Saturday, December 31, 2016

MIRACLES of Christmas


Harusnya postingan ini aku share sejak seminggu yang lalu, namun karena kesibukanku di pekerjaan membuatku sudah hampir tidak memiliki waktu untuk menulis lagi. Keseringan sih ketika sampai rumah, aku sudah sangat malas untuk membuka laptop lagi. Sehingga meskipun waktu untuk menulis ada, tapi membuka laptop lagi di rumah, adalah satu perjuangan tersendiri. 

Sudah beberapa tahun terakhir, aku tidak terlalu antusias dalam menyambut Natal, apalagi sejak aku vacuum dari kegiatan Paduan Suara dan pekerjaan yang menuntut aku untuk tetap stand by meskipun sedang merayakan hari raya Natal. 

Pada liburan akhir tahun, tahun lalu, bahkan menjadi momen puncak ketidak cocokanku dengan kebijakan atasan yang menyebabkan aku harus kehilangan pekerjaan (lagi). Dan tahun ini, meskipun aku sudah kembali aktiv di kegiatan Paduan Suara, namun ternyata kebahagiaan Natal belum kembali aku rasakan. 

Lomba Natal dengan lagu yang itu-itu saja, antusias masyarakat yang begitu-begitu saja, perdebatan di socmed tentang haramnya memberikan ucapan selamat Natal bagi umat muslim yang selalu ada beberapa tahun terakhir, semua membuatku merasa jenuh. 

Hingga tepat 2 hari sebelum Natal, di salah satu group WA, sedang membahas acara BBQ dinner untuk acara kebersamaan di akhir tahun.  Dan karena aku tidak bisa ikut dalam dinner tersebut karena masih ada latihan untuk persiapan tugas koor pada malam Natal, aku pun memohon maaf karena tidak bisa ikutan. 

Salah satu member, memberikan ucapan “All best for your Christmas church services.” Basa-basi aku menjawab, “Iya neh, semoga besok suara ngga hilang.” Dan dijawab lagi, “Every Christmas times creates Miracles..!!!  

Deg.

Mendadak aku menyadari, aku sudah melupakan tentang Miracles of Christmas. Aku terlalu sibuk mengasihani diriku sendiri beberapa tahun terakhir sehingga tidak bisa merasakan kembali kebahagiaan Natal. 

Setelah beberapa menit aku merenungkan kata-kata temanku itu, akhirnya aku menjawab lagi komentarnya (disertai doa dalam hati dan sebuah pengakuan) di group WA, “It’s a long time I’m not feel the miracles. Maybe it’s the time for hoping a miracle (again).” dan pembahasan lainnya tentang perayaan Natal dan BBQ dinner tersebut berlanjut lagi. 

Tapi kata-kata temanku tersebut, terus membayangiku sepanjang hari itu. Sehingga aku mulai berdoa lagi dalam hati, “Ijinkan aku kembali merasakan Miracles of Christmas again.”

Lalu tanggal 24 Desember, aku kembali sibuk dengan pekerjaan sampinganku diluar kantor. Yah, kondisi keuanganku saat ini, membuatku harus kerja ekstra keras. Apalagi tahun ini mamiku yang biasa menjadi tulang punggung keluarga, mulai memasuki masa pensiun. Sehingga aku harus mulai menggantikannya sebagai tulang punggung keluarga, sedangkan pekerjaanku bisa dibilang belum juga stabil. Hal ini yang membuatku agak tertekan.  

Kembali ke cerita di tanggal 24 Desember kemarin, setelah selesai melakukan beberapa pertemuan dari pagi-pagi sekali, aku berniat segera pulang ke rumah, agar masih ada waktu untuk beristirahat sebentar sebelum bertugas di misa malam Natal. Hari itu aku sudah keluar rumah dari jam 5.30 pagi.

Dalam perjalanan pulang, aku mendapat telepon dari seseorang yang mengatakan, dia tertarik untuk melihat property yang aku sewakan. Karena melihat ini peluang, dan kebetulan aku masih punya sedikit waktu, aku pun meng-iya-kan ketika orang itu meminta melihat property-ku saat itu juga. Meskipun hati kecilku protes, karena sudah kelelahan.

Dalam perjalanan ke meeting terakhir itu, aku pun kembali teringat dengan ucapan temanku “Every Christmas times creates Miracles.” Dan aku kembali berdoa dalam hati, bila memang Tuhan mengijinkan, semoga pertemuan itu membuat aku kembali merasakan Miracles of Christmas. 

Puji Tuhan, doaku terkabul (lagi). Hanya beberapa jam sebelum misa malam Natal dimulai, aku kembali merasakan Miracles of Christmas. Di pertemuan itu, hanya perlu kurang dari 30 menit, orang tersebut menyatakan OK dengan properti yang aku tawarkan, dan saat itu juga mentransfer uang tanda jadi. 

Luar biasa. Aku sampai tidak bisa berkata apa-apa lagi. 

Sore itu aku pulang dengan senyuman. Hilang sudah rasa lelah setelah seharian keliling Jakarta. Sepanjang malam itu, bahkan hingga saat ini, aku ingin terus bersaksi tentang MIRACLES of Christmas yang aku rasakan. 


Grey_S

A dream I dreamed


Tinggal 1 hari lagi maka tahun 2016 pun akan berakhir sudah. Waktu benar-benar terasa berlari dengan sangat cepat. 
2016, 10 tahun setelah aku mendapatkan gelar S1, akhirnya aku berhasil mendapatkan gelar S2. Sebuah impian yang (pernah hanya menjadi mimpi) akhirnya menjadi kenyataan. 
Kebahagiaan yang membuncah karena berhasil menggapai impianku, sempat membuat aku sangat memikirkan banyak “Skenario” yang mungkin terjadi di hari kelulusanku. Dari yang mungkin saja, aku akan menangis terharu ketika dinyatakan lulus, sampai “Pidato kemenangan” di acara syukuran. Untung saja semua “Skenario” yang ada di dalam bayanganku tidak ada yang terjadi. 
Mungkin benar seperti cerita-cerita orang lain yang sudah lebih dulu sukses menggapai impian mereka, karena mereka sudah memimpikan hari kesuksesan itu sejak lama, maka ketika mereka sungguh sukses mendapatkannya, hal itu menjadi biasa saja. Begitu juga denganku. Hal-hal dramatis yang ada di benakku, untung saja hanya tetap berada di benakku. Sehingga aku masih tetap terlihat cool dan tidak norak dengan semua yang berhasil aku dapatkan. 
Untuk hal-hal yang (seharusnya) menjadi bahan “Pidato kemenanganku” akan aku bagikan di blog ini saja. 
Mungkin buat orang lain bisa lulus S2 adalah hal yang biasa aja. Lulus dengan predikat memuaskan pun mungkin biasa aja. Bisa lulus kuliah sambil kerja juga mungkin hal yang biasa aja. Tapi tidak untukku. 
Untuk seseorang yang pernah dianggap sampah masyarakat oleh gurunya sendiri ketika di sekolah dulu, bisa mendapat gelar S2 dengan usaha sendiri, adalah sebuah kesuksesan. 
Untuk seseorang yang pernah ditolak ketika ingin mendaftar kuliah karena nilai yang dianggap kurang dan tidak mungkin bisa lulus test, bisa mendapat gelar S2 dengan predikat cukup memuaskan, adalah sebuah kesuksesan. 
Dan untuk seseorang yang pernah dipecat karena tetap mementingkan pendidikan dibanding dibodohi oleh atasan, bisa menyelesaikan thesis tepat waktu, mendapat pujian di presentasi, dan mendapat gelar S2 tepat waktu, bersamaan dengan launching produk, plus mengurus acara pemutaran film, adalah sebuah kesuksesan. 
Bagiku lulus S1 adalah kewajiban dan “hutang” yang harus aku bayar kepada kedua orangtuaku dan keluargaku, namun lulus S2 adalah sebuah kesuksesan dan sebuah pembuktian bahwa “ketika aku yakin bisa, aku pasti bisa, dan aku harus bisa”
Masih teringat kata-kata seorang motivator yang dulu dikenalkan oleh om-ku belasan tahun yang lalu, “Capailah IMPIANmu setinggi langit, bukan langit-langit.” Bagiku saat ini, momen keberhasilanku dalam mendapatkan gelar S2 ini, adalah momen untuk mengembalikan kepercayaan diriku, dan momen untuk kembali mempercayai kekuatan “IMPIAN”.  

 "A dream is a wish your heart makes" - Cinderella

Grey_S

Thursday, July 14, 2016

Jealous

I'm jealous of the rain
That falls upon your skin
It's closer than my hands have been
I'm jealous of the rain
I'm jealous of the wind
That ripples through your clothes
It's closer than your shadow
Oh, I'm jealous of the wind, 'cause

[Chorus:]
I wished you the best of
All this world could give
And I told you when you left me
There's nothing to forgive
But I always thought you'd come back, tell me
All you found was heartbreak and misery
It's hard for me to say,
I'm jealous of the way
You're happy without me

I'm jealous of the nights
That I don't spend with you
I'm wondering who you lay next to
Oh, I'm jealous of the nights
I'm jealous of the love
Love that wasn't here
Gone for someone else to share
Oh, I'm jealous of the love, 'cause

[Chorus:]
I wished you the best of
All this world could give
And I told you when you left me
There's nothing to forgive
But I always thought you'd come back, tell me
All you found was heartbreak and misery
It's hard for me to say,
I'm jealous of the way
You're happy without me

As I sink in the sand
Watch you slip through my hands
Oh, as I die here another day
'Cause all I do is cry behind this smile

[Chorus:]
I wished you the best of all this world could give
And I told you when you left me
There's nothing to forgive
But I always thought you'd come back, tell me
All you found was heartbreak and misery
It's hard for me to say,
I'm jealous of the way
You're happy without me

It's hard for me to say,
I'm jealous of the way
You're happy without me 

https://www.youtube.com/watch?v=Ra_iiSIn4OI

Wednesday, June 8, 2016

Juni 2016

Setiap bulan Juni, bahkan beberapa minggu sebelum bulan Juni, aku selalu galau. 
Galau karena akan bertambah usia, galau karena banyak kenangan tentang bulan Juni. 
Tapi aku sedang tidak ingin bergalau-galau ria dia H – beberapa jam sebelum aku tambah tua. Aku hanya ingin bersyukur atas semua yang sudah lewat, semua yang sudah menjadi kenangan. 

FYI, selama bulan Mei 2016 kemarin, adalah puncak kesibukanku dalam 1,5 tahun ini. Sejak aku kuliah, aku harus triple job antara kerjaan, kuliah, dan Film Festival. Semester ini, karena merupakan semester terakhirku di kampus, aku semakin sibuk dengan Thesis, belum lagi masih ada kelas yang harus kuhadiri, dan project dari kampus sebagai salah satu syarat kelulusan. Di pekerjaan, bulan Mei kemarin aku harus mengurus Grand Launching perusahaan baruku, dan di film festival, aku masih harus mengurus pemutaran khusus untuk pencarian dana.

Untungnya semua berakhir tepat di akhir Mei, dan saat memasuki bulan Juni, aku sudah tinggal menunggu hasil dari kerja kerasku selama beberapa bulan. Di tanggal 1 Juni, aku sudah mendapat kepastian untuk kelulusan sidang thesisku. Di tanggal 8 Juni, aku sudah mendapat kepastian nilai projectku.

It’s really nicest birthday gift right?

Tinggal tunggu nilai thesis keluar sih. Juni 2016, menjadi Juni istimewa dalam hidupku. Setelah bulan Juni 2005, yang lalu dimana pada tahun itu aku akhirnya memperoleh keajaiban tentang penglihatanku yang sembuh lewat lasik. Tahun ini, akhirnya aku berhasil meraih mimpiku untuk mendapat gelar S2.

Satu lagi mimpiku yang menjadi nyata, aku turun berat badan lebih dari 5 kg selama 2 bulan. Ini salah satu hal ajaib yang hampir tidak pernah terjadi sepanjang 32 tahun kehidupanku di dunia ini. Padahal biasa diet mati-matian pun tidak pernah bisa turun berat badan, tapi kali ini karena stress bercampur kelelahan, yang bikin berat badanku turun banyak. Karena sudah nanggung, sekalian lha aku diet agar berat yang sudah turun tidak kembali ke asalnya.

“Anugerah Tuhan apalagi yang kau dustakan grey?” akan menjadi pertanyaan yang bagus.

