Malam ini adalah hari pertama aku akan
bertemu tatap muka secara daring dengan kelompok Latihan Rohani Pemula yang
akan aku dampingi. Meskipun hal ini bukanlah pengalaman pertamaku, namun
sepertinya pengalaman mendampingi kali ini masih saja memberikan sedikit beban.
Aku sudah menelpon para peserta satu
per satu untuk perkenalan singkat. Aku juga sudah membaca-baca dan
mempersiapkan materi untuk program ini. Namun sepertinya masih ada saja persiapan
yang terlewat. Hal ini semakin membuat aku gelisah.
Beberapa hari yang lalu ketika
dipertemuan daring untuk Percakapan Rohani awal para Fasilitator, di dalam
group sharingku, salah seorang fasilitator senior yang juga berprofesi sebagai
Biarawati, memperingatkan kami tentang mendengarkan dengan HATI. Beliau mengatakan
bahwa tidak segala hal perlu kami tanggapi. Bahkan saat mendengarkan cerita para
peserta pun, usahakan untuk tidak memikirkan tentang “bagaimana harus menanggapi”
cerita tersebut. Cukup berikan HATI yang mengasihi untuk mendengarkan.
Atas saran dari Biarawati senior
tersebut, aku sudah menyatakan memahami, dan akan aku lakukan. Namun sepertinya
saat itu aku bahkan masih mendengarkan nasihat tersebut dengan telinga dan
pikiranku saja, belum dengan hatiku.
Kemarin siang, ada salah seorang
teman yang beberapa hari ini sedang curhat tentang seseorang yang membuat dia
agak kesal. Sesudah dia menceritakan kepadaku, tanpa aku sadari, aku menanggapi
curhatnya tersebut dengan sebuah postingan kata-kata bijak. Dan dijawabnya
dengan “iya aku tau kok.” Dan semuanya berlanjut seperti biasa.
Hingga malam hari kemarin, aku
mengobrol dengan salah seorang Pembina dari kelas Evangelisasi yang sedang aku ikuti.
Aku memang sedang ingin mengobrol dengan seseorang tentang kegelisahan yang
sedang aku rasakan, khususnya karena kegelisahaan ini menyangkut keputusanku
untuk masa depan. Alih-alih mendengarkan secara lengkap ceritaku, aku baru
bercerita sebagian, Pembina-ku tersebut sudah memberikan tanggapan. Dimana
semua tanggapan-tanggapan yang diberikan sebenarnya sudah masuk ke dalam
pertimbangan-pertimbanganku. Dan yang aku butuhkan dari mengajaknya mengobrol jelas
bukan mengenai hal-hal umum yang harus aku pertimbangkan, namun aku ingin mendapat
penjelasan kira-kira bagaimana proses yang harus aku tempuh, dan hal lain apa
lagi yang harus aku pertimbangkan, diluar pertimbangan-pertimbangan yang sudah
aku lakukan sebelumnya.
Jujur saja karena ceritaku yang dipotong
tersebut, “kuliah” yang jauh lebih lama dari pada waktu yang diberikan untuk aku
bercerita, dan juga penghakimannya terhadap pemikiran-pemikiran dan langkah-langkah
yang sudah aku tempuh, membuat suasana hatiku menjadi agak jelek sepanjang
malam kemarin.
Disaat suasana hatiku menjadi jelek,
tiba-tiba aku teringat terhadap teman-teman yang selama ini sering bercerita
kepadaku, khususnya yang baru siang tadi bercerita kepadaku. “Apakah aku pun
sudah membuat teman-temanku kesal dengan caraku mendengarkan cerita mereka? Apakah
aku sudah memberikan mereka hati yang mendengarkan?”
Lalu pagi ini ketika aku mengikuti
misa online, aku memilih mengikuti misa online yang dipimpin oleh seorang
pastor yang selama ini dikenal selalu membacakan doa intensi satu per satu bagi
yang meminta dan kotbah homilinya memang selalu bagus. Dan karena aku suasana
hatiku masih sedikit jelek, aku ingin mendengar kotbahnya yang “mungkin” bisa
menenangkan hatiku.
Dan sepertinya memang Roh Kudus lah
yang menggerakkan aku untuk mengikuti misa online dari pastor tersebut, karena baru
di awal misa, ketika ia akan membacakan intensi misa yang sangat amat banyak,
ia berkata “Bapak Ibu dan saudara-saudara sekalian, saya memang selalu melayani
dengan membacakan dan mendoakan intensi misa satu per satu. Saya mohon anda juga
bisa MELAYANI dengan MENDENGARKAN dan ikut mendoakan.”
Deg…. Saat mendengar kata-kata
tersebut, aku kembali merasa diingatkan untuk membiasakan diri mendengar dengan
hati, khususnya bila aku memang ingin melayani dan menjadi saksi kasih Allah bagi
orang-orang di sekitarku.
Selesai misa, aku melanjutkan dengan
membaca Alkitab seperti yang sedang aku jadikan kebiasaan, dan menuliskan
Jurnal Emaus. Lagi-lagi aku seperti mendapat peneguhan dari peringatan yang aku
dapat sejak semalam. Ayat yang aku dapat dari Mazmur 34 : 7
“Orang yang tertindas ini berseru,
dan TUHAN mendengar; Ia menyelamatkan dia dari segala kesesakannya.”
Lagi-lagi kata “mendengar”. Bahkan dari
ayat ke-3 pun sudah ada kata “mendengarnya”.
Aku pun mencoba untuk semakin merenungkan
lebih dalam. Apakah dambaanku, untuk dapat semakin memurnikan panggilan
hidupku, yang pernah aku tulis sebelum Latihan Rohani Pemula season 5 dimulai, sudah
mulai aku rasakan?
Tapi apapun yang sudah terjadi dari
semalam sampai saat ini, aku merasa bersyukur. Aku bisa kembali merasakan
kehadiran Tuhan, yang mengingatkanku akan kelemahan-kelemahan yang aku miliki. Kelemahan
yang tampak sepele namun ternyata bisa berdampak sangat besar bagi orang lain.
Aku bertekad 5 minggu ini, aku ingin
hadir sepenuh hati bagi setiap orang yang membutuhkanku. Bagi para peserta LRP
yang aku dampingi, bagi para sahabat, keluarga, dan rekan-rekanku.
Semoga dengan bimbingan Roh Kudus
yang baik, aku bisa melaksanakan tekadku. Semua hal ini ingin aku lakukan untuk
kemuliaan Tuhan yang lebih tinggi. Amin.
Grey_S