Thursday, August 27, 2020

Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu

Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. (Yohanes 15:16)

 

***

Ayat diatas sudah 2 minggu ini mengganggu pikiranku. Membuatku mau tidak mau memikirkan dan merenungkan, kenapa tiba-tiba ayat tersebut muncul di otak-ku? Kenapa dari minggu lalu saat aku menjalankan pelatihan rohani, ayat tersebut selalu muncul di topik yang sedang aku pelajari? Apa maksud semua ini?

Aku pun mencoba mengingat-ngingat perjalanan iman-ku dari dulu sekali, ketika aku masih kecil dan belum mengenal Tuhan, hingga saat ini, tapi saat aku memejamkan mata, dan mencoba merenungkan perjalanan imanku, tiba-tiba aku diingatkan tentang kebetulan-kebetulan yang tidak seperti kebetulan, tapi lebih menyerupai sebuah panggilan.

 

***

Aku dilahirkan dari keluarga Kristiani, tapi beda aliran. Mami seorang Katolik, Papi seorang Kristen Advent. Namun Kakek dan Nenek, yang membesarkan aku, malah baru dibaptis ketika aku berusia sekitar 5-6 tahunan, sebelum itu Kakek dan Nenekku adalah pengikut Buddhis yang tidak jelas. Maksudnya mereka hanya Buddhis di KTP, aslinya sih yah jarang-jarang juga ke Wihara untuk berdoa. Selain percaya kepada ajaran Buddhis, Kakekku juga sangat menghargai dan mempercayai ajaran KongHuCu. Maka dari itu sejak kecil ajaran-ajaran Buddha, Confucius, dan Kristen, cukup melekat dalam hidupku.

Dan sebagai anak kecil saat itu tentu saja aku tidak pernah memilih, dan tidak pernah ambil pusing dengan siapa itu Tuhanku. Apalagi aku bukan dibaptis sejak bayi, sehingga sebenarnya aku memiliki hak untuk memilih sendiri, siapa Nabi yang ingin aku ikuti ajarannya, agama apa yang ingin aku anut. Namun kebetulan-kebetulan yang di sengaja, seperti selalu mengarahkan jalan hidupku.

Kebetulan Kakek Nenekku akhirnya dibaptis secara Katolik, karena keinginan mereka ber-2 sendiri, dan pada akhirnya mereka ber-2 juga lah yang selalu mengajariku untuk selalu setia dalam doa.

Kebetulan tanteku adalah pengurus seksi Bina Iman Anak di gereja, sehingga sejak kecil, setiap hari minggu aku diajak ikut sekolah Minggu, dan ini terus berlangsung sampai aku lulus SMU. Dari yang awalnya hanya sebagai adik sekolah minggu, sampai akhirnya aku yang menjadi kakak sekolah minggu. Kalau bukan karena tanteku, aku tidak akan ikut kelas Bina Iman.

Kebetulan ketika remaja dan aku sudah bisa memilih, aku bertengkar hebat dengan Papi, yang saat itu memaksakan aku untuk mengikuti kepercayaannya dan semua kehendaknya. Sehingga dengan keras kepala dan tenaga untuk memberontak, aku malah akhirnya memilih dibaptis secara Katolik. Dan saat itu satu-satunya alasanku dibaptis secara Katolik, terang-terangan bukan karena aku percaya dengan Roh Kudus, Gereja Katolik yang Kudus, persekutuan Para Kudus, tapi lebih kepada “apapun yang papi minta untuk aku lakukan, maka aku akan lakukan yang sebaliknya.”

Kalau bukan karena bertengkar dengan Papi, mungkin aku pun tidak akan memilih untuk dibaptis secara Katolik.

Kebetulan sekolah terdekat di daerah rumahku adalah sekolah Katolik, sehingga dari Playgroup sampai lulus SMU aku selalu sekolah di sekolah Katolik. Dan ketika SMP dan SMU, sekolahku berada persis di samping gereja, sehingga ketika hubunganku dengan papi menjadi sangat buruk, aku hanya bisa melarikan diri ke sekolah atau gereja. Menghabiskan waktu dengan extra kulikuler di sekolah atau pelayanan di gereja. Membuat diriku sesibuk mungkin, sehingga aku punya alasan untuk tidak bertemu dengan papi.

