***
Ini adalah renungan perjalanan
hidupku:
Sepanjang aku bisa mengingat, aku akui
bahwa sebelum kejadian pandemi Covid 19 ini, aku bukanlah orang yang 100% mengimani
Tuhan. Aku memang mengakui adanya Tuhan, karena sejak kecil sudah ditanamkan
kepercayaan itu, tapi aku belum memahami apa itu beriman kepada Tuhan.
Dalam membuat keputusan apapun itu,
aku masih mengandalkan orang-orang disekitarku atau diriku sendiri. Akhirnya jadilah
aku selalu galau dalam membuat keputusan. Itu pun sering sekali aku salah dalam
membuat keputusan, yang membuat aku semakin sering tidak percaya diri khususnya
saat harus membuat keputusan-keputusan besar.
Sepanjang aku bisa mengingat-ingat, sebelum
kejadian pandemi Covid 19 ini, hanya ada 2 keputusan yang aku minta ijin Tuhan
ketika memutuskannya. Yang pertama, keputusan untuk pergi ke Beijing pada tahun
2008 lalu, yang kedua, keputusan untuk menerima partnerku sebagai teman hidupku.
Maka itu sampai saat ini, yah hanya 2 peristiwa itu yang dapat aku banggakan ketika
harus bercerita kepada orang lain. Sisanya… yah keputusan yang sia-sia,
setidaknya sampai saat ini sisanya masih menjadi keputusan yang sia-sia.
Meski dikantor aku berpengalaman
cukup lama, sempat menduduki posisi yang cukup bagus, dan secara akademis,
pendidikanku cukup tinggi, toh sekarang aku masih sulit mendapat pekerjaan
baru.
Meski aku mati-matian berhemat,
hidup irit-irit, toh saat ini aku sedang deg-deg-an parah karena uang tabungan
yang aku investasikan belum dapat dicairkan, dan masih belum ada kejelasan
untuk penyelesaiannya.
Meski waktu mengundurkan diri dari
kantor dulu, aku tetap santai karena aku merasa memiliki bisnis yang cukup potensial,
toh akhirnya tetap saja bisnis itu bangkrut dan malah membuatku memiliki hutang
bank hingga ratusan juta.
Jadi apa yang bisa aku banggakan
dengan keputusan-keputusanku sendiri, yang aku akui, saat itu aku tidak meminta
ijin atau berdiskusi sama Tuhan saat membuat keputusan. Aku hanya mempercayai
saran orang-orang disekitarku dan diriku sendiri. Jadilah semua sia-sia dan malah
jadi saling menyalahkan.
Aku bersyukur dengan pandemi Covid
19 ini, aku malah merasa diselamatkan oleh Tuhan. Meski banyak masalah berat
yang harus aku hadapi, tapi aku diberi kekuatan untuk menghadapi itu semua. Aku
pun diberi rahmat untuk dapat memahami kesalahan-kesalahan yang dulu aku
perbuat, sehingga bila diberi kesempatan aku bisa memperbaiki diri.
Kegiatan yang turun drastis pun,
membuatku memiliki waktu untuk berbincang-bincang dengan Tuhan dan mencoba memahami
apa yang Ia kehendaki dalam hidupku, termasuk tentang menggantungkan harapanku
hanya kepadaNya, bukan kepada manusia biasa apalagi allah-allah lain.
Demikian sharing imanku, semoga
berguna bagi yang menemukan tulisan ini.
Grey_S
No comments:
Post a Comment