Wednesday, July 22, 2020

Tuhan, Gereja, dan Aku

Sejak awal bulan Maret 2020, Indonesia mulai terserang pandemic COVID 19 yang disebabkan oleh mutasi dari Virus Corona, mengikuti negara-negara lain yang sudah terlebih dulu terjangkit. 

Dan karena negara-negara lain sudah lebih dulu mengalami serangan COVID 19, maka Indonesia tinggal mengikuti protocol kesehatan yang sudah berlaku di seluruh dunia, salah satunya adalah menutup tempat ibadah dan tempat-tempat berkumpul lainnya. 

Kami, umat Kristiani di Indonesia, awalnya menertawakan keputusan Vatican yang menutup gereja-gereja dan memberlakukan Ibadah / Misa Online. Bahkan aku masih ingat sekali, ada seorang pastor, di dalam kotbahnya mempertanyakan keputusan Paus untuk ibadah online tersebut, “Kalau misa online, komuni-nya gimana toh? Sedangkan komuni adalah symbol persatuan umat Katolik dengan Yesus Kristus.” 

Namun sampai hari aku menulis tulisan ini, gereja bahkan belum 100% dibuka untuk umum. Misa online masih berjalan, dan misa offline baru dibuka di 4 gereja di seluruh Keuskupan Agung Jakarta, itupun sepertinya masih hanya untuk uji coba sementara saja. Gereja-gereja di seluruh dunia pun masih di tutup untuk umum. 

Padahal kekuatan dari umat Kristiani salah satunya adalah Gereja, yang arti sebenarnya adalah PERSATUAN / KOMUNITAS dari para pengikut Kristus. Aku pun mengakui itu. Kalau aku tidak dibesarkan di dalam komunitas Gereja, mungkin sudah tidak ada aku yang sekarang. Padahal aku pun BUKAN orang yang sangat rajin ke gereja (dalam arti rumah ibadah) dan mengikuti ritual-ritual doa Katolik. 

Aku masih manusia biasa yang kadang terserang rasa malas untuk mengikuti ritual-ritual keagamaan. Sehingga ketika awal-awal gereja ditutup untuk umum, justru aku merasa senang. “YES !!! hari minggu bisa bangun siang. YES !!! Tidak perlu ada kegiatan-kegiatan yang mengharuskan aku berkumpul di gereja.” 

Namun kegembiraanku jauh dari kewajiban hanya berlangsung sekitar 1,5 bulan. Sampai akhirnya mulai muncul masalah-masalah dalam hidupku, khususnya yang dikarenakan efek dari pandemic COVID 19 ini. 

Masalah keuangan karena rencana-rencana bisnisku berantakan semua, bisnis persewaan property-ku hancur-hancuran, salah satu investasiku kena freeze bahkan pokok dan bunganya pun belum cair. Karena rencana bisnis dengan papi batal, saat ini aku malah terjebak hutang yang jumlahnya cukup besar. 

Hubunganku dengan orang-orang terdekatku pun mengalami goncangan karena semua orang memiliki tekanan hidup. Aku dan kekasihku sudah lebih dari 6 bulan tidak bertemu secara fisik, bahkan kami belum tau kapan bisa bertemu lagi, padahal biasanya kami mengatur waktu bertemu setiap 3-4 bulan sekali. Aku yang biasanya jarang ada di rumah karena pergi pagi pulang malam hampir setiap hari, sekarang harus menghadapi orang-orang rumah yang masing-masing memiliki ego. Hal-hal kecil bisa jadi alasan untuk perang mulut. Kalau tidak kuat iman dan mental mungkin aku sudah kembali bermasalah dengan kesehatan jiwaku. 

Ngomong-ngomong tentang kekuatan iman dan mental, sebenarnya dalam 4 bulan ini, aku pun akhirnya menggunakan bantuan konseling. 1x konseling iman, 1x lagi konseling tentang kesehatan jiwa. Karena saat itu aku sudah sangat tidak kuat menanggung beban masalah. Aku butuh pertolongan. Aku butuh pertolongan dari Tuhan. 

Dalam kondisi seperti ini aku tidak bisa lagi lari dari kenyataan, aku tidak bisa lagi kabur-kaburan dan mencari kesibukan di gereja atau diluar rumah untuk menutupi masalah dengan orang-orang terdekat. Aku pun tidak bisa leluasa minta bantuan pelayanan dari Pastor atau pusat konseling. Bisa dapat bantuan konseling online dengan Pembina KEP OMK di Gereja-ku saja sudah bersykur sekali. Sehingga satu-satunya cara adalah dengan kembali mendekatkan diri sendiri dengan Tuhan. 

Tidak dengan ritual-ritual keagamaan khusus seperti pengakuan dosa, misa di gereja, atau perkumpulan doa. Tidak di lokasi-lokasi khusus seperti di Goa Maria atau ditempat-tempat kudus lainnya. Tidak dengan orang-orang khusus seperti pastor atau team konselor. TIDAK. Cukup hanya aku dan Tuhan. Cukup dimana pun aku berada. Cukup dengan bagaimana pun kondisiku. 

Beberapa saat setelah akhirnya aku bisa cukup tenang dalam menghadapi masalah pribadiku, aku sempat ngobrol dengan teman 1 lingkungan dan 1 pelayanan, ternyata dia pun mengalami pengalaman yang mirip-mirip denganku. Sehingga aku menyimpulkan bahwa mungkin saat ini, Tuhan memang sedang “menyaring” antara orang-orang yang beragama tanpa beriman dengan orang-orang yang memang sungguh mengimani-Nya. 

Orang-orang yang beragama tanpa beriman, apalagi yang menuhankan ritual-ritual / tempat-tempat tertentu / orang-orang tertentu, mungkin saat ini sedang kehilangan arah. Sedang mempertanyakan keberadaan Tuhan yang seakan-akan menghilang dari sisi umat-Nya. Sedang mempertanyakan tentang kebaikan dan cinta Tuhan yang saat ini terlihat seperti omong kosong. 

Namun orang-orang yang sungguh beriman, akan terus berjalan dalam bimbingan Tuhan, dan akan terus hidup dengan cinta dan berkat Tuhan. 


Grey_S

No comments: