Thursday, August 13, 2020

My “Grey”

“ As always yah, karena nickname kita mirip, jadi orang sering ketuker-tuker.”

“Iya. Apa salah satu dari kita ganti nickname aja?”

“Ngga usah. Karena tiap nickname pasti punya philosophy masing-masing.”

 

Itu percakapan kemarin siang dengan seorang teman yang kebetulan memiliki nickname sama sejak awal kenal belasan tahun lalu. Dia sempat berganti nickname, karena memang dari dulu banyak yang salah mengira saat kenalan dengan aku atau dengan dia. Tapi ketika ia memutuskan kembali ke nickname aslinya aku tidak pernah mempermasalahkan itu, karena balik lagi, nickname pasti memiliki philosophy masing-masing dari penggunanya.

Aku menggunakan nickname Grey Sebastian kurang lebih sejak awal 2008, sekitar 12 tahun yang lalu yah.

Sebelum itu aku menggunakan nickname yang berupa warna juga, tapi warna lain, yaitu blue. FLY_IN_THE_BLUE_SKY. Itu nickname-ku waktu jaman masih main chat di MIRC dan awal-awal menggunakan Friendster.

Yup. Dulu aku penggemar warna biru, khususnya biru langit. Karena di salah satu manga yang aku baca, tokoh utamanya suka memandang langit yang berwarna biru, setiap kali ingin menenangkan hati. Lupa sih Manga apa.

Lalu waktu SD, aku juga penggemar berat Anime Patlabor, yang Ost-nya berjudul Midnight Blue. Makin kuat deh alasan aku suka warna biru.

Sampai di periode-periode galau pencarian jati diriku saat remaja hingga lulus kuliah. Saat itu hidupku terasa tidak berwarna sama sekali, dan hanya warna abu-abu yang dapat kulihat.

Disaat galau itu lah, ada 1 adegan di Manga Detective Conan, dimana tokoh utama wanitanya, Ran Maori mengucapkan suatu quote “Warna abu-abu itu kan seperti warna bulu hewan. Warna kehidupan, dan melambangkan kehangatan.” – kurang lebih kata-katanya seperti itu. Aku malas google dialog aslinya soale, mau cari di bukunya juga udah malas banget, saking panjangnya itu seri. Tapi kira-kira seperti itulah.

Saat membaca dialog Ran Maori itu, aku seakan-akan disadarkan, Abu-abu juga termasuk warna kan? Apa salahnya menjadi abu-abu, disaat orang lain hanya melihat dari sisi hitam putih atau warna-warni pelangi? Bukankah untuk dapat melihat pelangi di langit biru, juga harus ada langit yang kelabu terlebih dahulu?

Di titik inilah aku jadi mulai menyukai warna abu-abu.

Ditambah lagi hampir semua pakaianku kalau yang warna lain, selalu saja mudah pudar, tapi begitu yang warna abu-abu, selalu saja awet bertahun-tahun. Bahkan ada 1 kaos warna abu-abu yang sudah aku pakai sejak SMU sampai hari ini, artinya itu kaos sudah aku pakai selama sekitar 20 tahunan. Luar biasa kan?

Itu tentang nickname GREY aku.

Lalu tentang SEBASTIAN.

Ini yang agak konyol.

Jadi waktu SD, ada opera sabun remaja favoritku, judulnya Helene et les Garcons (Helene and the Boys). Dimana salah satu tokoh pria-nya ada yang bernama Sebastien (Sebastien Courivaud), dan aku nge-fans banget sama tokoh ini, karena ganteng, baik, ramah, sopan, dll. Pokoknya tipikal Mr. Perfecto deh.

Jadilah waktu itu aku selalu pakai nama Sebastian untuk tokoh pria imaginer dalam khayalan-khayalanku. Dan waktu SMU ketika aku menerima sakramen dari gereja, aku mematenkan nama SEBASTIAN sebagai nama tambahan. Hingga saat ini di dokumen gereja namaku adalah Sebastian(a).

Jadilah nickname-ku sampai saat ini Grey Sebastian.

Padahal yah kalau tidak terlanjur legal, aku pengen ganti nama Sebastian-nya ke nama lain yang punya philosophy lebih dalam. Misalnya dengan salah 1 nama dari 3 malaikat pelindung yang aku percaya : Raphael(a) atau Michael(a) atau Gabriel(a) gitu.



Grey_S

No comments: