Hari ini tepat 2 minggu aku meninggalkan rumah dan keluargaku untuk “mengembara” di negara lain. Sepertinya aku sudah mulai merasakan yang namanya “homesick”, rasa rindu rumah yang biasa dialami oleh orang-orang yang sedang mengadu nasib di luar kota / luar negeri. Salah seorang temanku bahkan sampai menangis setiap kali ingat keluarga di Jakarta.
Beberapa hari terakhir ini, sejak kelasku dimulai, hampir setiap pagi aku terbangun karena seperti mendengar suara oma-ku membangunkan aku seperti biasanya. Alhasil, sampai hari ini meski tiba di kelas mepet-mepet, tapi tidak pernah sampai telat datang. Padahal biasanya aku paling susah bangun pagi sendiri.
Aku juga mulai rindu makanan-makanan rumah. Khusunya masakan oma-ku. Apalagi disini kalau sudah malam susah sekali untuk mencari tukang makanan yang dekat dengan asrama dan murah meriah. Yang paling dekat cuma kantin asrama yang makanannya semua tanpa rasa. Murah she, tapi setiap kali makan disana aku harus minta garam di piring kecil. Sampai-sampai sempat pelayannya tersinggung tapi apa mau di kata, makanannya memang tawar sekali. Ada satu lagi kedai sate dan rebus-rebusan yang lumayan enak di belakang asrama, yang biasa kami sebut “MALATANG”. Karena semua makanan di situ dibakar atau di rebus dalam kuah asin. Kalau setiap malam makan “malatang” bisa-bisa dalam beberapa hari aku bisa panas dalam.
Tempat makan lainnya selain mahal juga jauh. Aku harus naik sepeda atau jalan kaki sejauh 1-2 km untuk sampai ke rumah makan itu. Ada juga seh yang bisa pesen delivery tapi akunya belum bisa bicara jelas. Mau masak disini adanya kompor listrik. Sedangkan aku paling ga suka masak dengan listrik karena tidak mudah mengatur panasnya. Aku jadi kangen masak-masak di rumah.
Sebenernya aku juga sebel kalau akhir minggu tiba. Itu artinya waktunya cuci baju. Karena baju yang aku bawa dari Jakarta persis cuma untuk 1 minggu. Makanya aku harus nyuci baju untuk di pakai hari Senin berikutnya. Memang seh cuci baju disini bisa menggunakan mesin cuci, tapi buat jemur pakaian dan setrika yang ribet. Akhirnya 2 minggu ini bajuku tidak satupun yang di setrika. Alhasil agak lecek-lecek gitu waktu dipakai. Waktu aku cuci kaos kaki, tangan aku sampai berdarah karena lecet. Aku jadi kebayang susah dan repotnya kerjaan si Mbak di rumah.
Beberapa temanku menawarkan untuk ikut mereka mencari pekerjaan disini. Kata mereka gaji untuk orang asing disini jauh lebih besar daripada gaji penduduk local. Tapi aku berpikir lagi, kalau aku harus bekerja sama dengan orang-orang yang masih punya kebiasaan buruk tentang kebersihan sanitasi dan hampir tidak punya sopan santun dalam bersosialisasi, bisa –bisa aku makan hati setiap hari. Jadi mending ga usah terlalu lama lha disini. Cukup 1 tahun saja. Seandainya masih betah pun, paling aku tambah ½ tahun.
Rasanya bener-bener kangen sama rumah, keluarga dan teman-teman. Tapi ini satu-satunya cara untuk aku belajar mandiri dan lebih dewasa.
GreyS
Beberapa hari terakhir ini, sejak kelasku dimulai, hampir setiap pagi aku terbangun karena seperti mendengar suara oma-ku membangunkan aku seperti biasanya. Alhasil, sampai hari ini meski tiba di kelas mepet-mepet, tapi tidak pernah sampai telat datang. Padahal biasanya aku paling susah bangun pagi sendiri.
Aku juga mulai rindu makanan-makanan rumah. Khusunya masakan oma-ku. Apalagi disini kalau sudah malam susah sekali untuk mencari tukang makanan yang dekat dengan asrama dan murah meriah. Yang paling dekat cuma kantin asrama yang makanannya semua tanpa rasa. Murah she, tapi setiap kali makan disana aku harus minta garam di piring kecil. Sampai-sampai sempat pelayannya tersinggung tapi apa mau di kata, makanannya memang tawar sekali. Ada satu lagi kedai sate dan rebus-rebusan yang lumayan enak di belakang asrama, yang biasa kami sebut “MALATANG”. Karena semua makanan di situ dibakar atau di rebus dalam kuah asin. Kalau setiap malam makan “malatang” bisa-bisa dalam beberapa hari aku bisa panas dalam.
Tempat makan lainnya selain mahal juga jauh. Aku harus naik sepeda atau jalan kaki sejauh 1-2 km untuk sampai ke rumah makan itu. Ada juga seh yang bisa pesen delivery tapi akunya belum bisa bicara jelas. Mau masak disini adanya kompor listrik. Sedangkan aku paling ga suka masak dengan listrik karena tidak mudah mengatur panasnya. Aku jadi kangen masak-masak di rumah.
Sebenernya aku juga sebel kalau akhir minggu tiba. Itu artinya waktunya cuci baju. Karena baju yang aku bawa dari Jakarta persis cuma untuk 1 minggu. Makanya aku harus nyuci baju untuk di pakai hari Senin berikutnya. Memang seh cuci baju disini bisa menggunakan mesin cuci, tapi buat jemur pakaian dan setrika yang ribet. Akhirnya 2 minggu ini bajuku tidak satupun yang di setrika. Alhasil agak lecek-lecek gitu waktu dipakai. Waktu aku cuci kaos kaki, tangan aku sampai berdarah karena lecet. Aku jadi kebayang susah dan repotnya kerjaan si Mbak di rumah.
Beberapa temanku menawarkan untuk ikut mereka mencari pekerjaan disini. Kata mereka gaji untuk orang asing disini jauh lebih besar daripada gaji penduduk local. Tapi aku berpikir lagi, kalau aku harus bekerja sama dengan orang-orang yang masih punya kebiasaan buruk tentang kebersihan sanitasi dan hampir tidak punya sopan santun dalam bersosialisasi, bisa –bisa aku makan hati setiap hari. Jadi mending ga usah terlalu lama lha disini. Cukup 1 tahun saja. Seandainya masih betah pun, paling aku tambah ½ tahun.
Rasanya bener-bener kangen sama rumah, keluarga dan teman-teman. Tapi ini satu-satunya cara untuk aku belajar mandiri dan lebih dewasa.
GreyS
1 comment:
ganteeeeeeeeeeeeeeeenk.. cepet pulang ya sayaaaang.. qiqiqiqi..
gue tu doyan godain elu :P... wah nyuci mpe berdara2 gitu? busyet.. hati2 bu.. gue juga ga nyuci baju sendiri seeech.. secara males.. :P..
niwei.. sabar ya Grey.. take things easy.. and SEMANGAD!!!!
Post a Comment