Wednesday, October 27, 2010

Eat, Pray, Love (me version)


Eat, Pray, Love, sebuah novel yang bercerita tentang perjalanan seorang wanita bernama Elizabeth Gilbert ke Italy, India, dan Bali untuk mencari jati dirinya. Kisah yang mungkin sangat membosankan bagi sebagian orang, tapi bagiku kisah Elizabeth Gilbert agak sedikit menjawab pertanyaan-pertanyaanku tentang kehidupan.

Aku memang belum selesai membaca novel EPL, tapi hari minggu kemarin aku menyempatkan diri menonton filmnya bersama sabahat baikku, Tizz. Meski awalnya aku agak sedikit bingung dan bosan dengan alur ceritanya, namun “kata-kata indah” dalam dialog film tersebut berhasil membuatku berpikir, dan membandingkannya dengan perjalanan yang juga pernah aku lalui.

Bila Liz Gilbert, sampai harus pergi ke Italy, India, dan Bali untuk mencari jati dirinya, maka dulu aku hanya pergi ke China untuk menemukan makanan-makanan enak (Aku tidak mau cerita tentang makanan disini. Terlalu banyak makanan enak di China yang tidak ada di Indonesia. Nantinya aku pasti kangen sendiri, ngiler sendiri. Hiksss…) sekaligus jawaban atas siapa aku sebenarnya, dan untuk apa aku dilahirkan dengan sexualitas yang di haramkan oleh semua agama.

Yup, di tengah dinginnya musim dingin, panasnya musim panas, dan kesibukanku mengurus kehidupanku sendiri, aku malah semakin di dekatkan dengan Tuhan. Aku malah punya lebih banyak waktu untuk sekedar merenung, berdoa, dan membaca kitab suci.

Hanya tinggal satu pertanyaan yang belum terjawab, yaitu tentang L.O.V.E

***

Saat masa remaja aku selalu takut jatuh cinta, karena saat itu aku berpikir kalau cintaku adalah cinta yang berdosa. Maka itu aku selalu mati-matian menyembunyikan perasaanku dan berusaha menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan.

Namun sekarang saat, aku sudah tidak takut lagi untuk memperjuangkan cintaku, masalah yang lain datang dalam alam bawah sadarku. Aku takut salah pilih pasangan. Apalagi mendengar cerita-cerita temanku yang sering dipermainkan, dikhianati, dah bahkan di tinggal menikah oleh wanita yang mereka cintai.

Dan aku terlalu pengecut untuk mengalami semua hal-hal tidak meng-enak-an dalam percintaan. Aku selalu lebih memilih menjaga hatiku sebaik-baiknya, karena ternyata hatiku masih terlalu rapuh untuk mengalami jatuh bangun mengejar cinta. Aku selalu memilih untuk menseleksi seketat-ketatnya orang yang mencoba masuk ke dalam hatiku, karena pikirku semakin sedikit aku bermain hati, semakin sedikit resiko aku terluka karena cinta.

Sehingga aku terlalu berharap. Aku terlalu berharap suatu saat Putri Impianku akan datang menemuiku, mengajakku tinggal bersama, dan kami akan hidup bahagia selamanya.

Sama seperti Liz Gilbert yang sangat mencintai David, yang begitu sempurna dimata Liz, sehingga dia sanggup melupakan sejenak tentang perceraiannya dan menjadi begitu berharap bahwa David adalah pangeran yang bisa membawa dia keluar dari depresi, begitu pula aku.

Aku jatuh cinta pada Huang sejak awal perkenalan kami. Huang begitu sempurna di mataku. Dia adalah Putri Impianku yang menjadi nyata. Seseorang yang aku kira hanya terlahir di dalam khayalanku ternyata benar-benar hadir dihadapanku, benar-benar ada ke dalam hidupku. Euforia ini membuat aku menjadi lemah.

Hanya dalam waktu singkat Huang berhasil menghancurkan tembok-tembok yang aku bangun dengan susah payah untuk menjaga hatiku. Huang berhasil meluluhkan gunung es yang menjaga hatiku agar tetap membeku. Huang berhasil membuatku menjilat ludah sendiri, kalau aku TIDAK AKAN pernah jatuh cinta pada pandangan pertama. Huang juga berhasil membawaku terbang tinggi mengikuti harapan-harapanku. Otak dan hatiku bersatu padu untuk membiarkan Huang masuk ke dalam hidupku. Apalagi aku dan Huang berkenalan dengan cara yang dramatis, semua itu membuat aku menjadi terlalu banyak berharap kepada Huang.

Dan segala sesuatu yang diikuti kata “terlalu” memang tidak pernah baik hasilnya. Hubunganku dengan Huang tidak bisa berjalan sesuai dengan harapan kami. Aku tidak bisa menjadi kekasih Huang seperti yang kuharapkan, dan aku juga tidak bisa menjadi sahabat Huang seperti yang ia harapkan. Bahkan hubungan kami yang awalnya baik, akhirnya menjadi penuh kekakuan. Aku yang terlalu mencintainya tidak pernah sanggup melihat dia bersama dengan yang lain. Aku juga terlalu pengecut untuk tetap bersahabat dengannya.

Meski perasaan bersalah dan penyesalan karena meninggalkannya terus menghantuiku, namun aku masih belum sanggup untuk kembali menemui Huang dan menjadi (hanya) sahabatnya.

Sampai kata-kata Richard from Texas menyadarkanku, kalau selama ini aku hanya takut untuk kehilangan Huang. Aku hanya takut tidak dapat menemukan kembali Putri Impianku dan aku akan kesepian seumur hidupku. Padahal kalau aku dapat menghilangan obsesiku terhadap sosok Putri Impianku (yang diwakili oleh Huang), suatu saat cinta yang sesungguhnya, yang lebih dari harapanku, akan datang dalam hidupku.

I love Huang.

So (I will) love her.

I miss Huang.

So (I will) miss her.
(I will) Send her some love and light every time (I) think about her, and then drop it.




Grey_S
PS : Harusnya esok (28 October 2010) adalah tepat 5 bulan kami berkenalan.

No comments: