibagikan, agar aku dapat menerimanya kembali. 



Grey_S

Setelah 10 tahun

2008 adalah salah satu titik balik dari kehidupanku. 

Saat itu dengan kemarahan dan kekecewaan, aku meninggalkan Jakarta, meninggalkan orang-orang yang mengasihiku dan aku kasihi. Tapi mungkin memang saat itu pergi menjauh adalah solusi terbaik untuk menenangkan diri. 

Selama hampir setahun di negeri orang, berkenalan dengan orang baru, pengalaman baru, dan waktu yang sangat cukup untuk merenung dan mendekatkan diri dengan Tuhan, sedikit banyak mulai menghapus luka batin di hatiku. 

Aku mulai bisa berdamai dengan diriku sendiri, aku mulai bisa memaafkan orang-orang yang melukai hatiku, orang-orang yang menolakku, aku mulai berdamai dengan Tuhan yang menciptakanku sebagaimana adanya diriku, yang mungkin tidak sesuai dengan harapan orang-orang di sekelilingku. Aku mulai belajar mencintai diriku sendiri. Setidaknya itu akan menjadi modal untuk menghadapi penolakan orang lain terhadap diriku. 

2009 meski belum sepenuhnya berani menghadapi masa lalu dan kenyataan, tapi aku terpaksa pulang ke Jakarta. Waktuku untuk mempersiapkan diri sudah habis, tiba waktuku untuk menghadapi kenyataan, untuk mempraktekan pelajaran tentang berdamai dengan keadaan. 

Pertama kali kembali ke Jakarta, pertama kali bertemu kembali dengan keluarga, aku masih diliputi perasaan asing. Aku bahkan sempat home sick. Home sick dirumahku sendiri. Asing ditengah keluargaku sendiri. Aneh banget kan? Tapi itu karena memang aku masih belum sepenuhnya merasa diterima di rumah sendiri. Aku masih merindukan kota tempat aku melarikan diri dan bisa menjadi diri sendiri. Tapi dengan berjalannya waktu tentu aku mulai terbiasa lagi dan beban berat yang aku bawa ketika aku memutuskan pergi dulu, sudah tidak ada. Ntah beban itu sudah tidak ada atau memang aku yang sudah bertambah kuat. 

2010 akhirnya aku bisa merasakan jatuh cinta lagi. Hidupku yang biasa-biasa saja, tanpa warna, mulai berwarna lagi. Pertemuan yang tidak terduga, seseorang yang tidak terduga, cinta yang tidak terduga. Namun ternyata semua itu hanyalah “pelajaran” tahap berikutnya dari Tuhan. Sekali lagi aku harus merasakan penolakan. 

Aku yang masih merasa ditolak oleh keluargaku, harus kembali merasakan penolakan yang menyakitkan dari orang yang kusukai. Untungnya saat itu aku sudah tau apa yang harus aku lakukan. BERDOA. 

Seperti seorang murid yang gagal, aku kembali bertanya kepada Sang Maha Guru, “Tuhan, kali ini apa yang salah? Kenapa aku masih belum bisa mendapatkan kebahagiaanku?” 

Maka saat itu aku harus kembali belajar ilmu tentang Melepaskan dan Cinta yang membebaskan. Melepaskan ego-ku, melepaskan semua sakit hatiku, dan kembali belajar bagaimana memaafkan orang yang menyakiti hatiku. Selain itu aku belajar untuk mencintai orang lain dengan membebaskan orang tersebut memilih sendiri caranya untuk dicintai. 

Dengan kata lain, aku belajar menerima semua orang dengan semua perbedaan yang mereka miliki. Aku belajar untuk tetap menerima orang yang menolakku. Toh kalau kita mau diterima apa adanya, maka kita pun harus bisa menerima apa adanya. 

LEVEL PASSED. 

Beberapa bulan setelah aku berhasil melewati pelajaran tentang Melepaskan dan Cinta yang membebaskan. Aku akhirnya bertemu dengan orang yang bisa menerimaku apa adanya. Aku pun belajar untuk selalu menerima dia apa adanya. Sehingga kami masih bersama sampai sekarang.

Hidupku pun perlahan berubah. Aku yang sebelumnya menjadi pengemis cinta, kini aku bisa merasakan begitu banyaknya cinta dari orang-orang disekitarku. Ternyata semakin banyak aku membagikan cintaku kepada orang-orang disekitarku, semakin banyak pula aku menerima cinta dari orang-orang lain. 

Masalah datang silih berganti, tapi kekuatan cinta yang aku miliki selalu menyelamatkan hidupku.
Sampai akhirnya tiba hari ini. 

Setelah 10 tahun aku hidup dalam kedamaian, tiba-tiba luka batinku di masa lalu terbuka lagi. 

Papi yang marah karena aku menolak membantunya lagi dalam urusan hutang piutang, mengungkit semua kepahitan di masa laluku. Dia mengungkit semua alasan kenapa aku tidak layak dia terima. Dia mengungkit hal-hal kenapa aku tidak layak menjadi anaknya. Dia bilang dia merasa ditolak olehku sebagai ayah, padahal tanpa disadari dialah yang selalu menolakku sebagai anak. 

Di hari yang sama, tiba-tiba orang yang menolakku di masa lalu juga kembali membicarakan aku. Dia kembali mengingat-ingat awal pertemuan kami. Kami yang sudah sekian lama tidak pernah bertemu lagi maupun bertegur sapa, tiba-tiba saling menceritakan kenangan yang ada di ingatan kami. 

Aku tidak tahu apa yang masih diingatnya tentangku, yang pasti ingatanku tentangnya masih tidak bisa kuhapus. Aku bahkan masih mengingat jelas pertemuan pertama kami. Degub jantungku hari itu, duniaku yang teralihkan olehnya hari itu, semua masih jelas diingatan. 

Tapi mungkin itu karena alam bawah sadarku yang menolak untuk menghapus ingatanku tentangnya, tentang pertemuan kami. Karena bagaimana pun juga, dialah orang yang membawaku ke tahap selanjutnya dalam perjalanan imanku. 

Hari ini, setelah 10 tahun, sepertinya aku mulai masuk ke pelajaran hidup tahap selanjutnya, yaitu Pengampunan. 

Aku harus mengampuni papi yang menolakku sebagai anaknya. Aku juga harus mengampuni dia yang pernah menolakku menjadi kekasihnya. Dan ya… akan aku lakukan. Meski sulit dan menyakitkan, tapi aku akan melakukannya. Meski akan terasa aneh dan canggung saat bertemu lagi, tapi akan aku lakukan. 

Karena aku mengasihi mereka, aku mencintai mereka, dan aku sudah melepaskan semua sakit hatiku terhadap mereka.


Grey_S