Sunday, February 2, 2020

Tentang Melepaskan

Malam ini ada teman yang sedang galau di Twitter sepertinya, sehingga akhirnya memancing perbincangan tentang MELEPASKAN ini.

Karena ini merupakan topic yang cukup panjang, aku memilih untuk menuliskannya via blog aja. Kalau ada yang nemu syukur, kalau ngga ada yang nemu pun, tulisan ini cukup buat sharing pribadi aja dan pengingat kembali untuk diriku sendiri.

Oh ya, tulisan ini tidak akan berbicara tentang bagaimana cara MELEPASKAN atau MENGIKLHASKAN, karena sebagai manusia yang masih belajar di dunia, aku sendiri belum 100% berhasil menjadi orang yang ILKHAS, tapi sedikit banyak aku sedang berproses, dan proses ini yang ingin aku bagikan.

***

Sejak kecil, aku memiliki keterikatan yang sangat kuat terhadap cukup banyak hal. Mulai dari orang-orang terdekat, sampai hal sepele seperti sendok dan garpu pribadi. Yup sendok dan garpu.

Peralatan makan adalah hal yang normal bila kita menggunakan bersama, berbeda dengan pakaian atau hal-hal pribadi lainnya yang memang tidak aneh bila orang tidak ingin berbagi penggunaannya. Tapi dulu aku memiliki kecemasan bila tidak makan atau minum menggunakan peralatan makan dan minum pribadiku. Seakan-akan rasa makanan akan berubah bila aku tidak menggunakan peralatan makan dan minum pribadi.

Sampai-sampai dulu, nenekku selalu memisahkan peralatan makan dan minumku di tempat khusus agar orang lain tidak menggunakannya. Dan pernah ada masanya aku menggunakan keterikatanku ini sebagai lelucon karena aku tidak pernah berhasil punya pasangan. Aku sering mengatakan “Mungkin aku baru bisa punya pasangan, saat aku sudah bisa melepaskan alat-alat makanku untuk orang lain.”

Bahkan kadang karena terikat akan “kenangan” aku tidak bisa membuang banyak barang. Aku sering sampai sakit-sakitan bila harus berpisah dengan orang terdekat. Dan semakin aku terikat, semakin aku depresi. Aku menjadi takut ditinggalkan. Aku takut dibuang. Aku menjadi merasa tidak berharga sama sekali.

Hingga pada suatu hari sekitar tahun 2010, aku jatuh cinta dengan seseorang. Aku jatuh cinta sejatuh-jatuhnya. Jatuh cinta terdalam dalam sepanjang perjalanan hidupku. Karena dia satu-satunya orang yang berhasil membuatku mengalami jatuh cinta pada pandangan pertama. Wanita yang 100% sesuai dengan wanita impianku. Wanita yang aku pikir tidak akan pernah ada didunia. Dan tiba-tiba dia ada dihadapanku. Dia diperkenalkan kepadaku, lewat jalan yang tidak kalah dramatis. Kalau diingat-ingat, cerita cintaku saat itu bisa lah dijadikan skenario FTV.

Setelah perkenalan yang dramatis itu, kami sempat dekat. Saling follow social media, lanjut chat pribadi. Ketemuan (lagi), jalan bareng, makan bareng. Semua begitu sempurna, dan akhirnya aku memutuskan aku tidak ingin memendam perasaan terlalu lama. Dia single, aku single. So what??
Aku pun menyatakan perasaanku kepadanya. Namun alih-alih diterima, aku ditolaknya. Dan yang menyakitkan dia menolakku karena memilih wanita bersuami yang sudah memiliki anak. Namun aku masih belum menyerah, aku masih berusaha mencintainya meski hanya sebagai teman. Aku berharap suatu saat dia berpaling kepadaku. Tapi hubungan kami malah semakin memburuk.

Kejadian itu kembali membuatku marah kepada Tuhan. Aku marah karena Tuhan seakan-akan meledekku dengan mengenalkan dia kepadaku. Kalau dia bukan tercipta untukku, mengapa takdir mengenalkannya kepadaku.

Disaat aku galau, saat itu aku menyempatkan diri untuk membaca buku yang sudah lama aku beli, namun belum sempat aku baca. Ntah kenapa saat berdiri di depan rak buku, aku bisa memilih buku DIPANGGIL UNTUK MENCINTA karya Anthony de Mello.

Aku masih ingat, aku membeli buku itu di toko buku Pertapaan Romo Yohanes di Cipanas. Dan aku beli buku itu karena aku adalah penggemar cerita-cerita renungan dari Anthony de Mello sejak kecil. Karena dulu belum ada mbah Google, aku sempat mengira Anthony de Mello hanya menulis buku renungan menggunakan cerita-cerita pendek. Aku tidak menyangka, banyak buku dia justru yang sangat berat dan menggunakan bahan dari Alkitab sebagai renungan.

Kembali ke buku DIPANGGIL UNTUK MENCINTA, buku itu cukup tipis, hanya 124 halaman, tapi untuk menyelesaikan membaca buku itu aku membutuhkan waktu lebih dari 6 bulan. Setiap bab-nya benar-benar menampar egoku. Setiap malam, saat membaca dan merenungkan isinya, aku selalu menangis. Bahkan ada kalanya aku sampai tidak mau lagi membaca buku tersebut. Karena isinya terlalu menyakitkan hati. Bagaimana mungkin bila kita mencintai, maka kita harus melepaskannya. Bagaimana mungkin bila kita mencintai, maka kita harus merelakannya. Bagaimana mungkin???

Egoku terus berkecamuk. Meski disisi lain, aku mengakui semua yang tertulis dibuku itu benar adanya.

Singkat cerita, akhirnya aku berhasil menyelesaikan membaca buku itu, meski membutuhkan waktu lebih dari 6 bulan. Luar biasanya setelah itu, aku berhasil melepaskan diri dari peralatan makan pribadi. Aku pun berhasil melepaskan diri bayang-bayang sosok idaman untuk dijadikan kekasihku. Doaku dalam meminta pasangan saat itu berubah. Bahkan aku berdoa agar Tuhan tidak membiarkan aku JATUH CINTA lagi. Beberapa bulan setelah itu, aku bertemu kembali dengan seseorang yang menjadi kekasihku sekarang.

Dalam hampir 8 tahun kami bersama, banyak hal yang membuat aku harus merelakan untuk melepas kekasihku. Luar biasanya saat aku berusaha merelakan untuk melepas kekasihku, ia pun tidak pernah benar-benar melepasku. Kemana pun kekasihku “pergi”, dia selalu kembali kepadaku.

Belajar melepaskan, membuat aku lebih mudah dalam menjalani banyak hal. Karena aku tidak terikat lagi, sehingga aku tidak takut kehilangan lagi. Termasuk ketika aku harus melepaskan Mamiku yang harus berpulang ke rumah Tuhan secara mendadak.

Akhirnya aku mengerti arti dari pepatah “BAHAGIA KARENA MELEPAS, MENDERITA KARENA TERIKAT”.

Namun aku sadar sebagai manusia, belajar melepaskan dan mengiklhaskan ini sangat tidak mudah dan  tidak akan pernah selesai. Bahkan mungkin sampai akhir hayat pun kita masih harus belajar melepaskan dan mengiklhaskan kehidupan kita untuk kembali ke rumah Tuhan, tanpa membawa apapun harta duniawi yang kita punya. 


 Grey_S

Baca juga : 
 

No comments: