Thursday, March 18, 2021

Seperti Fajar

Minggu lalu, hampir seminggu penuh aku mengalami desolasi. Akibat perasaan desolasi itu, depresiku pun kambuh. Perasaan bersalah terus menghantuiku. Padahal aku tau, Tuhan akan selalu mengampuniku. Ia akan selalu mendampingiku.

Puji syukur kepada Tuhan, Ia memberiku petunjuk lewat frater, yang aku hubungi juga karena mengikuti petunjuk dari buku LRP. “Ingat Mazmur 23: sekalipun aku berjalan dalam lembah “kegelapan”, Engkau tetap besertaku. Desolasi yah kegelapan itu. Tetap berdoa dan mohon penyertaan Allah.” begitu pesan frater.

Maka setelah chat aku langsung berdoa. Tapi hari ini aku sedang tidak ingin berdoa dengan duduk manis. Aku ingin merenungkan semua kejadian-kejadian yang aku alami seminggu ini sambil berjemur dibawah sinar matahari pagi. Kebetulan pagi itu matahari bersinar cukup hangat.

Dalam percakapan rohani yang aku lakukan sambil berjemur, aku mengungkapkan semua perasaan sesalku, aku memohon untuk bisa keluar dari suasana kelam tersebut. Aku bercerita bahwa akibat perasaan desolasi yang berhari-hari, depresiku mulai kambuh, aku jadi tidak bisa berpikir dan semakin tidak bisa menyelesaikan tugas-tugasku. Lalu ketika aku sudah tidak bisa bercerita lagi, dan membiarkan suasana hening untuk sebagai waktu mendengarkan, tiba-tiba ada awan yang bergerak menutupi matahari, membuat sinar matahari yang sedang menyinariku meredup, namun hal tersebut berlangsung tidak lama. Ketika awan itu berlalu, sinar matahari kembali menghangatkan tubuhku.

Pada saat sedang memperhatikan fenomena tersebut sambil masih mengambil sikap mendengarkan, aku merasa ada bisikan yang muncul “Matahari akan bersinar lagi. Tenang saja, matahari-nya akan bersinar lagi.”

Saat itu lah aku tidak bisa membendung air mataku. Perasaan desolasi yang sudah menghantuiku selama berhari-hari tiba-tiba dipulihkan. Aku merasakan lagi kehadiran Tuhan di dekatku. Aku kembali merasa dicintai. Aku kembali merasa berharga.

Lalu lewat sharing iman dengan kelompok LRP-ku, aku juga diingatkan oleh salah seorang peserta bahwa, kita tetap harus bersyukur bisa mengalami pengalaman desolasi tersebut, sehingga kita bisa tetap rendah hati dan tetap bisa merasakan kasih Tuhan. Kalau tidak pernah mengalami hal itu, mungkin saja buntut-buntutnya aku bisa menjadi tinggi hati.

Yah, aku bersyukur mengalami hal ini. Setidaknya aku jadi punya bahan untuk sharing iman kepada orang lain. Aku juga jadi memiliki pengalaman yang berbeda dari pengalaman LRP yang sebelumnya

Apalagi peserta lainnya juga meneguhkanku lewat pernyataannya yang mengatakan, setelah mendengar sharingku, ia jadi teringat dengan lagu “Janji-Mu S’perti Fajar”, dimana lagu itu memang persis menggambarkan pengalamanku saat itu, dan juga seperti menjadi pengantar untuk retret minggu ke-4 yang akan kami jalani. Dimana untuk minggu ke-4 ini, kami akan diajak merenungkan Cinta Tuhan yang bagaikan sinar matahari dan mengalir seperti air di sungai. 

Sungguh luar biasa Tuhan dalam memberikan pengajaran hidup.

 

JanjiMu S'perti Fajar

 

Ketika kuhadapi kehidupan ini

Jalan mana yang harus ku pilih

Ku tahu ku tak mampu

Ku tahu ku tak sanggup

Hanya Kau Tuhan tempat jawabanku

 

Aku pun tahu ku tak pernah sendiri

Sebab Engkau Allah yang menggendongku

TanganMu membelaiku

CintaMu memuaskan ku

Kau mengangkatku

Ke tempat yang tinggi

 

JanjiMu seperti fajar pagi hari

Dan tiada pernah terlambat bersinar

CintaMu seperti sungai yang mengalir

Dan ku tahu betapa dalam kasihMu


Grey_S

Thursday, March 11, 2021

KESERAKAHAN

Saat ini aku sedang mengikuti sebuah retret Latihan Rohani Pemula St Ignasius Loyola yang cukup popular dengan pembelajaran tentang Pembedaan Roh-nya. Dimana dalam Latihan Rohani ini, seluruh peserta diajak untuk belajar membedakan mana Roh Baik dan mana roh jahat lewat renungan-renungan yang harus dilakukan setiap hari. Pedoman sederhananya, Roh Baik akan selalu membawa manusia mendekat kepada Tuhan, dan roh jahat akan selalu melakukan sebaliknya.

2 minggu pertama saat memulai retret Latihan Rohani, aku tidak mengalami terlalu banyak kendala dalam perenungan-perenunganku. Aku hanya sedikit merasakan desolasi[1] ringan di 2 hari pertama, namun selanjutnya aku sudah dapat menikmati retret ini atau istilahnya aku dapat merasakan kontemplasi[2] dan mengalami konsolasi[3].

Tema renungan minggu ke-3 adalah “Cinta Yang Dilaksanakan” dimana sub tema untuk hari senin adalah “Aku Mengingat Anugerah yang Telah Kuterima”.

Pada saat harus merenungkan anugerah-anugerah yang telah aku terima dalam hidupku, tiba-tiba saja aku merasa roh jahat berusaha menguasai pikiran dan hawa nafsuku. Pada saat aku berhasil mengingat dengan jelas apa saja anugerah-anugerah yang telah aku terima, di saat yang sama aku juga mendengar dengan jelas suara yang berbisik:

tapi itu kan bukan yang kamu mau. Tuhan itu jahat karena Ia tidak pernah mengabulkan apa pun yang kamu mau.”

lihat orang-orang yang Tuhan kirim ke sekitarmu, semua bermasalah, dan tidak ada yang bisa membuat kamu bahagia.

Bisikan itu terus berulang-ulang, sampai malam itu aku malah sempat merasa marah kepada Tuhan.

Namun persis seperti yang dituliskan dalam catatan Pedoman Pembedaan Roh, di saat aku tetap berusaha berbicara kepada Tuhan, meski dengan perasaan marah, secara perlahan aku juga diberi kesadaran oleh Roh Baik bahwa aku sedang dalam pengaruh roh jahat.

Setelah sadar sepenuhnya, aku jadi ketakutan sendiri, dan mulai berdoa memohon pengampunan dan dilanjutkan dengan membaca Alkitab. Luar biasanya, seakan-akan Tuhan ingin berbicara denganku, ayat emas yang aku dapat malam itu adalah:

Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau KESERAKAHAN disebut saja pun jangan diantara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus.” – Efesus 5: 3

Tanpa disadari aku hampir saja dikuasai roh keserakahan. Tuhan selalu memenuhi kebutuhanku, aku tidak pernah kekurangan sedikit pun. Bahkan disaat pandemic dan krisis ekonomi seperti ini, aku tetap tidak pernah kekurangan. Aku masih bisa makan tiap hari, aku masih bisa tidur di kasur yang hangat, di rumah yang nyaman dan aman. Tapi roh keserakahan, membuatku menginginkan lebih dari yang aku butuhkan.

Terima kasih Tuhan atas semua anugerah yang Kau beri. Maafkan aku yang tidak pernah puas ini. Terima kasih Roh Baik sudah memberikanku kesadaran atas kebaikan-kebaikan Tuhan yang telah aku terima. Amen.



[1] Desolasi = Kesepian Rohani, merasa jauh dari Tuhan dan tidak layak untuk mendekat

[2] Kontemplasi = Renungan dan sebagainya dengan kebulatan pikiran atau perhatian penuh;

[3] Konsolasi = Penghiburan; Hiburan Rohani; merasakan kedekatan dengan Tuhan

Monday, March 8, 2021

Perbuatan Ajaib Tuhan

Lagi-lagi late post yah. Karena aku ngga sanggup juga kalau ketemu renungan yang mengena langsung posting panjang, apalagi yang mau aku tuliskan adalah sharing iman pribadi, jadi yah butuh waktu khusus untuk menulis sambil mengingat-ingat.

Tuhan sungguh luar biasa sih, minggu lalu aku memang sedang memiliki pergumulan, dan bisa-bisanya Ia seperti mengingatkanku 3 hari berturut-turut. Latihan Rohani Pemula yang sedang aku lakukan, plus renungan kitab suci, plus renungan pas misa harian, semua temanya bisa nyambung dengan pergumulanku.

Kalau kemarin-kemarin yang mengena di aku kata-kata dari bacaan Kitab Suci, maka yang kali ini dari kata-kata Mazmur. Mazmur ada di kitab suci juga sih, tapi kalau di Gereja Katolik Mazmur lebih sering dinyanyikan dibanding dibacakan, kecuali kayak kondisi sekarang ngga ada yang nyanyiin, ya udah deh dibacain.

Nah di Mazmur tanggal 5 Maret 2021, kata-katanya seperti ini:

“Ingatlah perbuatan-perbuatan ajaib yang dilakukan Tuhan.”

Lalu bacaan-bacaan pada hari itu, kalau direnungkan, 2-2nya juga mengenai perbuatan ajaib Tuhan yang Ia lakukan untuk misi penyelamatan manusia, meski semua berawal dari perbuatan dosa manusia.

Di bacaan pertama, itu tentang Yusuf yang dijual oleh saudara-saudaranya karena mereka iri hati dan dengki, tapi karena perbuatan tersebut, justru bangsa mereka diselamatkan dari bencana kelaparan yang terjadi belasan tahun kemudian.

Di bacaan kedua, itu juga tentang nubuat akan penyaliban Yesus, yang juga didasari oleh iri hati dan dengki para pemuka agama saat itu. Namun seperti yang dipercaya oleh seluruh umat Kristiani, bahwa penyaliban tersebut malah menjadi penebusan dosa umat manusia.

Nah berdasarkan kedua bacaan plus Mazmur dalam misa harian tanggal 5 Maret 2021, aku mau membagikan pengalaman iman pribadiku. Semoga berguna bagi yang menemukan tulisan ini yes.

Aku bahkan tidak bisa menuliskan satu per satu perbuatan-perbuatan ajaib Tuhan dalam hidupku, karena terlalu banyak dan sambung menyambung. Jadi sebenarnya untuk yang berhasil menemukan tulisan ini, sebaiknya sekalian saja telusuri blog yang aku tulis dari tahun 2008 ini.

Kejadian yang paling dekat yang bisa aku ceritakan, karena baru saja kejadian dalam 2 minggu terakhir ini adalah ketika aku merasa lelah dan tidak sabar lagi dalam menghadapi seorang teman yang memang membutuhkan perhatian khusus, sayangnya anak ini juga memiliki ego yang cukup tinggi dan kesenangan yang aneh, yaitu mencari perhatian lewat keributan.

Aku kenal anak ini saat aku mengikuti sebuah pengajaran di Gereja-ku. Dia tidak memiliki teman dekat karena semua orang dibuat tidak nyaman dengan kesenangannya mencari perhatian lewat keributan tersebut. Dia juga di black list hampir di semua komunitas yang ia ikuti. Namun saat mengenal anak ini, dan mencoba lebih memperhatikannya, aku malah menjadi iba. Sehingga pada saat semua teman-teman menyerah untuk menemani anak ini, aku memutuskan untuk tidak ikutan menyerah.

Dan sudah setahun terakhir aku berusaha sabar dalam menghadapi anak ini, berusaha berbicara baik-baik, meski dia juga selalu berusaha membuatku kesal dan marah. Sampai akhirnya 2 minggu lalu, dia berhasil membuatku kehilangan kesabaran. Akhirnya aku berbicara cukup ketus dan secara terang-terangan aku mengatakan aku bosan dan lelah mendengarkan semua keluhan dia tentang semua orang di dunia ini, yang menurut dia tidak ada yang bersikap baik padanya. Tapi setelah puas marah-marah sama anak itu, aku merasa menyesal sendiri.

Sekitar semingguan aku berpikir bagaimana untuk menjadi teman bagi anak ini, kalau dia tidak berubah, aku juga lelah dan tidak sanggup menemani terus menerus, tapi kalau dia tidak ditemani, aku juga kasihan. Disaat aku sudah tidak sanggup berpikir sendirian lagi, akhirnya hari senin lalu aku meminta waktu untuk konseling ke Pembina kami.

Luar biasanya, si ibu Pembina ini cerita, di minggu yang sama saat aku jadi bermasalah dan jadi kepikiran dengan anak itu, si ibu juga sedang memikirkan anak itu. Apalagi ia melihat anak itu sedang luntang-lantung di jalan. Jadi si ibu pun berdoa supaya Tuhan memberikan ia jalan untuk berkomunikasi dengan anak itu dan agar anak itu mau konseling dan bisa diajak berdamai dengan keadaan.

Mendengar cerita dari Ibu Pembina, aku jadi merasa bahwa aku dibiarkan untuk kehilangan kesabaran oleh Tuhan agar aku meminta tolong ke orang yang lebih berpengalaman, dan lebih mampu untuk menolong anak tersebut. Dan karena aku memutuskan bercerita kepada Ibu Pembina, kami jadi punya jalan keluar untuk membantu anak itu, plus aku juga jadi menemukan jalan keluar untuk membantu masalah yang sedang dihadapi oleh saudara sepupuku sendiri. 2 masalah menemukan jalan keluar, karena 1 emosi yang meledak yang memberikan rasa penyesalan.

Luar biasanya Tuhan, saat akhirnya aku mencoba menghubungi lagi anak itu, untuk membujuk dia ikut konseling, tiba-tiba dia menyatakan bersedia. Padahal aku sudah takut anak ini akan menolak dan aku akan mengalami kesulitan saat membujuk dia.

Yah sebelum berbicara lagi dengan anak ini, aku juga berdoa sih supaya aku bisa berbicara dengan lebih tenang dan bisa mengutarakan maksudku lebih mudah, dan juga supaya anak ini bersedia. Ehh beneran. Baru 1x diomongin, anak ini langsung bersedia. Aku langsung merasa sukacita luar biasa.

Aku merasa sedikit berbangga hati, tugas evangelisasi pertamaku berhasil aku jalani dengan baik. Setidaknya meski secara karir di dunia aku tidak bagus-bagus banget, yah kali secara tugas pewartaan aku bisa lebih baik. Sekarang aku tinggal harus mendoakan agar anak ini benar-benar bisa menemukan kedamaian dan akhirnya bisa memiliki teman-teman lain sehingga tidak melulu bergantung kepadaku.

Cerita diatas baru salah satu dari banyak kejadian ajaib yang aku rasakan dalam hidup. Masih banyak lagi yang sebenarnya bisa aku ceritakan. Tapi yah itu bisa ngga abis-abis ceritanya.  



Grey_S

Friday, March 5, 2021

Mengandalkan Tuhan

Lagi-lagi late post, karena ini harusnya tema misa harian kemarin, Kamis 4 Maret 2021. Di postingan kali ini, aku mau sharing iman aja berkaitan dengan tema mengandalkan Tuhan, karena kalau buat pemahaman atau cerita-cerita sebab akibat mungkin sudah banyak yah, ayatnya juga straight to the point, dan aku juga tidak mau malah jadi menggurui, jadi yah kalau untuk ayatnya renungkan masing-masing aja lah.

***

Ini adalah renungan perjalanan hidupku:

Sepanjang aku bisa mengingat, aku akui bahwa sebelum kejadian pandemi Covid 19 ini, aku bukanlah orang yang 100% mengimani Tuhan. Aku memang mengakui adanya Tuhan, karena sejak kecil sudah ditanamkan kepercayaan itu, tapi aku belum memahami apa itu beriman kepada Tuhan.

Dalam membuat keputusan apapun itu, aku masih mengandalkan orang-orang disekitarku atau diriku sendiri. Akhirnya jadilah aku selalu galau dalam membuat keputusan. Itu pun sering sekali aku salah dalam membuat keputusan, yang membuat aku semakin sering tidak percaya diri khususnya saat harus membuat keputusan-keputusan besar.

Sepanjang aku bisa mengingat-ingat, sebelum kejadian pandemi Covid 19 ini, hanya ada 2 keputusan yang aku minta ijin Tuhan ketika memutuskannya. Yang pertama, keputusan untuk pergi ke Beijing pada tahun 2008 lalu, yang kedua, keputusan untuk menerima partnerku sebagai teman hidupku. Maka itu sampai saat ini, yah hanya 2 peristiwa itu yang dapat aku banggakan ketika harus bercerita kepada orang lain. Sisanya… yah keputusan yang sia-sia, setidaknya sampai saat ini sisanya masih menjadi keputusan yang sia-sia.

Meski dikantor aku berpengalaman cukup lama, sempat menduduki posisi yang cukup bagus, dan secara akademis, pendidikanku cukup tinggi, toh sekarang aku masih sulit mendapat pekerjaan baru.

Meski aku mati-matian berhemat, hidup irit-irit, toh saat ini aku sedang deg-deg-an parah karena uang tabungan yang aku investasikan belum dapat dicairkan, dan masih belum ada kejelasan untuk penyelesaiannya.

Meski waktu mengundurkan diri dari kantor dulu, aku tetap santai karena aku merasa memiliki bisnis yang cukup potensial, toh akhirnya tetap saja bisnis itu bangkrut dan malah membuatku memiliki hutang bank hingga ratusan juta.  

Jadi apa yang bisa aku banggakan dengan keputusan-keputusanku sendiri, yang aku akui, saat itu aku tidak meminta ijin atau berdiskusi sama Tuhan saat membuat keputusan. Aku hanya mempercayai saran orang-orang disekitarku dan diriku sendiri. Jadilah semua sia-sia dan malah jadi saling menyalahkan.

Aku bersyukur dengan pandemi Covid 19 ini, aku malah merasa diselamatkan oleh Tuhan. Meski banyak masalah berat yang harus aku hadapi, tapi aku diberi kekuatan untuk menghadapi itu semua. Aku pun diberi rahmat untuk dapat memahami kesalahan-kesalahan yang dulu aku perbuat, sehingga bila diberi kesempatan aku bisa memperbaiki diri.

Kegiatan yang turun drastis pun, membuatku memiliki waktu untuk berbincang-bincang dengan Tuhan dan mencoba memahami apa yang Ia kehendaki dalam hidupku, termasuk tentang menggantungkan harapanku hanya kepadaNya, bukan kepada manusia biasa apalagi allah-allah lain.

Demikian sharing imanku, semoga berguna bagi yang menemukan tulisan ini. 


Grey_S

Melayani dan Dilayani

Tema tentang melayani dan dilayani, sebenarnya adalah tema untuk misa harian Rabu 3 Maret 2021, tapi karena kebetulan banget tema ini lagi sangat mengena di hatiku, jadi aku ingin menuliskannya ulang sebagai tulisan di blog. Yah balik lagi, hitung-hitung sebagai pengingat bahwa aku pernah merenungkan tema Melayani dan Dilayani ini.

Ok. Aku mulai cerita yah.

***

Perenungan kali ini sebenarnya berawal dari perdebatanku dengan partner di malam sebelumnya, Selasa 2 Maret 2021, karena aku merasa dia kurang perhatian terhadapku, bahkan lebih tepatnya dia tidak tertarik sama sekali dengan hal-hal yang justru menarik perhatianku.

Namun saat aku bertanya untuk memastikan perasaanku, partnerku malah semakin tidak nyaman. Nada bicaranya semakin tinggi, dan ia malah semakin ingin menyudahi sesi telponan kami malam itu. Jujur saja, aku jadi semakin kecewa dengan sikapnya, dan itu malah membuatku semakin overthinking.

Seperti biasa, bila aku mulai overthinking terhadap sesuatu hal, maka Roh-roh jahat mulai berusaha meracuni pikiranku. Aku mulai menghitung hal-hal yang sudah aku lakukan terhadap partnerku, dan hal-hal yang ia sudah lakukan untukku. Dan bila kita sudah menghitung untung rugi dari perbuatan yang sudah kita lakukan, sudah dipastikan kita sudah mulai berharap balasan atas semua yang pernah kita lakukan. Apalagi kalau kita “merasa” kita sudah memberikan “lebih banyak”. Dan bila balasan yang kita harapkan itu tidak terjadi, lama kelamaan pasti ada perasaan lelah, jenuh, dan ingin menyerah saja. Itulah yang aku rasakan pada malam itu.

Lalu pada hari Rabu tanggal 3 Maret 2021 pagi, aku menerima Broadcast renungan harian dari komunitas pendoa.

Tulisannya seperti ini:

Pertobatan berarti belajar berbuat baik. Tetapi siap-siaplah bahwa kebaikan akan dibalas dengan kejahatan bahkan oleh orang-orang yang kita bela (Yer 18:18-20). Orang-orang sekitar kita tidak mengerti kebaikan kita tapi hanya memanfaatkan diri kita sesuai kepentingan masing-masing (Mat 20:17-28). Semua itu akan menguji ketulusan pelayanan dan kesaksian hidup kita. "Anak manusia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani."


Deg.

Tiba-tiba aku merasa ditegur lewat ayat tersebut.

Bersikap baik terhadap partner, setia mendampinginya dalam suka dan duka, dalam sehat dan sakit, dalam kaya dan miskin, itu kan memang merupakan bentuk tanda cinta dan pelayananku kepadanya. Aku memutuskan untuk tetap bersamanya pun karena aku menyadari ia lah yang dikirim Tuhan sebagai pasanganku. Saat aku memutuskan untuk mengikuti Tuhan Yesus dengan segenap jiwaku, dan sepenuh hatiku, masa iya, aku meninggalkan orang yang sudah Tuhan kirim untukku?

"Anak manusia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani."

Ayat itu jelas sekali memintaku untuk berhenti berharap akan dilayani. Bila memang ingin sepenuh hati dan segenap jiwa mengikuti Tuhan Yesus, maka aku hanya boleh berharap untuk selalu diberi kesempatan bisa melayani, bukan dilayani. Termasuk kepada partnerku. 



Grey_S