Terlahir sebagai seorang Gemini sejati, yang dalam kisahnya di haruskan seumur hidup mencari pasangan jiwanya. Sepertinya aku pun masih harus terus mencari pasangan jiwaku. Entah sampai kapan aku harus mencari.
Berkali-kali hatiku tertambat, berkali-kali pula aku harus rela melepaskan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, aku menyadari bahwa wanita-wanita yang pernah masuk ke dalam hati dan kehidupanku selalu memberikan pelajaran-pelajaran baru yang sangat berharga dalam hidupku.
Berkali-kali hatiku tertambat, berkali-kali pula aku harus rela melepaskan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, aku menyadari bahwa wanita-wanita yang pernah masuk ke dalam hati dan kehidupanku selalu memberikan pelajaran-pelajaran baru yang sangat berharga dalam hidupku.
Dari cinta pertamaku, aku belajar mengerti bahwa cinta di dunia ini tidak melulu antara pria dan wanita, namun masih ada cinta diantara pria dan pria maupun wanita dan wanita. Semua itu hanyalah cinta. Tidak pernah ada yang salah dengan cinta.
Saat aku duduk di bangku SMU, aku jatuh cinta pada sepupu sahabatku. Darinya aku belajar, bahwa ternyata cinta juga dapat merusak persahabatan. Aku dan kedua sahabat priaku, mencintai wanita yang sama. Kami yang sebelumnya selalu kompak bersama, akhirnya terpecah belah hanya karena memperebutkan seorang wanita. Dan yang lebih menyakitkan, tidak ada satupun dari kami bertiga yang mendapatkan hati wanita tersebut.
Dimasa kuliah aku jatuh cinta pada dosenku. Mati-matian aku menutupi perasaanku, karena saat itu aku masih menjadi seorang homo yang homophobic. Namun semakin aku menutupi perasaanku, semakin semua orang tau aku sangat mencintai dosenku. Sayangnya semua rasa cintaku saat itu berhasil di kalahkan dengan telak oleh egoku, yang tidak ingin nama baikku, sebagai seorang aktivis gereja, tercoreng di mata umum hanya karena aku mengaku jatuh cinta dengan dosenku yang juga seorang wanita.
Dari situ aku belajar untuk bersikap jujur, minimal terhadap hatiku sendiri. Apalah artinya nama baik di mata umum jika aku harus kehilangan orang yang aku cintai.
Ketika aku mulai memasuki dunia kerja, aku jatuh cinta dengan atasanku. Dengannya aku seperti menemukan belahan jiwaku, karena kami memiliki banyak kemiripan. Belum lagi ditambah durasi pertemuan yang lebih dari 12 jam sehari, 6 hari seminggu. Bahkan selepas jam kerja, terkadang kami masih sering menghabiskan waktu bersama. Tidak heran, hanya dalam hitungan minggu kami sudah menjadi sangat dekat.
Namun darinya aku juga belajar untuk mencintai seseorang dengan segala kelebihan dan kelemahannya. Aku juga belajar untuk bersikap professional dalam pekerjaan, agar tidak terulang lagi kejadian cinta berakhir, karir pun berakhir.
Selesai dengan atasanku, aku mulai mencari-cari cinta baru untuk menutup luka hatiku. Kali itu aku mulai menerapkan beberapa prasyarat untuk calonku kelak. Maksudnya agar aku tidak sembarangan jatuh cinta lagi. Hatiku bukanlah taman bermain yang bisa dimasuki sembarang orang sesuka hati mereka. Aku pun sudah mulai lelah mencari.
Dia harus seorang lesbian. Dia harus seorang yang baik budinya. Dia harus seorang yang pengertian. Dia harus tidak sekantor denganku. Dia harus berada di kota yang sama denganku. Dia harus seorang yang mandiri. Dia tidak akan menikah hanya karena dituntut menikah oleh keluarganya. Kalau bisa dia harus oriental. Kalau bisa dia harus seagama denganku.
Dan akhirnya aku menemukan “Dia”. Wanita yang kuimpikan. Wanita yang kucari seumur hidupku.
Dengan cara yang unik Tuhan mempertemukan aku dengannya. Dalam waktu yang sangat amat singkat (yang sebenarnya aku sebut itu gombal) Tuhan juga menumbuhkan cinta di hatiku.
Dari “Dia” aku belajar bersabar dengan keadaan. Dari “Dia” aku belajar berpasrah dengan keadaan. Dari “Dia” aku belajar menerima jika seandainya, seseorang yang selama ini aku cari, ternyata belum menjadi yang terbaik untukku. Dan dari “Dia” aku belajar untuk berdamai dengan Tuhan apapun yang akan terjadi kelak.
Jika pada akhirnya aku masih belum bisa bersama “Dia” yang aku impikan, mungkin karena sang Sutradara memang belum mau menyelesaikan sinetronNya.
Mungkin juga, saat Tuhan mempertemukanku dengannya, Ia hanya ingin menyampaikan bahwa seseorang yang aku cari itu benar-benar ada, hanya saja yang terbaik menurutku belum tentu benar-benar terbaik untukku.
Arghh… Terlalu banyak kata MUNGKIN dalam Rahasia Illahi.
Meski segala KEMUNGKINAN itu pasti ada, namun aku tidak bisa terus-terusan hidup hanya dalam sebuah KEMUNGKINAN. Aku ingin menunggu “Dia”, namun jika “Dia” memang masih belum menjadi yang terbaik untukku, maka aku harus tetap mencari My One.
Kelak My One mungkin tidak akan memenuhi syarat yang sama seperti yang aku terapkan sebelumnya. (Karena aku sudah menemukan sosok yang aku cari, aku tidak ingin mencari sosok yang sama lagi) Namun dia harus dapat menjadikan aku seseorang yang lebih baik. Seseorang yang lebih dekat dengan Tuhan. Seseorang yang lebih berguna.
Grey_S