Sunday, December 31, 2017

Resolusi 2018


Aduh tau-tau hari ini sudah hari terakhir di 2017. Cepet banget sih waktu berlalu. Padahal resolusi 2017 belum ada yang terwujud. Wkkkkkkk….. Sekarang udah harus mikirin resolusi 2018 lagi. 
“Kalau malas ngapain nulis tentang Resolusi 2018? Biar kekinian? Atau sekedar ikut-ikutan aja?”

Ngga juga sih. Belajar dari pengalaman, impian (Resolusi) memang harus ditulis biar jadi tolak ukur sudah ngapain aja sih kita ini. Mau ngapain lagi ke depannya. Makanya meski malas, tetap harus gw tulis.

Bahkan dokter gw pun menyarankan gw tetap menulis, meskipun Cuma menulis agenda kerja tiap hari. Lebih bagus lagi kalau gw bisa nge-blog kayak dulu, menulis bisa jadi sarana buat healing.

Dan inilah resolusi 2018 gw :
1.      Ambil IELTS preparation (again)
2.      Belajar nulis lagi (meski Cuma nulis agenda)
3.      Rajin olah raga (buat ngecilin perut)
4.      On time ke setiap pertemuan
5.      Update CV

Udah 5 itu dulu aja deh. Masih melanjutkan resolusi tahun 2017 dulu aja.

Sunday, August 6, 2017

Me and My Depression

Ada seseorang yang ingin membunuhku.
Belasan tahun dia berusaha membunuhku.
Berkali-kali percobaan, beruntungnya aku masih bertahan.
Namun ntah sampai kapan aku bisa bertahan bila aku bertarung sendirian.

16 tahun yang lalu, atas pertolongan Tuhan, aku berhasil memenjarakannya.
Namun dengan berbagai tipu muslihat, ia berkali-kali berusaha keluar dari penjara.
Beruntung aku sudah mulai waspada dengan keberadaannya.

Dia adalah diriku sendiri.
Kembaran yang selalu aku cari.
Terwujud dalam Depresi.

Me, Myself, and I

Me, myself, and I. Heard so egoistic, right?
But, yeah, I’m not finished with myself yet.
So, how come I can share my life with others?

Friday, June 9, 2017

9 Juni 2017


9 Juni 2017

Hari ini tepat 33 tahun usiaku.
Tapi baru tahun ini, depresiku kambuh parah tepat di hari ulang tahunku.
Baru tahun ini, aku ingin sekali mati tepat di saat aku baru membuka mata menyambut ulang tahunku.

Thursday, April 20, 2017

Silence ….. in Jakarta

Hari ini Jakarta melangsungkan Pilkada putaran kedua untuk memilih Gubernur DKI. Dan setelah berbulan-bulan berjuang keras, jagoan saya (dan jagoan 42% warga DKI lainnya) tetap kalah.  

Kejadian ini persis sama seperti kejadian saat Trump menang Pemilu di US. Semua hasil survey mengatakan sebaliknya. Hal ini lah yang membuat para pendukung Petahana menjadi kecewa dan merasa pesimis. 

Termasuk saya. 

Apalagi saya dan juga mayoritas pendukung, merasa bahwa program Paslon kami jauh lebih baik dan lebih realistis dibanding paslon lawan. Tapi yah mau gimana. Manusia hanya bisa berkehendak, tapi Tuhan yang menentukan. 

Di tengah kecewaku, aku teringat film Silence.

Film Silence yang dibuat oleh Martin Scorsese tentang PERJALANAN IMAN seorang Pastor Jesuit dalam dalam perjalanan ke Jepang pada abad ke 17, untuk mencari Pastor Senior yang dinyatakan telah hilang dan melepaskan kepercayaannya terhadap agama Katolik. 

Dalam film berdurasi 161 menit tersebut, digambarkan betapa menderitanya para penganut Katolik yang hidup di Jepang saat itu. Dimana pemerintah Jepang saat itu tega menyiksa sampai mati, semua orang yang ketahuan menganut agama Katolik, termasuk kedua pastor Jesuit tersebut. Di akhir cerita, sang tokoh utama, Pastor Rodrigues, harus memilih antara tetap memegang teguh imannya terhadap agama Katolik atau keselamatan umat katolik di Jepang saat itu. 

“Perjalanan Iman” ini yang ingin aku tulis dan garis bawahi. 

Sama seperti kisah “Perjalanan Iman” Pastor Rodrigues dalam film Silence, hari ini wajib dijadikan tonggak untuk perjalanan iman bagi para pendukung Paslon Ahok Djarot, yang aku yakin masih merasa kecewa dan sedih atas kekalahan dalam Pilkada hari ini. 

Mungkin banyak yang dalam berkata dalam hati sambil merasa lemas atau pun menangis : “Tuhan kenapa Kau diam saja? Kenapa Kau tidak memenangkan Ahok Djarot? Engkau tahu kan, bahwa paslon lawan itu didukung kelompok Radikalis? Engkau tahu kan, kalau kekalahan Pilkada kali ini artinya ancaman bagi ke bhinnekaan di Indonesia? Engkau tahu kan, dengan kekalahan ini, maka kelompok minoritas dan yang termarginalkan akan semakin merasa terancam? Engkau tahu semua itu kan Tuhan? Lalu kenapa Engkau masih DIAM dan tidak bertindak?”

dan Tuhan pun tetap DIAM. 

Dalam DIAM, sebuah lagu tiba-tiba terlintas: 

Apa yang kau alami kini,
Mungkin tak dapat engkau mengerti.
Satu hal tanamkan dihati,
Indah semua yang Tuhan beri.

Tuhanmu tak akan memberi,

Ular berbisa pada yang minta roti.
Cobaan yang engkau alami,
Tak melebihi kekuatanmu.

Reff:

Tangan Tuhan sedang merenda,
Suatu karya yang agung mulia.
Saatnya kan tiba nanti,
Kau lihat pelangi kasihNya.
Tangan Tuhan sedang merenda,
Suatu karya yang agung mulia.
Saatnya kan tiba nanti,
Kau rasa belaian kasihnya.