Mungkin tak dapat engkau mengerti
Satu hal tanamkan di hati
Indah semua yang Tuhan b’ri
Tuhan-mu tak akan memberi
Ular beracun pada yang minta roti
Cobaan yang engkau alami
Tak’kan melebihi kekuatanmu
REFF:
Tangan Tuhan sedang merenda
Suatu karya yang Agung Mulia
Saatnya 'kan tiba nanti
Kau lihat pelangi kasih-Nya
Rasanya sudah lama sekali aku tidak pernah mendengar lagu ini dinyanyikan di gereja. Maklum lha gereja Katholik, lagu-lagunya kebanyakan diambil dari lagu Classic. Dan lagu diatas memang lebih sering di gunakan dalam acara penghiburan bila ada yang meninggal. Tapi hari Minggu kemarin tumben-tumbenan Koor menyanyikan lagu tersebut dalam Misa biasa.
Saat mendengar lagu ini dinyanyikan, tiba-tiba semua kenangan-kenangan yang sudah ingin aku lupakan, terlintas lagi di ingatanku. Seperti film yang diputar ulang. Satu persatu muncul, dari yang terbaru sampai kejadian-kejadian beberapa tahun yang lalu. Sakit rasanya saat aku mengingat itu semua. Aku akui sering kali aku marah kepada Tuhan, atas semua yang terjadi dalam hidupku. Aku juga sering bertanya pada Tuhan, aku ini salah apa, kenapa semua yang aku harapkan, tidak bisa aku dapat semudah orang lain mendapatkannya.
2 tahun yang lalu aku kehilangan orang yang aku cintai. Belum genap 1 tahun aku berhasil menyembuhkan sakit hatiku, aku sudah harus kehilangan lagi. Bahkan kali ini dengan cara yang lebih menyakitkan. Saat aku ingin melarikan diri dalam pekerjaan, aku justru tidak di terima bekerja di semua perusahaan impianku. Belum lagi masalah-masalah keluarga yang sudah lama tertumpuk, bagaikan bom waktu yang tinggal menunggu waktu untuk meledak. Dan bisnisku yang dulu menjadi semangat hidupku, hancur di depan mata, dan aku tidak sanggup untuk mempertahankannya. Kadang aku benar-benar berpikir Tuhan sangat kejam terhadapku.
Tapi selain kenangan-kenangan pahitku, aku juga seperti mulai mendapat jawaban Tuhan atas semua pertanyaanku. Meski mungkin pertanyaan-pertanyaanku itu, baru dijawab satu persatu oleh Tuhan.
Hari Kamis sore yang lalu, aku terbangun dari tidur soreku oleh sebuah berita tentang tutupnya PT. GF. Perusahaan tersebut adalah salah satu perusahaan impianku. Selain cukup bonafid, perusahaan tersebut juga sangat meyakinkan. Belum pernah aku seyakin itu terhadap sebuah perusahan keuangan. Dan hanya di PT. GF aku sempat melamar sampai 3x. Ditolak, coba lagi, ditolak, coba lagi. Dalam berita sore itu PT. GF itu tutup dengan membawa kabur uang nasabah sebesar Rp. 40 miliar. Saat itu juga aku berkata dalam hati, “Thanks God, aku tidak pernah diterima kerja di perusahaan tersebut.”
Akhir bulan ini aku juga akan pergi ke China. Kalau orang bertanya untuk apa aku jauh-jauh pergi belajar kesana, jawabanku adalah untuk belajar bahasa leluhurku. Meski alasanku sebenarnya adalah untuk melupakan semua kenangan pahit di Jakarta. Aku harap dengan aku “berlibur panjang” dari kehidupanku saat ini dan mengubah namaku untuk sementara, aku bisa menjadi orang yang lebih baik lagi, saat aku pulang nanti.
Kalau aku berpikir lagi, aku sudah ingin belajar ke China sejak 3 tahun lalu, saat aku belum tamat kuliah. Tapi aku tidak pernah bisa berangkat. Bukan karena masalah ekonomi, yang selama ini aku jadikan alasan, tapi karena sebenarnya saat itu aku memang masih berat meninggalkan Indonesia. Tapi karena masalahku dengan “dia” akhirnya aku berhasil membulatkan tekad untuk pergi.
2 tahun yang lalu aku pernah ikut retreat tentang “Rahasia Illahi” juga. Disitu salah seorang pembinanya memberi perumpamaan. “Kalau kita menemukan koin yang tercecer di jalan, pasti ada orang yang tidak sengaja menjatuhkannya. Tapi bila kita menemukan koin yang tersusun rapi di jalan, pasti ada yang sengaja menyusunnya.” Dulu aku berhasil menemukan urutan-urutan permasalahan yang aku alami, hingga aku menemukan jawaban atas masalahku saat itu. Saat ini pun sepertinya aku sudah berhasil menemukan kembali urutan-urutan itu.
1. Seandainya aku diterima kerja di perusahaan impianku, aku pasti tidak akan bertemu “dia”
2. Seandainya aku tidak bertemu “dia”, aku pasti belum bisa melupakan dosenku
3. Seandainya aku tidak bertemu “dia”, aku pasti masih hidup dalam kebohongan, yang hanya akan membunuh diriku secara perlahan-lahan
4. Dan seandainya aku tidak bertemu “dia”, aku tidak akan mempunyai masalah yang justru membuat aku siap pergi ke China
Meski aku ga pernah tau apa yang akan terjadi sesampainya aku di China, aku yakin itu semua pasti yang terbaik untuk aku. Biarlah masa depanku tetap menjadi Misteri Illahi. Aku pasrah dengan yang di atas.
Cinta sejati Tuhan memang seperti Jamu atau Obat, pahit rasanya, tapi tetap dibutuhkan tubuh untuk menyehatkan tubuh kita. Tidak seperti racun masa kini, yang semanis madu, tapi tetap saja dapat membunuh. Semua kepahitan yang aku alami, pasti hanya untuk menyehatkan imanku. Semua penantianku pasti akan ada ujungnya.
Sama seperti pelangi yang muncul setelah hujan reda, sedangkan hujan tidak akan datang sebelum langit kelabu. Aku pun harus bersabar menunggu tiba saatnya Pelangi KasihNya muncul. Karena Tuhan pastilah saat ini sedang merendanya untukku.
Saat mendengar lagu ini dinyanyikan, tiba-tiba semua kenangan-kenangan yang sudah ingin aku lupakan, terlintas lagi di ingatanku. Seperti film yang diputar ulang. Satu persatu muncul, dari yang terbaru sampai kejadian-kejadian beberapa tahun yang lalu. Sakit rasanya saat aku mengingat itu semua. Aku akui sering kali aku marah kepada Tuhan, atas semua yang terjadi dalam hidupku. Aku juga sering bertanya pada Tuhan, aku ini salah apa, kenapa semua yang aku harapkan, tidak bisa aku dapat semudah orang lain mendapatkannya.
2 tahun yang lalu aku kehilangan orang yang aku cintai. Belum genap 1 tahun aku berhasil menyembuhkan sakit hatiku, aku sudah harus kehilangan lagi. Bahkan kali ini dengan cara yang lebih menyakitkan. Saat aku ingin melarikan diri dalam pekerjaan, aku justru tidak di terima bekerja di semua perusahaan impianku. Belum lagi masalah-masalah keluarga yang sudah lama tertumpuk, bagaikan bom waktu yang tinggal menunggu waktu untuk meledak. Dan bisnisku yang dulu menjadi semangat hidupku, hancur di depan mata, dan aku tidak sanggup untuk mempertahankannya. Kadang aku benar-benar berpikir Tuhan sangat kejam terhadapku.
Tapi selain kenangan-kenangan pahitku, aku juga seperti mulai mendapat jawaban Tuhan atas semua pertanyaanku. Meski mungkin pertanyaan-pertanyaanku itu, baru dijawab satu persatu oleh Tuhan.
Hari Kamis sore yang lalu, aku terbangun dari tidur soreku oleh sebuah berita tentang tutupnya PT. GF. Perusahaan tersebut adalah salah satu perusahaan impianku. Selain cukup bonafid, perusahaan tersebut juga sangat meyakinkan. Belum pernah aku seyakin itu terhadap sebuah perusahan keuangan. Dan hanya di PT. GF aku sempat melamar sampai 3x. Ditolak, coba lagi, ditolak, coba lagi. Dalam berita sore itu PT. GF itu tutup dengan membawa kabur uang nasabah sebesar Rp. 40 miliar. Saat itu juga aku berkata dalam hati, “Thanks God, aku tidak pernah diterima kerja di perusahaan tersebut.”
Akhir bulan ini aku juga akan pergi ke China. Kalau orang bertanya untuk apa aku jauh-jauh pergi belajar kesana, jawabanku adalah untuk belajar bahasa leluhurku. Meski alasanku sebenarnya adalah untuk melupakan semua kenangan pahit di Jakarta. Aku harap dengan aku “berlibur panjang” dari kehidupanku saat ini dan mengubah namaku untuk sementara, aku bisa menjadi orang yang lebih baik lagi, saat aku pulang nanti.
Kalau aku berpikir lagi, aku sudah ingin belajar ke China sejak 3 tahun lalu, saat aku belum tamat kuliah. Tapi aku tidak pernah bisa berangkat. Bukan karena masalah ekonomi, yang selama ini aku jadikan alasan, tapi karena sebenarnya saat itu aku memang masih berat meninggalkan Indonesia. Tapi karena masalahku dengan “dia” akhirnya aku berhasil membulatkan tekad untuk pergi.
2 tahun yang lalu aku pernah ikut retreat tentang “Rahasia Illahi” juga. Disitu salah seorang pembinanya memberi perumpamaan. “Kalau kita menemukan koin yang tercecer di jalan, pasti ada orang yang tidak sengaja menjatuhkannya. Tapi bila kita menemukan koin yang tersusun rapi di jalan, pasti ada yang sengaja menyusunnya.” Dulu aku berhasil menemukan urutan-urutan permasalahan yang aku alami, hingga aku menemukan jawaban atas masalahku saat itu. Saat ini pun sepertinya aku sudah berhasil menemukan kembali urutan-urutan itu.
1. Seandainya aku diterima kerja di perusahaan impianku, aku pasti tidak akan bertemu “dia”
2. Seandainya aku tidak bertemu “dia”, aku pasti belum bisa melupakan dosenku
3. Seandainya aku tidak bertemu “dia”, aku pasti masih hidup dalam kebohongan, yang hanya akan membunuh diriku secara perlahan-lahan
4. Dan seandainya aku tidak bertemu “dia”, aku tidak akan mempunyai masalah yang justru membuat aku siap pergi ke China
Meski aku ga pernah tau apa yang akan terjadi sesampainya aku di China, aku yakin itu semua pasti yang terbaik untuk aku. Biarlah masa depanku tetap menjadi Misteri Illahi. Aku pasrah dengan yang di atas.
Cinta sejati Tuhan memang seperti Jamu atau Obat, pahit rasanya, tapi tetap dibutuhkan tubuh untuk menyehatkan tubuh kita. Tidak seperti racun masa kini, yang semanis madu, tapi tetap saja dapat membunuh. Semua kepahitan yang aku alami, pasti hanya untuk menyehatkan imanku. Semua penantianku pasti akan ada ujungnya.
Sama seperti pelangi yang muncul setelah hujan reda, sedangkan hujan tidak akan datang sebelum langit kelabu. Aku pun harus bersabar menunggu tiba saatnya Pelangi KasihNya muncul. Karena Tuhan pastilah saat ini sedang merendanya untukku.
GreyS
1 comment:
ak suka bgt yg ini..
senangnya di hari yg penat ini bisa baca sesuatu yg menyegarkan
Post a Comment