Kalau saja sekolahku bukan disamping gereja, mungkin aku sudah lari ke hal-hal buruk lainnya.

Kebetulan teman sekolah terakhirku yang masih berhubungan ketika aku lulus kuliah, masih sering pelayanan di gereja. Sehingga ketika kami baru lulus kuliah, dan aku masih menganggur, dia mengajakku untuk ikut dia pelayanan dan menjadi pendoa bagi orang-orang yang membutuhkan lewat kelompok Legio Maria. Dari kelompok Legio Maria ini, aku belajar banyak tentang panggilan hidup dan arti melayani dengan sesungguhnya.

Kebetulan teman lain yang sama-sama satu kelompok di Legio Maria ikut kelompok paduan suara juga. Dan waktu kelompok paduan suara itu mengadakan konser, anak-anak Legio Maria diminta bantuan menjadi usher. Aku salah satu yang menjadi usher. Saat itu aku menyadari, bahwa aku mencintai aktivitas menyanyi dalam paduan suara. Sehingga akhirnya aku memutuskan untuk bergabung dengan kelompok paduan suara tersebut.

Kebetulan aku bergabung dengan kelompok paduan suara gereja, artinya mau tidak mau harus rajin datang latihan ke gereja, ikutan tugas gereja, dan berteman baik dengan orang-orang gereja, karena kemampuan bernyanyi-ku belum memenuhi syarat kalau mau ikut paduan suara tingkat nasional.

Tentang kecintaanku dengan paduan suara juga memiliki kisah tersendiri.

Setelah kakek-ku meninggal secara Katolik, akhirnya nenek-ku minta ikut dibaptis secara Katolik, setelah itu beliau diajak untuk aktif di gereja oleh adiknya yang sekeluarga sudah aktiv duluan di gereja. Salah satu kegiatan favorit nenekku adalah bernyanyi di dalam paduan suara. Gitu-gitu dulu nenekku juga suka ikut lomba paduan suara kemana-mana bersama kelompoknya, suka juga tampil di acara-acara penting, persis dengan yang aku lakukan saat ini.

Ketika aku berusia kurang lebih 8 tahunan, dan dianggap cukup mengerti, dan bisa diajak pergi-pergian tanpa perlu pengawasan ketat, aku mulai diajak nenekku untuk ikut bernyanyi di paduan suara lingkungan kami. Aku satu-satunya anak kecil saat itu, tapi karena aku anak perempuan, maka sudah dipastikan aku bisa membantu di kelompok Sopran.

Karena terbiasa membantu di kelompok paduan suara lingkungan, maka ketika sekolahku membutuhkan anggota paduan suara anak untuk tampil di gereja, aku pun termasuk yang direkomendasikan oleh wali kelasku saat itu. Akhirnya setiap tahun, dari kelas 3 SD sampai kelas 2 SMU, aku selalu terpilih menjadi anggota paduan suara di sekolah.

Bahkan meskipun orangtuaku melarang aku ikutan, sampai mereka memohon ke pihak sekolah untuk mengeluarkan aku dari kelompok paduan suara, pihak sekolah malah balik memohon ke orangtua-ku untuk mengijinkan aku tetap ikut aktiv di paduan suara sekolah.

Ketika kuliah, saat aku ingin melupakan kesenanganku di paduan suara, tiba-tiba teman dekatku saat itu minta aku membantu kakaknya di paduan suara. Akhirnya tidak jadi lagi melupakan kecintaanku. Sampai aku lulus, bahkan sampai aku di wisuda, aku tetap diminta tolong membantu mengurus kelompok paduan suara di kampusku.

Begitu juga ketika aku sudah lulus kuliah dan bekerja, sekali lagi aku sempat ingin melupakan kecintaanku, tapi ketika aku pergi ke Beijing, kelompok paduan suara di gereja sana, seperti memanggiku untuk bergabung, dan bersama-sama memuliakan Tuhan.

 

****

Kembali lagi ke kebetulan-kebetulan yang (sepertinya) disengaja dalam hidupku.