Kurang baik apalagi Tuhan dalam hidupku. Meski banyak masalah dan cobaan, meski aku tidak bisa menjadi orang baik, tapi Tuhan tetap baik kepadaku. Dia masih memberiku banyak hadiah, dan menguatkanku dalam menjalani prosesnya.

Terima kasih Tuhan atas 32 tahun kehidupanku, dan 8 tahun blog ini ternyata masih bisa eksis meski sudah jarang kusentuh.

Selamat ulang tahun Gemini.

Saturday, February 20, 2016

Jessica, Mirna, dan Pengadilan Social

Dalam satu bulan terakhir ini, seluruh media di Indonesia dihebohkan oleh kasus kematian seorang wanita sehabis meminum kopi bersama 2 orang sahabatnya. Meski awalnya media hanya menyebutkan inisial nama, namun akhirnya nama lengkap korban, saksi, tersangka kasus dan keluarga masing-masing pihak di tuliskan sejelas-jelasnya. 

Nama korban tewas adalah Mirna, dan sahabatnya yang menjadi saksi sekaligus tersangka adalah Jessica. Nama-nama terkait lainnya tidak perlu dibahas, karena saya malas menulis dan karena tokoh utama di tulisan saya ini memang hanya Jessica dan Mirna menurut sudut pandang pribadi saya.

Sampai tulisan ini saya buat, kasus pembunuhan Mirna lewat kopi yang mengandung sianida ini masih sangat misterius. Bukti-bukti yang digunakan polisi untuk menjadikan Jessica tersangka masih sangat minim dan penuh dengan asumsi-asumsi saja. Namun sejak beberapa jam kasus kematian Mirna menyebar di social media, hampir semua beritanya sangat menyudutkan Jessica. 

Pihak keluarga korban, maupun masyarakat mendadak membuat pengadilan sendiri untuk mengadili “tersangka”. Polisi pun terkesan terburu-buru ketika memberikan status tersangka kepada Jessica, tanpa menggunakan asas praduga tak bersalah yang sudah seharusnya menjadi hak semua orang yang belum terbukti bersalah. Polisi hanya beralasan, agar Jessica tidak melarikan diri dan tidak menghilangkan barang bukti, ketika memutuskan menahan Jessica dan memberikannya status tersangka. 

Huft…. Saya tidak bisa memberikan komentar apapun setiap membaca berita tentang Jessica – Mirna ini, karena saat ini masyarakat Indonesia sedang sangat mudah dipecah belah oleh Pro-Kontra. Apalagi “gossip” dibelakang kasus ini adalah cinta sejenis, yang juga sedang hot-hotnya dibahas di Media. Inilah yang membuat saya malas berdebat di kolom komentar di setiap berita, karena orang Indonesia lebih mendahulukan opini pribadi dan kata “Pokoknya”, dibandingkan dengan logika sehat dan tulisan-tulisan karya ilmiah. 

Saya hanya bisa memberikan EMPATI terhadap kasus Jessica-Mirna. 

**** 

Keluarga Mirna 

Saya bisa merasakan rasa sakit hati, marah, dan dendam, yang dialami keluarga Mirna saat mengetahui orang tersayang mereka meninggal mendadak, apalagi meninggalnya tidak secara normal. Di tinggal wafat oleh orang tersayang karena serangan jantung atau kecelakaan saja sudah sangat shock, apalagi karena dibunuh (atau terbunuh). 

Namun apakah tidak sebaiknya, menyerahkan kasus ini ke penyelidikan kepolisian, dari pada tampil di media massa dengan emosi dan memperkeruh suasana? Bagaimana kalau ternyata kecurigaan mereka tidak terbukti? 

Jessica 

Saya pernah tinggal di luar negeri dalam rangka belajar, meski tidak selama Jessica dan Mirna tinggal di Australia. Ketika tinggal di luar negeri, saya pun memiliki banyak teman yang pada waktu itu menjadi teman senasib. Sebagai sesama anak Indonesia yang tinggal diperantauan, otomatis kami sering berkumpul entah sekedar untuk makan bersama, belajar, jalan-jalan, atau pun sekedar minum-minum cantik dan bergosip. Maklum, kami jauh dari keluarga saat itu. 

Sepulangnya kami dari luar negeri itu, kami berusaha untuk masih saling kontak-kontakan, via Whatsapp, Facebook, dan social media lainnya, meski tentu saja tidak bisa sesering dan sedekat ketika kami masih sama-sama di perantauan. Bila ada waktu, atau bila ada teman lama yang datang ke Jakarta, kami pun mengusahakan untuk berkumpul, sekedar untuk mengenang masa-masa kami masih bisa sering bersama. 

Meski bukan sebuah kebiasaan, namun beberapa kali kami saling bergantian mentraktir ketika berkumpul bersama. Buat saya pribadi, mentraktir teman lama adalah sebuah aktualisasi diri untuk menyatakan “Sist, gw udah cukup sukses sekarang. Minum-minum cantik begini doang mah udah lha, gw yang bayar aja. Next baru lo yang bayar.” 

Pengalaman saya diatas miripkan dengan latar belakang kasus yang menimpa Jessica? 

Beberapa orang yang berteman sejak sekolah dari Australia, janjian kumpul bersama setelah sekian lama tidak berjumpa. Salah satu dari mereka, ingin mentraktir teman-temannya. Lalu bertemulah mereka di sebuah cafĂ© di Mall mewah di Jakarta. Saling berpelukan dan cipika-cipiki. 

Satu-satunya yang membedakan dari cerita saya dan Jessica adalah tidak ada teman saya yang meninggal ketika kami berkumpul bersama, apalagi ketika saya yang giliran mentraktir teman-teman saya. Terima kasih Tuhan untuk hal itu. 

Jujur saja, dengan kemiripan pengalaman saya dan Jessica, saya sering membayangkan diri saya berada di posisi Jessica saat ini. Menjadi tersangka karena ada teman yang meninggal ketika saya mentraktir minuman. Padahal belum tentu saya tau tentang minuman beracun tersebut. Seandainya saya yang berada di posisi Jessica saat ini, belum tentu saya bisa sekuat dia. Apalagi dengan latar belakang depresi yang saya miliki, bisa-bisa begitu dijadikan tersangka, saya akan berusaha bunuh diri duluan. 

Yang paling menyakitkan dari kasus Jessica ini adalah PENGADILAN SOSIAL yang langsung terjadi sejak beberapa jam setelah kasus tersebut beredar di social media, bahkan sebelum polisi memeriksa dan mengautopsi korban. Hanya 3 jam setelah info pertama tentang kematian Mirna saya terima, saya sudah mendapat 3 versi cerita dibalik kematian tersebut. Luar biasa kan? 

Versi pertama, adalah tentang hubungan sejenis antara Mirna dan Jessica, yang membuat Jessica membunuh Mirna karena cemburu setelah ditinggal menikah. Versi kedua, adalah Jessica membunuh Mirna karena merebut kekasihnya. Versi ketiga, adalah Mirna meninggal karena kebanyakan minum obat diet, dan langsung minum kopi tanpa makan terlebih dahulu. 

Pada akhirnya versi pertamalah yang di besarkan media, dan keluarga korban, khususnya kasus ini terjadi hampir bersamaan dengan issue LBGT yang tiba-tiba “meledak” juga di media social. Ntah benar atau tidak, sampai saat ini belum ada bukti, kecuali atas pengakuan keluarga korban, dan pengadilan social media yang tampak sudah tidak adil bagi Jessica. Namun melihat foto-foto masa lalu Jessica, Mirna, dan teman-teman lainnya yang beredar di social media, mengingatkan saya kembali pada diri saya sendiri dan teman-teman saya, sehingga jauh di dalam lubuk hati saya, saya mempercayai bahwa Jessica tidak punya hati untuk mencelakakan Mirna.

Dibawah ini, adalah berita-berita tentang kejanggalan-kejanggalan pada kasus Jessica-Mirna yang dikutip dari sumber yang bisa dipertanggung jawabkan :

http://news.detik.com/berita/3131104/pakar-psikologi-forensik-ini-yakin-jessica-bukan-pembunuh-mirna 

http://www.tribunnews.com/nasional/2016/02/05/lima-kejanggalan-kasus-mirna-versi-komnas-ham

http://www.tribunnews.com/metropolitan/2016/02/05/pakar-hukum-jessica-orang-salah-di-tempat-yang-salah 

http://www.beritasatu.com/megapolitan/347439-hotman-paris-yakin-jessica-bebas-di-pengadilan.html