Wednesday, December 31, 2014

Resolusi 2015

Atas semua yang sudah gw dapatkan di tahun 2014, kini saatnya gw harus membuat beberapa Goal untuk 2015. 

  1. Disiplin membagi waktu
Tahun 2015 gw harus benar-benar disiplin membagi waktu. Kerja plus kuliah bukan hal yang mudah untuk dijalani. Tapi selama semesta mendukung gw, gw pasti bisa.
Yeahhhh... demi masa depan yang lebih baik.

  1. Disiplin olahraga
Pacar gw udah ngomel mulu karena kemalasan gw untuk berolahraga. Ditambah pinggang gw yang sudah tambah sering kambuh sakitnya karena kebanyakan duduk di kantor. Yeah... gw harus olahraga. Minimal Yoga atau berenang. Kalau ngga mau sendi-sendi gw kaku kayak oma-oma

  1. Menurunkan berat badan
Ini sepaket sih sama masalah sakit pinggang gw. Yup, gw harus menurunkan berat badan minimal 10 kg. Paling ideal 15 kg. Itu saran dokter kalau gw mau mengurangi masalah sakit pinggang gw plus masalah persendian kaki gw yang sering sakit. It’s not about sexy or pretty, it’s about my wellness.

  1. Disiplin berinvestasi
I need money. Di masa sekarang atau di masa depan gw butuh duit. Tapi kan yah ngga mungkin gw kerja mulu. Mau sampai kapan gw kerja mulu, belum lagi kalau mengingat bos gw yang mood-nya kayak Roller Coaster. Setiap hari gw harus menyiapkan mental kalau mendadak dipecat. Makanya gw butuh investasi SEGERA. Biar kalau tiba-tiba ngga ada kerjaan gw masih punya dana untuk bertahan hidup.

Udah ah resolusinya 4 dulu. Nanti kalau kebanyakan malah tidak terlaksana satu pun lagi.

My 2014

Ehh buset yah ngga berasa dong tau-tau sudah di penghujung tahun 2014 aja. Padahal sepertinya baru kemarin, saya mengkhawatirkan seorang staff yang terpaksa harus kerja full day di malam tahun baru. Sekarang anaknya sudah mengundurkan diri, dan hari ini sudah malam pergantian tahun lagi. 

2 jam menjelang 2015 ini, mau gw habiskan untuk merenungkan satu per satu anugerah Tuhan yang tidak berasa namun sudah gw dapatkan di tahun 2014. Dan pastinya gw harus segera membuat resolusi baru di tahun 2015 atas semua hal yang sudah berhasil gw dapatkan di tahun 2014. Karena kalau tidak yah semua pencapaian gw akan menjadi NOTHING. 

Tahun 2014 ini sebenarnya menjadi tahun penuh kegalauan gw. Galau antara mau resign (lagi) atau lanjut di kerjaan. Yes, gw memang belum merasa pekerjaan gw sekarang adalah pekerjaan yang akan gw kerjakan seumur hidup. Yes, gw memang belum melihat masa depan di pekerjaan gw sekarang. Sehingga gw merasa apa yang kerjakan saat ini, yah hanya untuk saat ini. 

Namun menjadi idealis dadakan di umur gw yang sudah tidak bisa disebut abege lagi yah juga tidak mudah. Tanggung jawab gw ke keluarga sudah cukup besar, sehingga untuk kembali ke gaji Fresh Graduate atau posisi Junior Staff demi pekerjaan impian gw, menjadi tidak semudah membalik telapak tangan. Mau tidak mau mulai pertengahan 2014 kemarin aku mulai membuat Plan A, Plan B, dan seterusnya. 

Salah satu plan gw adalah mengambil ujian profesi Wakil Manager Investasi. Rencananya kalau lulus, hasil ujian tersebut akan menjadi daya jual gw untuk mengejar profesi impian gw yaitu analys saham di perusahaan Sekuritas. Eh.... 3x ujian, 3x ngga lulus. 

Sebenarnya gw masih semangat ujian lagi. Dan buat gw emang Nothing to lose aja sih, meski artinya gw harus keluar uang Rp. 750,000 lagi. Nilai tersebut menjadi kecil ketika gw ingat akan impian besar gw. Tapi gw hitung-hitung jadwal ujian berikutnya akan bentrok dengan jadwal keluar kota gw. Dan selama Januari sampai Februari tiap hari gw pasti bakal sibuk dengan Audit untuk laporan pajak. 

Di saat gw mulai galau lagi, gw iseng-iseng mencoba plan berikutnya, yaitu mengambil S2. Sejak gw lulus kuliah S1, gw memang sudah memikirkan tentang S2 ini. Tapi keberanian untuk mengambil S2 jelas juga tidak mudah. Disamping urusan dana, juga artinya gw harus keluar sementara dari zona nyaman gw akan kegiatan extra kulikuler yang sudah gw lakukan selama bertahun-tahun. Tapi yang paling utama dari semua masalah itu, adalah urusan kepercayaan diri gw. 

Dengan latar belakang akademis gw yang super biasa aja, kalau tidak mau dibilang parah, dan perlu perjuangan super keras. Jelas tidak mudah buat gw untuk apply S2. Apalagi beberapa tahun yang lalu, gw pernah ditolak untuk mendaftar S2 bahkan sebelum gw membeli formulir dan ikut test. Alasannya karena nilai gw tidak mencukupi syarat. Sehingga menurut Staff tersebut, percuma gw mendaftar karena tidak akan lulus. Dan yang paling menyakitkan adalah karena nilai gw cuma kurang 0.12 dari syarat yang dibutuhkan. 

Saat kemarin gw mencoba peruntungan (lagi) dengan mendaftar di World Class University yang dekat kantor, ada kekhawatiran lain yang menghantui gw yaitu nilai TOEFL / IELTS yang harus minimal 475. Yes, kemampuan berbahasa asing gw juga cukup parah. Dulu, ketika memutuskan ambil S1 di Philipine School of Business Administration cabang Jakarta saja, pertanyaan pertama si mami adalah “kamu yakin bisa lulus dari situ dengan bahasa Inggris kamu yang pas-pasan?” 
 
Akhirnya saat mendaftar di World Class University kemarin itu, aku juga hanya bermodalkan keyakinan “dulu saja bisa lulus, sekarang coba saja dulu” padahal yah di dalam hati, “haduh ini bagaimana yah? Lulus ngga yah? Bahasa Inggris gw kan belepotan. Mana sudah kecampur-campur sama mandarin. Udah lama ngga gaul sama bule lagi. Haduhhhh.... ” 

Ternyata pas hasil keluar TOEFL gw malah dapat 500 dong. Malah TPA gw yang kurang sedikit lagi. Dari syarat minimal 1000 point, gw cuma dapat 991 dong. Untung akhirnya gw tetap di LULUS-kan meski dengan catatan khusus. WOW..... 
 
Hal-hal seperti inilah yang membuat gw percaya sama kehendak Tuhan. Kalau Tuhan sudah berkehendak, yang tidak mungkin pasti menjadi mungkin. 

Sekarang aku sudah terlanjur lulus ujian masuk di World Class University, tidak mungkin kan aku batal perjuangkan. Buat masuknya saja sudah penuh perjuangan. Berarti di 2015 nanti, akan menjadi tahun pembuktian buat gw. Pembuktian kalau Tuhan dan Semesta mendukung gw untuk mendapatkan gelar MM (Magister Management). Artinya saat ini gw sudah harus merancang lagi rencana-rencana untuk bertahan melewati 2015.

Monday, December 22, 2014

Aku dan Mami


Tulisan ini tidak untuk sekedar ikut-ikutan orang lain yang mengucapkan hari ibu melalui Social Media. Kami, aku dan mami, hanya tidak pernah menjadikan tanggal 22 Desember menjadi hari yang special. Toh pada dasarnya hari ini dijadikan hari ibu karena pada tanggal 22 Desember 1928, untuk pertama kalinya wanita Indonesia mengadakan kongres. Jadi bagiku hari ini bukanlah hari ibu, melainkan hari Wanita Indonesia. Kebetulan saja, aku dan mami, adalah wanita Indonesia.

Aku dan mami, bukanlah anak dan ibu yang romantis. Yang bisa mengungkapan hal-hal manis dengan mudah. Bila Ibu lainnya akan merasa senang bila dibelikan kado oleh anaknya, kalau aku membelikan kado ke mami, mami akan mentransfer balik uang yang aku gunakan untuk membeli kado, dan mengatakan “Ngapain sih kami buang-buang uang?”

Bagiku dan mami, tulisan adalah cara yang termudah untuk mengungkapkan rasa di hati. Dia bukanlah orang yang mampu untuk mengucapkan kata-kata manis, dan aku bukanlah pembicara yang mampu merangkai kata-kata. Aku hanyalah seorang Introvert yang menyukai keheningan.

Bagiku, menulis adalah salah satu jalan untuk melepaskan semua sesak di dada. Untuk mengucapkan kata yang tak terucap, dan mengungkapkan rasa yang tak terungkap. Dan sepertinya begitu pun bagi mami, yang lebih sering berkomunikasi denganku lewat pesan pendek dari pada telpon langsung atau bertatap muka.

Aku mencintai kebebasan. Itu sebabnya aku sulit untuk bertahan lama disebuah perusahaan, apalagi bila aku sudah mulai sulit untuk menyatukan pendapat dengan atasan. Sedangkan mami, aku tidak tahu apakah karena ia mencintai pekerjaannya dan perusahaannya, atau karena dia memang mengorbankan kebebasannya agar aku dapat menikmati kebebasanku, tapi mami mampu bertahan di sebuah perusahaan selama lebih dari 30 tahun. Bahkan mami sudah bekerja diperusahaan tersebut jauh sebelum menikah dan punya anak.

Aku harus berterima kasih pada mami untuk semua hal yang aku punya. Untuk perjuangannya menantang maut saat melahirkanku. Untuk semua kemewahan yang dapat kurasakan dari kerja keras mami. Untuk jabatan dan kehormataan yang aku peroleh sekarang karena mami menyekolahkanku di sekolah elit. Untuk kebebasan yang masih bisa kurasakan karena sifat mandiri mami, yang tidak pernah mau menyusahkan anak. Untuk semua kekecewaan yang mungkin mami rasakan, karena aku yang tidak bisa menjadi anak yang sesuai harapan. Dan untuk semua cinta tak berpamrih yang ia berikan kepadaku.

I love you mam