Sejak
awal bulan Maret 2020, Indonesia mulai terserang pandemic COVID 19 yang
disebabkan oleh mutasi dari Virus Corona, mengikuti negara-negara lain yang
sudah terlebih dulu terjangkit.
Dan
karena negara-negara lain sudah lebih dulu mengalami serangan COVID 19, maka
Indonesia tinggal mengikuti protocol kesehatan yang sudah berlaku di seluruh
dunia, salah satunya adalah menutup tempat ibadah dan tempat-tempat berkumpul
lainnya.
Kami,
umat Kristiani di Indonesia, awalnya menertawakan keputusan Vatican yang
menutup gereja-gereja dan memberlakukan Ibadah / Misa Online. Bahkan aku masih
ingat sekali, ada seorang pastor, di dalam kotbahnya mempertanyakan keputusan
Paus untuk ibadah online tersebut, “Kalau misa online, komuni-nya gimana toh?
Sedangkan komuni adalah symbol persatuan umat Katolik dengan Yesus Kristus.”
Namun
sampai hari aku menulis tulisan ini, gereja bahkan belum 100% dibuka untuk
umum. Misa online masih berjalan, dan misa offline baru dibuka di 4 gereja di
seluruh Keuskupan Agung Jakarta, itupun sepertinya masih hanya untuk uji coba
sementara saja. Gereja-gereja di seluruh dunia pun masih di tutup untuk umum.
Padahal
kekuatan dari umat Kristiani salah satunya adalah Gereja, yang arti sebenarnya
adalah PERSATUAN / KOMUNITAS dari para pengikut Kristus. Aku pun mengakui itu.
Kalau aku tidak dibesarkan di dalam komunitas Gereja, mungkin sudah tidak ada
aku yang sekarang. Padahal aku pun BUKAN orang yang sangat rajin ke gereja
(dalam arti rumah ibadah) dan mengikuti ritual-ritual doa Katolik.
Aku
masih manusia biasa yang kadang terserang rasa malas untuk mengikuti
ritual-ritual keagamaan. Sehingga ketika awal-awal gereja ditutup untuk umum,
justru aku merasa senang. “YES !!! hari minggu bisa bangun siang. YES !!! Tidak
perlu ada kegiatan-kegiatan yang mengharuskan aku berkumpul di gereja.”
Namun
kegembiraanku jauh dari kewajiban hanya berlangsung sekitar 1,5 bulan. Sampai
akhirnya mulai muncul masalah-masalah dalam hidupku, khususnya yang dikarenakan
efek dari pandemic COVID 19 ini.
Masalah keuangan karena rencana-rencana
bisnisku berantakan semua, bisnis persewaan property-ku hancur-hancuran, salah
satu investasiku kena freeze bahkan pokok dan bunganya pun belum cair. Karena
rencana bisnis dengan papi batal, saat ini aku malah terjebak hutang yang
jumlahnya cukup besar.
Hubunganku
dengan orang-orang terdekatku pun mengalami goncangan karena semua orang
memiliki tekanan hidup. Aku dan kekasihku sudah lebih dari 6 bulan tidak
bertemu secara fisik, bahkan kami belum tau kapan bisa bertemu lagi, padahal
biasanya kami mengatur waktu bertemu setiap 3-4 bulan sekali. Aku yang biasanya
jarang ada di rumah karena pergi pagi pulang malam hampir setiap hari, sekarang
harus menghadapi orang-orang rumah yang masing-masing memiliki ego. Hal-hal
kecil bisa jadi alasan untuk perang mulut. Kalau tidak kuat iman dan mental
mungkin aku sudah kembali bermasalah dengan kesehatan jiwaku.
Ngomong-ngomong
tentang kekuatan iman dan mental, sebenarnya dalam 4 bulan ini, aku pun
akhirnya menggunakan bantuan konseling. 1x konseling iman, 1x lagi konseling
tentang kesehatan jiwa. Karena saat itu aku sudah sangat tidak kuat menanggung
beban masalah. Aku butuh pertolongan. Aku butuh pertolongan dari Tuhan.
Dalam
kondisi seperti ini aku tidak bisa lagi lari dari kenyataan, aku tidak bisa
lagi kabur-kaburan dan mencari kesibukan di gereja atau diluar rumah untuk
menutupi masalah dengan orang-orang terdekat. Aku pun tidak bisa leluasa minta
bantuan pelayanan dari Pastor atau pusat konseling. Bisa dapat bantuan
konseling online dengan Pembina KEP OMK di Gereja-ku saja sudah bersykur
sekali. Sehingga satu-satunya cara adalah dengan kembali mendekatkan diri
sendiri dengan Tuhan.
Tidak
dengan ritual-ritual keagamaan khusus seperti pengakuan dosa, misa di gereja,
atau perkumpulan doa. Tidak di lokasi-lokasi khusus seperti di Goa Maria atau
ditempat-tempat kudus lainnya. Tidak dengan orang-orang khusus seperti pastor
atau team konselor. TIDAK. Cukup hanya aku dan Tuhan. Cukup dimana pun aku
berada. Cukup dengan bagaimana pun kondisiku.
Beberapa
saat setelah akhirnya aku bisa cukup tenang dalam menghadapi masalah pribadiku,
aku sempat ngobrol dengan teman 1 lingkungan dan 1 pelayanan, ternyata dia pun
mengalami pengalaman yang mirip-mirip denganku. Sehingga aku menyimpulkan bahwa
mungkin saat ini, Tuhan memang sedang “menyaring” antara orang-orang yang
beragama tanpa beriman dengan orang-orang yang memang sungguh mengimani-Nya.
Orang-orang
yang beragama tanpa beriman, apalagi yang menuhankan ritual-ritual /
tempat-tempat tertentu / orang-orang tertentu, mungkin saat ini sedang
kehilangan arah. Sedang mempertanyakan keberadaan Tuhan yang seakan-akan
menghilang dari sisi umat-Nya. Sedang mempertanyakan tentang kebaikan dan cinta
Tuhan yang saat ini terlihat seperti omong kosong.
Namun
orang-orang yang sungguh beriman, akan terus berjalan dalam bimbingan Tuhan,
dan akan terus hidup dengan cinta dan berkat Tuhan.
Grey_S
No comments:
Post a Comment