Tuesday, September 29, 2020

MALAIKAT-MALAIKAT AGUNG

"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia.” (Yoh 1 : 51)


Meskipun kita ini adalah orang-orang Katolik, seringkali kita masih dipengaruhi oleh budaya lokal tempat kita berasal atau tempat kita tinggal. Antara lain, kita percaya akan adanya macam-macam hantu dengan pelbagai bentuknya yang ada di sekeliling kita, yang kita percaya merupakan bagian dari dunia yang tak kelihatan.

Jika kita percaya akan adanya roh-roh jahat itu, maka seharusnya kita percaya akan adanya malaikat. Dalam Syahadat panjang yang juga disebut Syahadat Nicea-Konstantinopel kita berkata:

"Aku percaya akan satu Allah, Bapa yang mahakuasa, pencipta langit dan bumi, dan segala sesuatu yang kelihatan dan tak kelihatan….”

Kita, manusia, dengan tubuh kita, termasuk dalam dunia yang kelihatan. Yang tak kelihatan, adalah makhluk lain, murni roh, dan karena itu tidak termasuk dalam dunia yang kelihatan meskipun ada dan bekerja di dalamnya. Katekismus mengajarkan bahwa para malaikat termasuk dalam lingkungan seperti itu.

Katekismus Gereja Katolik berkata :

“Sejak masa anak-anak sampai pada kematiannya malaikat-malaikat mengelilingi kehidupan manusia dengan perlindungan dan doa permohonan ‘Seorang malaikat mendampingi setiap orang beriman sebagai pelindung dan gembala, supaya menghantarnya kepada kehidupan’ (Basilius, Eun. 3, 1). Sejak di dunia ini, dalam iman, kehidupan Kristen mengambil bagian di dalam kebahagiaan persekutuan para malaikat dan manusia yang bersatu dalam Allah.” (KGK. 336).

Kata “malaikat” sendiri berasal dari kata  “malakh” dan dalam Bahasa Yunani  "angelos”,, yang berarti “pembawa pesan”. Ini menunjuk suatu fungsi atau peran. Malaikat oleh karena itu digambarkan dalam Kitab Suci terutama sebagai utusan Tuhan. Dalam Perjanjian lama Tuhan itu digambarkan sebagai yang transenden, sehingga orang-orang takut kepada-Nya dan tak seorangpun yang bisa melihat Dia dan hidup. Ialah Raja alam semesta, Dia memiliki malaikat-malaikat-Nya untuk melayani Dia dan untuk melaksanakan kehendak-Nya. Oleh sebab itu perlu perantara yang  menjadi jembatan antara manusia dengan Tuhan. Ini menjelaskan penampakan dan penampilan malaikat yang tak terhitung jumlahnya dalam Perjanjian Lama dan pada awal Gereja. Peran perantaraan para malaikat ini ditangkap dalam Injil hari ini ketika Yesus berkata kepada Natanael, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia.” (Yoh 1: 51).

Mikhael dalam bahasa Ibrani  "mi-ke-el”  berarti “Siapa yang seperti Allah?” atau “Siapa yang menyamai Allah?”. Santo Mikhael sudah digambarkan sejak zaman permulaan agama Kristen sebagai panglima bala tentara surgawi, dengan tangan kanan menggenggam sebatang tombak yang ia gunakan untuk menyerang Lusifer/Setan, dan tangan kiri menggenggam sepelepah daun palem. Pada pangkal mata tombaknya terikat sehelai panji-panji dari kain lenan bergambar salib merah. Malaikat Agung Mikhael secara khusus dianggap sebagai Penjaga Iman dan pejuang melawan bidah. Secara tradisional Mikhael menjadi pelindung para pedagang, pelaut, polisi, ahli radiologi dan orang sakit.

Kata Gabriel berasal dari kata dasar Ibrani  “geber”  yang berarti  “manusia”.  "El” adalah singkatan dari kata “Elohim” yang berarti  “Allah”. Jadi Gabriel berarti “manusia dari Allah”. Tetapi kata dasar yang sama juga membentuk kata  “gibbor” yang berarti “perkasa”. Dengan demikian Gabriel juga berarti  “Allah kekuatanku” atau  “Keperkasaan Allah.” Ia adalah pewarta misteri-misteri Allah, teristimewa Inkarnasi Allah dan seluruh misteri lain yang terkait dengannya. Ia digambarkan sebagai sebagai berikut: Tangan kanannya menggenggam sebuah lentera dengan sebatang lilin bernyala di dalamnya, dan tangan kirinya menggenggam sebuah cermin dari jasper hijau. Cermin melambangkan hikmat Allah sebagai sebuah misteri yang tersembunyi. Gabriel menjadi pelindung para utusan, pegawai pos, para pewarta radio dan televisi.

Kata  “Rafael” berasal dari kata kerja Ibrani “rāphà“, yang berarti: “menyembuhkan.” Digabung dengan kata “El”  yang berarti  “Allah”, maka Rafael berarti “Allah yang menyembuhkan” atau “Allah menyembuhkan”  (Tobit 3 : 17, Tobit 12 : 15). Rafael digambarkan sedang menuntun Tobia (yang sedang menjinjing seekor ikan yang ia tangkap di Sungai Tigris) dengan tangan kanannya, dan membawa sebuah cawan obat yang terbuat dari alabaster dengan tangan kirinya. Rafael adalah pelindung orang buta, perawat, dokter dan pelancong.

Meskipun Allah tak kelihatan, namun melalui ketiga Maliakat Agung ini Ia menyatakan Kuasa dan kehadiran-Nya.

Sungguh, siapakah yang dapat seperti Allah, yang mengasihi kita hingga memberikan Anak-Nya yang tunggal, yang mengampuni dan menyembuhkan kita? Kita hanya mampu bersyukur kepada-Nya. Seperti Mikael melawan kuasa jahat, Gabriel mewartakan kabar baik keselamatan, dan Rafael membawa kesembuhan, kita pun dipanggil untuk melawan kejahatan dalam segala bentuknya, mewartakan kabar baik dan membawa penyembuhan di manapun kita berada.

Jadilah malaikat-malaikat bagi sesama!

 

Bacaan hari ini :

Dan. 7 : 9 - 10, 13 - 14 atau Why. 12 : 7 - 12a;

Mzm. 138 : 1 - 2a, 2bc - 3, 4 - 5; 

Yoh. 1 : 47 - 51

Sumber :  https://heypasjon.com/malaikat-malaikat-agung

(Renungan Harian dari :
RP Sulvisius Joni Astanto MSC)

Monday, September 28, 2020

Misa New Normal

Hari minggu kemarin, 27 September 2020, akhirnya aku bisa merayakan Ekaristi di gereja lagi setelah 6 bulan gereja ditutup untuk umum. Tentu saja misa kemarin pun dengan menerapkan protocol keamanan sebagai syarat New Normal. Dan protocol keamanan New Normal inilah yang ingin aku abadikan ditulisanku kali ini. Buat kenang-kenangan untuk siapa pun yang berhasil melalui pandemic COVID 19 ini. Apalagi untukku protocol keamanan di gereja-ku ini KEREN pake BANGET.

 

ATURAN UMUM

Umat yang dapat mengikuti Misa Hari Minggu:

  1. Usia yang ditentukan adalah 18-59 TAHUN
  2. Dalam keadaan Sehat (tidak demam/batuk/pilek/sakit tenggorokan/sesak dan punya sakit penyerta seperti Kanker, Diabetes, Darah Tinggi, Jantung, Paru - Paru , Asma dan Ginjal).
  3. Terdata sebagai umat di Paroki ……. sesuai dengan data BIDUK (Kartu Keluarga Katolik)
  4. Sudah terdaftar di Kaling untuk dapat mengikuti Misa Mingguan secara manual.
  5. Lalu mendaftarkan diri secara langsung ke Website Belarasa.
  6. Umat Paroki mendaftar keikutsertaan Misa dengan mengunakan Website BELARASA dari KAJ (website ini terhubung dengan database umat di BIDUK).
  7. Gereja ……………… untuk sementara tidak bisa menerima umat dari luar Paroki mengingat kapasitas Gereja yang dibatasi.

Dan hal ini akan disosialisasikan kepada semua umat. 

Misa diselenggarakan 1 minggu sekali setiap Pk 09.00 WIB


Itu diatas copy paste dari aturan umum yang diedarkan via WAG warga lingkungan. Kalau untuk aturan khususnya kurang lebih seperti ini :

  1. Misa 1 minggu sekali itu dibuat bergantian untuk setiap wilayah di dalam Paroki.
  2. Karena dalam 1 wilayah terdapat beberapa lingkungan, maka tiap lingkungan dibatasi maximal hanya boleh 20 umat yang ikut misa.
  3. Jumlah maximal umat 20 orang per lingkungan itu pun, dibatasi lagi dengan aturan usia dan aturan Kesehatan.
  4. Umat yang mau ikut misa dan mau mendaftar ke website BELARASA, harus mendaftar dulu via Ketua Lingkungan, untuk kemudian nomor HP dan e-mailnya didaftarkan ke website tersebut, dan digunakan untuk konfirmasi data.
  5. Setelah pendaftaran via website dan via Ketua Lingkungan di crosscheck oleh admin, barulah tiap umat yang sudah mendaftar dikirimkan BARCODE.
  6.  BARCODE yang dikirimkan akan digunakan untuk absen masuk ke gereja. Nah nama yang tercantum pada barcode akan di crosscheck juga dengan kartu identitas oleh para petugas Usher.
  7. Sebelum menemui petugas Usher, umat harus di check suhu tubuh oleh petugas keamanan / petugas lainnya yang bertugas.
  8. Sebelum memasuki gereja, umat juga diwajibkan mencuci tangan di tempat-tempat cuci tangan yang telah disediakan.
  9. Kotak Kolekte yang biasanya diputar mengelilingi umat pada waktu misa berlangsung, di New Normal diletakan di pintu-pintu masuk dan dijaga oleh petugas juga.
  10. 1 deret bangku yang biasanya di isi oleh 7 orang, saat ini hanya boleh di isi oleh 2-3 orang, berdasarkan tanda yang sudah disediakan.

  11. Pada waktu mau Komuni, antrian umat juga dijaga oleh para petugas liturgi yang menyemprotkan hand sanitizer ke setiap umat yang akan dan yang sudah menyambut Komuni.



Keren kan protokolnya. Jumlah petugas yang bertugas aja, hampir 1:1 dengan umat yang hadir. 

Tinggal bagaimana nanti tiap umat melaksanakan protokolnya deh. Karena dengan adanya protocol tersebut, buat pergi misa aja memang jadi ribet banget sih. Tapi yah mau gimana lagi, namanya juga New Normal.

Btw, setelah lebih dari 6 bulan tidak jajan Ci Cong Fan (Chee Cheong Fun) akhirnya kemarin jajan itu lagi. Senangnya…. 


Grey_S

Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan

Bacaan liturgi Senin, 28 September 2020

 

Ayub 1 : 6 – 22

Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka datanglah juga Iblis. Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Dari mana engkau?" Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: "Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi”  Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan." Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: "Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah? Bukankah Engkau yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang dimilikinya makin bertambah di negeri itu. Tetapi ulurkanlah tangan-Mu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapan-Mu." Maka firman TUHAN kepada Iblis: "Nah, segala yang dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan tanganmu terhadap dirinya." Kemudian pergilah Iblis dari hadapan TUHAN. Pada suatu hari, ketika anak-anaknya yang lelaki dan yang perempuan makan-makan dan minum anggur di rumah saudara mereka yang sulung, datanglah seorang pesuruh kepada Ayub dan berkata: "Sedang lembu sapi membajak dan keledai-keledai betina makan rumput di sebelahnya, datanglah orang-orang Syeba menyerang dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan." Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: "Api telah menyambar dari langit dan membakar serta memakan habis kambing domba dan penjaga-penjaga. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan." Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: "Orang-orang Kasdim membentuk tiga pasukan, lalu menyerbu unta-unta dan merampasnya serta memukul penjaganya dengan mata pedang. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan." Sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata: "Anak-anak tuan yang lelaki dan yang perempuan sedang makan-makan dan minum anggur di rumah saudara mereka yang sulung, maka tiba-tiba angin ribut bertiup dari seberang padang gurun; rumah itu dilandanya pada empat penjurunya dan roboh menimpa orang-orang muda itu, sehingga mereka mati. Hanya aku sendiri yang luput, sehingga dapat memberitahukan hal itu kepada tuan." Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!" Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut."

 

Setelah minggu lalu, bacaan liturgi diambil dari kitab Pengkotbah, minggu ini dari kitab Ayub. Kisah tentang Ayub ini pernah aku dengar sebelumnya di Kelas Evangelisasi Pribadi, tapi sebenarnya aku sendiri belum selesai membaca Alkitab sampai ke Kitab Ayub ini. Penggalan bacaan diatas pun aku ambil dari bacaan liturgi hari ini, Senin 28 September 2020.

Aku memutuskan untuk mengambil lagi renunganku hari ini dari bacaan liturgi karena lagi-lagi bacaan ini lah yang kembali berhasil menamparku dan membuatku merenungkannya. Sedangkan bacaan rutin yang sedang aku dalami, belum mengena ke dalam batinku. Tapi yah ngga masalah, Tuhan kan berbicara lewat berbagai cara.

 

***

"Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!"

 

Pagi-pagi, baru bangun tidur, ikut misa online pun masih setengah nyawa. Mendengar kalimat yang diucapkan Ayub pada bacaan pertama hari ini, membuat aku tiba-tiba segar, seperti dibangunkan dari tidur dengan cara diguyur air atau ditabok-tabok.

Kok ada yah orang yang beriman seperti Ayub? Yang tetap percaya dengan kebesaran Tuhan meski dalam sekejap ia kehilangan segalanya. Bisakah aku meneladani Ayub dalam hidupku? Baru ditinggal sama gebetan aja rasanya dunia mau runtuh. Baru kehilangan kesempatan bisnis aja, rasanya matahari tidak akan bersinar lagi. Bagaimana kalau di posisi Ayub yah?

Lalu aku juga teringat pada Ibu Elisabeth Diana, ibu dari Ade Sara, remaja usia 19 tahun yang tewas dibunuh secara sadis oleh mantan kekasihnya. Ibu Elisabeth Diana mampu memaafkan pelaku pembunuhan putri semata wayangnya, bahkan mampu memberi kesaksian untuk kemuliaan Tuhan atas peristiwa pahit yang menimpanya.

Aku pribadi tidak (belum) bisa memberikan sharing untuk kutipan yang aku ambil hari ini. Aku hanya berharap bisa sekuat Ibu Elisabeth Diana atau sekuat Ayub bila kelak ada cobaan yang harus kuhadapi.

Aku menyadari semua harta milik di dunia ini adalah anugerah Tuhan. Tuhan yang memberi, Tuhan pula yang akan mengambil. Tidak ada satu hal pun yang selayaknya mengikat diriku di dunia ini, yang lahir telanjang dari rahim ibuku. 


Grey_S

Friday, September 25, 2020

Segala sesuatu ada masanya

Pengkotbah 3 : 1 – 11

Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam; ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun; ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari; ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang; ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara; ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai. Apakah untung pekerja dari yang dikerjakannya dengan berjerih payah? Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan dirinya. Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.”

 

 

Hari ini, Jumat 25 September 2020, aku kembali bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk ikut misa pagi online, padahal semalam aku baru bisa tidur sekitar jam 2.30 pagi, itu pun tidurku tidak bisa nyenyak karena lengan kiri-ku agak sakit setelah 2 hari berturut-turut latihan menggunakan dumbbell. Ditambah oma-ku juga tidurnya tidak nyenyak, beliau mengingau terus, sehingga aku harus terbangun untuk menenangkan beliau.

Aku merasa bersyukur bisa mengikuti misa pagi online karena bacaan liturgi hari ini ternyata masih diambil dari kitab Pengkotbah, dan kata Pastor yang membawakan misa tadi, sampai beberapa hari ke depan bacaan liturgi akan terus diambil dari kitab pengkotbah ini.

Aku yang selama puluhan tahun resmi menjadi Kristiani, tapi tidak pernah mendalami Alkitab, jadi merasa tertampar dengan kitab Pengkotbah ini. Dimana menurutku isi-nya masih sangat sesuai dengan kondisi saat ini. Tidak heran kata-kata di Alkitab sering dijadikan lirik untuk lagu rohani.

Seperti kalimat ini, “ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk menahan diri dari memeluk” ya Tuhan, ini kan cocok sekali dengan kondisi saat ini, dimana kita harus saling menjaga jarak untuk menjaga keamanan satu sama lain dari serangan COVID-19.

Lalu kata-kata, “ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi”, ini juga cocok sekali dengan semua pengusaha dan investor yang mungkin saat ini lagi pada pusing karena bisnisnya berantakan, investasinya hancur lebur.

Ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap” ini juga sangat cocok dengan kondisi semua orang saat ini yang harus mati-matian berjuang bertahan hidup dikondisi yang sangat tidak pasti seperti sekarang ini.

Aku pun saat ini sedang menjalankan "waktu-ku" untuk merawat oma yang sudah membesarkan aku sejak usia 2 bulan. Bila dulu mungkin si oma yang terganggu dengan aku yang selalu terbangun di waktu subuh, maka kali ini aku yang selalu terbangun di waktu subuh untuk menenangkan beliau yang mengigau. Bila dulu si oma yang memasak makanan kesukaanku, dan dengan telaten menyuapiniku, sekarang saatnya aku yang harus memasak makanan-makanan kesukaannya dan sekaligus menyuapinya. Bila dulu si oma yang telaten memandikan aku, maka sekarang waktuku untuk berusaha telaten memandikan beliau.

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya.” Saat ini aku mensyukuri hal ini, karena aku merasa beberapa hal yang kurang menyenangkan untukku di masa lalu, malah membuatku bisa menjalani hidupku dengan tenang saat ini.

Contoh, sebenarnya aku kecewa dengan perjalanan karirku 3 tahun terakhir, dimana aku merasa seperti sedang berjalan ditempat. Aku mencoba mencari tantangan baru, dengan melamar di perusahaan-perusahaan yang lebih besar dari perusahaan tempatku bekerja sebelumnya, namun selalu gagal karena aku dianggap kurang pengalaman dalam menghadapi masalah-masalah yang mungkin terjadi di perusahaan yang lebih besar itu.

Tapi kegagalan-kegagalan itu, saat ini malah membuatku bersyukur, karena perjalanan karirku yang stagnant, malah membuatku lebih mudah dalam memilih, saat aku harus dihadapi dengan pilihan merawat nenekku atau tetap melanjutkan karirku.

Soal bagaimana masa depanku nanti, yah pastinya aku harus kembali menyerahkan semuanya ke Tuhan. Toh sebagai manusia biasa aku tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir sebelum semua itu terlewati. Saat ini aku hanya bisa memohon rahmat untuk dapat memahami apa yang Allah kehendaki dari hidupku, sambil tetap menjalani pekerjaan-pekerjaan yang masih bisa aku lakukan.


Grey_S

Thursday, September 24, 2020

Segala sesuatu adalah sia-sia

Pengkotbah 1 : 2 – 11

Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia. Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah di bawah matahari? Keturunan yang satu pergi dan keturunan yang lain datang, tetapi bumi tetap ada. Matahari terbit, matahari terbenam, lalu terburu-buru menuju tempat ia terbit kembali. Angin bertiup ke selatan, lalu berputar ke utara, terus-menerus ia berputar, dan dalam putarannya angin itu kembali. Semua sungai mengalir ke laut, tetapi laut tidak juga menjadi penuh; ke mana sungai mengalir, ke situ sungai mengalir selalu. Segala sesuatu menjemukan, sehingga tak terkatakan oleh manusia; mata tidak kenyang melihat, telinga tidak puas mendengar. Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari. Adakah sesuatu yang dapat dikatakan: "Lihatlah, ini baru!"? Tetapi itu sudah ada dulu, lama sebelum kita ada. Kenang-kenangan dari masa lampau tidak ada, dan dari masa depan yang masih akan datang pun tidak akan ada kenang-kenangan pada mereka yang hidup sesudahnya.“

 

Bacaan liturgi hari ini (Kamis, 24 September 2020) sungguh menampar wajah saya. Disatu sisi saya merasa tertampar, tapi disisi lain saya merasa beruntung dan berbahagia karena mendapat kesempatan menemukan ayat ini di Alkitab. Kitab suci umat Kristiani.

Sebenarnya kata-kata yang kurang lebih memiliki arti yang mirip, sering saya temukan dalam ungkapan-ungkapan yang berasal dari ajaran Budha, sehingga Ketika saya menemukan ungkapan yang sama dari Alkitab, Kitab Suci agama saya sendiri, hal ini membuat saya sangat bahagia dan membuat iman saya semakin dikuatkan. Saya menjadi tambah bersyukur diberi kesempatan untuk memperdalam iman saya saat ini.

Sedikit sharing saya tentang renungan akan kesia-siaan ini.

 

Dulu, saat saya masih lebih muda dari sekarang, saya adalah seorang yang sangat ambisius. Apalagi ditambah dengan kemajuan teknologi dan social media yang sangat berkembang pesat sejak saya remaja hingga saat ini, yang membuat saya sempat hidup dalam persaingan-persaingan semu dengan teman-teman sebaya.

Si A baru lulus sudah mendapat pekerjaan di perusahaan xxx, dengan jabatan yyy. Baru bekerja sekian lama sudah bisa memiliki asset aaa, bbb, ccc, dan seterusnya.

Si B memiliki wajah dan fisik yang body goal banget, punya pacar yang cakep dan sexy banget, kaya lagi.

Si C juga begini begitu, pokoknya bikin iri.

 

Kebutuhan untuk bisa ikut dipandang oleh orang lain, membuatku selalu menerapkan standard sempurna untuk semua hal yang aku lakukan. Aku pun bekerja keras mati-matian untuk semua hal yang aku impikan, yang ujung dari semua itu adalah untuk mencapai kesempurnaan sesuai standard yang aku terapkan, agar aku bisa mendapat perhatian dari orang-orang yang aku harapkan.

Tapi ternyata semua yang aku lakukan, semua yang aku kejar, dan semua yang aku dapatkan, tetap tidak membuatku merasa bahagia. Aku malah hampir kehilangan hal-hal yang sangat berharga dalam hidupku.

Kerja keras mati-matian, sampai pergi pagi pulang pagi lagi, demi mendapat jabatan dan gaji yang tinggi, malah hampir membuatku kehilangan waktu berharga dengan orang-orang yang kucintai dan mencintaiku. Aku pun hampir kehilangan kesehatanku, karena terjebak dengan gaya hidup yang tidak sehat.

Berusaha menarik perhatian orang-orang yang kuharapkan menjadi teman, dengan menghabiskan waktu luangku dengan mereka, juga ternyata malah hampir membuatku kehilangan waktu dengan sahabat-sahabat sejatiku. Saat Bersama orang-orang yang tidak jelas itu, aku bukannya mendapat persahabatan bagai kempompong seperti yang kuharapkan, namun malah sering kali mendapatkan pengkhianatan dan kepalsuan-kepalsuan belaka.

Kepahitan demi kepahitan, penolakan demi penolakan, kegagalan demi kegagalan dalam mencapai kesempurnaan, malah akhirnya membuatku semakin terjatuh ke dalam jurang kegelapan bernama DEPRESI.

Puji Tuhan, dititik-titik terendahku itu, Tuhan masih menyelamatkan hidupku dengan memberikanku kemampuan untuk “mendengar suara-suara positif” yang melintas di otakku.

“Sebenarnya apa sih yang sedang kamu lakukan Grey? Apa yang sedang kamu cari?”

“Bukankah kamu sudah memiliki semua yang belum tentu orang lain miliki?”

“Bukankah kamu tidak pernah hidup dalam kekurangan sedikit pun?”

“Apa yang sedang kamu pertahankan? Bukankah suatu saat pun memang semua akan berakhir?”

 

Yah. Bila suatu saat semua memang akan berakhir, maka semua yang aku perjuangkan untuk apa? Untuk siapa? Bukankah semua yang aku lakukan selama ini hanyalah sia-sia belaka?

Saat itulah pikiran pikiranku berkecamuk hebat. Antara ego-ku dan akal sehat-ku saling berperang. Ego-ku ingin mempertahankan standard kesempurnaan yang aku ciptakan sendiri dan yang berlaku dimata kebanyakan orang lain, tapi akal sehat-ku sudah lelah dengan semua itu.

Tidak mudah bagiku untuk “melepaskan” ego-ku sebagai manusia. Sampai detik ini pun aku masih berjuang untuk benar-benar bisa melepaskan ego-ku. Tapi kali ini aku ingin membawa Tuhan dalam setiap perjuanganku melawan ego-ku sendiri. Karena memang sangat aku rasakan, hidup dalam Tuhan, membuat semua beban hidupku terasa lebih ringan. Dan hidup dijalan Tuhan, ternyata malah membuat hidupku lebih berarti.

 


Grey_s