Beberapa hari yang lalu dapat telepon dari Mami tercinta. Lagi ngobrol-ngobrol tiba-tiba ada pertanyaan :
“Grey, kamu udah ketemu cowok yang Ok belum disana?? Masa ga ada satu pun cowok yang baik seh ??”
“Grey sibuk Mi. Tau sendiri kan tiap hari banyak tugas. Mana sempet tebar pesona.”
Memang seh aku pribadi belum sampai di tanya “Kapan nikah??” karena memang seluruh keluargaku tahunya aku belum punya pacar dan belum tertarik pacaran karena aku mengalami Peter Pan Syndrome. Itu tuh syndrome yang membuat orang dewasa selalu berpikir dia masih anak-anak (Aku sungguh berterima kasih sama orang yang menciptakan istilah Peter Pan Syndrome).
Tapi akhir-akhir ini mereka mulai mempertanyakan kapan aku bisa memperkenalkan “pria” pilihanku. (Padahal baru membanggakan Mami ke temen-temen, karena pernah bilang tidak akan memaksa aku menikah). Yang paling sering menanyakan hal ini Oma-ku seh. Habis dari kecil kan aku tinggal sama beliau, jadi dia yang paling berharap aku segera memperkenalkan cucu mantu, dan memberikan beliau cicit. Apalagi terang-terangan seluruh keluargaku tidak suka sama tunangan si Dede. Jadi cuma aku deh yang di harapkan bisa menemukan menantu yang sesuai dengan harapan orang tua.
Yang bikin aku sebel banget dengan masalah ini adalah…. masa si Oma sampai pergi ke paranormal cuma untuk nanya kapan aku punya jodoh. Untung meski tuh paranormal bisa liat masa depanku (???) tapi aku yakin dia tidak bisa melihat orientasi sex aku. Jadi tuh paranormal cuma bilang ke Oma, “Sabar. Nanti juga ketemu.” (Yee... kalo jawabannya cuma itu juga semua orang tau kaleee)
Oh yah sekadar mau cerita. Salah satu guru dikelasku juga rese banget. Tiap kali pertemuan dan ada kesempatan bertanya. Dia selalu menanyakan masalah itu dan mulai memberi nasehat. “Kapan kamu mau nikah??”,“Jangan terlalu tua kalau menikah.”,“Segeralah menikah”, dan sebagainya…. (Emang dia siapa yah??? pake nanya-nanya dan nasehatin segala.... iihhh)
Yang kasihan ada satu pria Jepang. Dia memang sudah berusia diatas 30, mapan, dan punya jabatan tapi dia belum menikah. Sedangkan adiknya sudah punya anak. Jadilah dia korban pertama yang ditanya, dalam setiap kali pertemuan dengan guru tersebut.
Yang bikin aku kepikiran terus, emang seberapa penting seh pernikahan itu buat orangtua??? Yang menjalani pernikahan kan anaknya, tapi kenapa akhirnya anak tersebut harus menjalani pernikahan yang terpaksa, hanya demi kebahagian orang tua?? Kalau dikatakan secara kasar, seorang anak akhirnya terpaksa mengorbankan kebahagiaannya sendiri demi orangtua. Apa benar itu yang diharapkan orangtua?? Kalau seperti itu, istilah “cinta orangtua bagaikan surya, yang menyinari tanpa harap balas” sudah tidak berlaku dong???
Aku sendiri tidak akan pernah sanggup menjalani pernikahan terpaksa itu. Tapi mantan seseorangku dulu, sampai pernah meminjam pacar temannya untuk pura-pura jadi pacar dia, di pernikahan adiknya. Cuma karena tidak tahan ditanya-tanya melulu, dan tidak mau Mamanya malu karena punya anak gadis yang sudah berusia kepala tiga tapi belum punya pacar. Dan kami berpisah pun karena masalah ini. (Sumpeeh... sampai saat ini aku jadi trauma sama pernikahan karena itu)
Aku pernah menasehati seorang teman yang berniat menikah dengan gay, demi menutupi orientasi sexualnya. Aku bilang membohongi orangtua adalah tindakan kejam. Kalau sampai “drama”nya terbongkar, orangtuanya bisa shock berkali-kali lipat daripada sekedar mengetahui anak gadisnya lesbian. Tapi jalan ini mungkin akan aku gunakan juga, kalau sampai masalah pernikahan ini benar-benar menekanku.
Aku cuma berharap orangtua dan Oma-ku, tidak akan memaksaku berbuat “kejam” terhadap mereka.
“Grey, kamu udah ketemu cowok yang Ok belum disana?? Masa ga ada satu pun cowok yang baik seh ??”
“Grey sibuk Mi. Tau sendiri kan tiap hari banyak tugas. Mana sempet tebar pesona.”
***
Sudah hampir 1 bulan ini, masalah pernikahan kembali menghantuiku. Apalagi di Blog Lesbian favoritku, Sepoci Kopi, tema ini sedang ramai di perbincangkan. Belum lagi usiaku dan teman-temanku saat ini memang sudah cukup umur untuk masalah yang satu ini. Bahkan beberapa teman kuliahku, sudah punya anak atau sedang hamil. Aku sampai tidak bisa tidur memikirkan ini.Memang seh aku pribadi belum sampai di tanya “Kapan nikah??” karena memang seluruh keluargaku tahunya aku belum punya pacar dan belum tertarik pacaran karena aku mengalami Peter Pan Syndrome. Itu tuh syndrome yang membuat orang dewasa selalu berpikir dia masih anak-anak (Aku sungguh berterima kasih sama orang yang menciptakan istilah Peter Pan Syndrome).
Tapi akhir-akhir ini mereka mulai mempertanyakan kapan aku bisa memperkenalkan “pria” pilihanku. (Padahal baru membanggakan Mami ke temen-temen, karena pernah bilang tidak akan memaksa aku menikah). Yang paling sering menanyakan hal ini Oma-ku seh. Habis dari kecil kan aku tinggal sama beliau, jadi dia yang paling berharap aku segera memperkenalkan cucu mantu, dan memberikan beliau cicit. Apalagi terang-terangan seluruh keluargaku tidak suka sama tunangan si Dede. Jadi cuma aku deh yang di harapkan bisa menemukan menantu yang sesuai dengan harapan orang tua.
Yang bikin aku sebel banget dengan masalah ini adalah…. masa si Oma sampai pergi ke paranormal cuma untuk nanya kapan aku punya jodoh. Untung meski tuh paranormal bisa liat masa depanku (???) tapi aku yakin dia tidak bisa melihat orientasi sex aku. Jadi tuh paranormal cuma bilang ke Oma, “Sabar. Nanti juga ketemu.” (Yee... kalo jawabannya cuma itu juga semua orang tau kaleee)
Oh yah sekadar mau cerita. Salah satu guru dikelasku juga rese banget. Tiap kali pertemuan dan ada kesempatan bertanya. Dia selalu menanyakan masalah itu dan mulai memberi nasehat. “Kapan kamu mau nikah??”,“Jangan terlalu tua kalau menikah.”,“Segeralah menikah”, dan sebagainya…. (Emang dia siapa yah??? pake nanya-nanya dan nasehatin segala.... iihhh)
Yang kasihan ada satu pria Jepang. Dia memang sudah berusia diatas 30, mapan, dan punya jabatan tapi dia belum menikah. Sedangkan adiknya sudah punya anak. Jadilah dia korban pertama yang ditanya, dalam setiap kali pertemuan dengan guru tersebut.
Yang bikin aku kepikiran terus, emang seberapa penting seh pernikahan itu buat orangtua??? Yang menjalani pernikahan kan anaknya, tapi kenapa akhirnya anak tersebut harus menjalani pernikahan yang terpaksa, hanya demi kebahagian orang tua?? Kalau dikatakan secara kasar, seorang anak akhirnya terpaksa mengorbankan kebahagiaannya sendiri demi orangtua. Apa benar itu yang diharapkan orangtua?? Kalau seperti itu, istilah “cinta orangtua bagaikan surya, yang menyinari tanpa harap balas” sudah tidak berlaku dong???
Aku sendiri tidak akan pernah sanggup menjalani pernikahan terpaksa itu. Tapi mantan seseorangku dulu, sampai pernah meminjam pacar temannya untuk pura-pura jadi pacar dia, di pernikahan adiknya. Cuma karena tidak tahan ditanya-tanya melulu, dan tidak mau Mamanya malu karena punya anak gadis yang sudah berusia kepala tiga tapi belum punya pacar. Dan kami berpisah pun karena masalah ini. (Sumpeeh... sampai saat ini aku jadi trauma sama pernikahan karena itu)
Aku pernah menasehati seorang teman yang berniat menikah dengan gay, demi menutupi orientasi sexualnya. Aku bilang membohongi orangtua adalah tindakan kejam. Kalau sampai “drama”nya terbongkar, orangtuanya bisa shock berkali-kali lipat daripada sekedar mengetahui anak gadisnya lesbian. Tapi jalan ini mungkin akan aku gunakan juga, kalau sampai masalah pernikahan ini benar-benar menekanku.
Aku cuma berharap orangtua dan Oma-ku, tidak akan memaksaku berbuat “kejam” terhadap mereka.
GreyS
1 comment:
29 nih grey... usia kritis hehehehe
Post a Comment