Setelah Mami-ku meninggal, aku jadi mencoba untuk membuka diri lagi untuk teman-teman di gereja. Alasanku untuk mulai membuka diri lagi, sebenarnya karena tidak enak hati saja, karena saat aku mengalami kesusahan, ternyata teman-teman gerejaku selalu siap sedia membantu dan memberi dukungan moril. Padahal karena alasan keluarga, aku sudah memutuskan tidak mau terlalu sibuk lagi di lingkungan gereja. Sehingga aku memilih hanya aktiv melayani lewat paduan suara saja. Tapi ternyata semua teman gerejaku masih selalu ada, meski aku sudah memilih untuk tidak aktiv.

Akhir tahun 2019 yang lalu, kebetulan aku bertemu salah seorang teman dari kelompok Legio Maria, dan ia menawarkan aku untuk ikut kelas Kursus Evangelisasi Pribadi Orang Muda Katolik. Sejujurnya aku sudah ditawari ikut kelas ini bertahun-tahun, dan aku tidak pernah tergerak untuk ikut. Tapi lagi-lagi Tuhan memanggil dengan cara yang unik.

Saat itu Tuhan memanggilku untuk ikut Kursus Evangelisasi Pribadi ini justru lewat sebuah kesalahpahaman.

Ada prasyarat usia maximal 35 tahun (atau belum berulang tahun ke-36) untuk ikut kelas tersebut. Nah karena prasyarat tersebut, aku malah jadi berpikir, “Kalau tidak ikut Angkatan yang sekarang, maka aku tidak bisa ikutan lagi kelas ini.” Padahal aku masih cukup penasaran juga untuk mempelajari tentang alkitab dan ke-Katolik-an ini. Maka tanpa pikir lebih Panjang lagi, ya sudah aku mendaftar saja. Toh biaya pendaftaran hanya Rp. 50,000.

Setelah ikut kelas aku baru tahu, syarat usia tersebut dibuat karena aku ikut kelas yang Orang Muda Katolik, bukan kelas yang untuk Umum. Kalau kelas yang untuk Umum malah tidak ada prasyarat usia. Tapi balik lagi mungkin ini adalah sebuah kebetulan (yang disengaja).

Oh ya, ketertarikanku untuk memperdalam Alkitab juga terjadi secara kebetulan.

Kebetulan aku bergabung di penyelenggara Festival Film yang memiliki tema cukup sensitive, kebetulan juga salah satu partner dari festival tersebut adalah sebuah Sekolah Teologi di Jakarta yang sudah cukup berpikiran terbuka tentang issue-issue yang kami angkat. Kebetulan diawal kerjasama antara sekolah tersebut dan festival kami, aku yang diminta menjadi PIC di sekolah tersebut selama 5 hari penuh waktu itu.

Selama 5 hari bertugas di sekolah tersebut, aku tersentuh dengan murid-murid, dosen, dan staff disana. Dimana aku dapat merasakan mereka menawarkan cinta, persahabatan, dan pelayanan yang tulus untuk teman-teman yang mungkin terlahir berbeda. Dari cerita-cerita mereka tentang pelajaran di sekolah tersebut, aku menjadi tertarik untuk mendalami Alkitab dan tafsir-tafsirnya. Sayangnya sekolah tersebut tidak membuka kelas untuk paruh waktu, dan aku sudah tidak sanggup kalau harus kembali menjadi murid penuh waktu.

Makanya ketika ada kelas Kursus Evangelisasi Pribadi, yang notabene tidak akan mengganggu jam kerja-ku, aku menjadi sedikit penasaran. Hanya saja memang sebelum akhir 2019 lalu, aku belum terpanggil sama sekali untuk mengikuti kelas tersebut.

Dari kelas KEP, aku menjadi mendapat info-info lagi untuk pelatihan rohani lainnya. Dari konsultasi dengan pembimbing KEP pun, aku berhasil melewati masa sulitku dalam menghadapi pandemic sekaligus resesi saat ini.

 

***

Semakin aku ingat-ingat, semakin banyak kebetulan yang seakan-akan memanggilku untuk mendekat kepada-Nya.

Saat ini aku hanya berdoa memohon rahmat Tuhan, untuk bisa mendengar lebih jelas, jika memang aku dipanggil. Dan aku juga mohon rahmat dan kekuatan agar aku dapat benar-benar melaksanakan panggilanku. 



Grey_S

No comments: