Tuesday, October 28, 2008

Rencanaku dan Rencana-Nya

"Rencana-nya seh aku sekolah bahasa di Beijing 1 tahun."
"Rencana-nya seh liburan musim dingin ini, aku mau pulang ke Jakarta sebentar. Setelah itu baru ke Hongkong, nemuin saudara."
"Rencana-nya aku mau beliin oleh-oleh yang banyak buat adik-adik, saudara-saudara, dan teman-temanku di Jakarta."
"Rencana-nya seh setelah dari Hongkong, mau jalan-jalan sebentar ke Jepang & Korea."
"Rencana-nya seh semester depan mau ambil kelas masak juga di tempat les deket kampus."
"Rencana-nya seh setelah 1 tahun ambil bahasa, aku mau apply kerjaan di Singapore."

"Rencana-nya.... Rencana-nya.... Rencana-nya.... "

Banyak banget perencanaan yang sudah aku buat jauh-jauh hari. Tapi semua memang harus balik lagi kepada-Nya, pemilik dunia sesungguhnya.

Ketika aku baru berencana belajar ke China saja, sebenarnya sudah cukup banyak penghalang yang menghadang. Setelah 3 tahun Tuhan benar-benar mengabulkan keinginanku. Sesuai dengan doa-ku setiap hari saat itu.

" Tuhan, aku tidak tahu apa yang aku ingin kuminta kepada-Mu, hanya Engkau sendirilah yang tahu, apa yang sesungguhnya aku butuhkan. "

Dan saat ini aku juga hanya bisa berdoa yang sama. Semua yang aku rencanakan seperti sedang di uji dengan adanya Resesi Global saat ini.

Siang ini mami-ku SMS dengan nada panik. "Mami sudah transfer uang. Cepetan beliin RMB semuanya. Siang ini Dollar sudah mencapai Rp. 12,500." Aku yang sedang berusaha tenang, menjadi tambah panik dengan SMS itu.

Bagaimana tidak panik. Dengan makin tingginya harga RMB dan Dollar tentunya biaya sekolah aku dan biaya hidupku disini tambah mahal. Dan aku tidak tega untuk membebani keluargaku dengan menambah 1 semester disini. Tapi kalau mau pulang dengan kondisi resesi seperti ini pun, aku pesimis bisa segera mendapat kerjaan seperti yang aku harapkan. Dan pastinya semua rencana yang sudah aku buat berantakan total.

Hanya 1 keyakinan aku saat ini, yang membuat aku sedikit tenang. Tuhan pasti tidak akan membiarkan aku 1/2 jalan lagi. Tapi semua yang terjadi dan yang terbaik adalah rencana-Nya bukan rencanaku.


GreyS











Tuesday, October 21, 2008

Pencuri Hati

Itu ungkapan yang dia gunakan saat aku menggambarkan tentang gadis yang sedang aku sukai. Tanpa dia sadari bahwa yang aku maksud adalah dirinya sendiri.

Saat ini dia memang sedang mencuri hatiku perlahan-lahan, entah disadarinya atau tidak. Tapi dari hari ke hari aku semakin suka padanya. Aku suka senyum nakalnya. Aku suka candaannya. Aku suka ceplas-ceplosnya. Aku suka kepolosannya. Aku suka keriangannya.

Aku yang tidak pernah jatuh hati dengan orang yang jarang kutemui. Aku yang selalu bilang tidak mungkin jatuh hati dengan teman Chat. Aku yang selalu mencari pasangan yang se-agama. Aku yang selalu mencari orang yang jauh lebih dewasa. Tapi kali ini dia berhasil mematahkan semua prinsipku dalam mencari pasangan. Kali ini aku jatuh hati dengan teman Chat-ku. Orang yang baru 3x aku temui sebelum aku berangkat kemari. Orang yang umurnya sedikit lebih tua, tapi kepolosannya menyamai anak kecil.



Dia berhasil mencuri hatiku….
Dan aku jatuh hati padanya…
Pada Malaikatku…

Dia memang bukan bidadari yang turun dari khayangan,
Tapi dia Malaikat yang dikirim Tuhan.

Dia memang bukan bintang di langit malamku,
Tapi dia cahaya lilin yang menerangi gelapku saat ini.

Aku memang belum melihat masa depanku bersamanya,
Tapi bersamanya aku menemukan hidupku saat ini.

Dengannya aku bisa menggunakan logika bahwa kami belum tentu bisa bersama,
Tapi dengannya aku tidak perlu berbohong betapa aku suka dia.

Dengannya aku tidak berharap bisa menjadi pendamping selamanya,
Aku hanya berharap bisa menemaninya di kala suka dan duka.


Terima kasih Malaikatku…
Terima kasih atas semua yang kau lakukan untukku.
Terima kasih atas kepercayaan yang kau berikan padaku saat pertemuan pertama kita.
Terima kasih atas semangat yang kau berikan selama ini.
Terima kasih atas senyum yang kau kembalikan kepadaku.


GreyS

Saturday, October 18, 2008

The Drama Queen

Sewaktu di Jakarta saya pernah terluka karena teman yang bermuka dua. Itu sebabnya saya sempat menulis tentang orang-orang yang suka "makan" teman sendiri. Teman-teman saya juga sampai mengatakan saya naif sekali. Mungkin benar kata mereka, saya naif sekali, bahkan sampai sekarang pun saya ternyata masih terlalu naif. Saya masih dengan mudahnya mempercayai orang yang belum saya kenal sepenuhnya. Hanya karena akhir-akhir ini sering chatting sama dia atau berasal dari community yang sama.

Satu hal yang saya lupa. Di dunia ini banyak sekali "the Drama Queen", orang-orang yang benar-benar pandai menbuat cerita fiksi menjadi seakan-akan benar terjadi,atau membuat kisah yang biasa saja menjadi mengharu biru. Padahal saya juga pernah di sindir sebagai Drama Queen sewaktu saya sedang putus asa dan depresi berat karena cinta. Bahkan kisah cinta saya sendiri pun pernah di permainkan bagaikan tarik-ulur cerita sinetron.

Tapi itu lha saya. Karena saya pada dasarnya tidak pernah menaruh pikiran jahat ke orang. Saya bisa dengan mudah tertipu. Untungnya Tuhan selalu mengirimkan seseorang atau apapun untuk memperingati saya. Seperti semalam, kalau tidak karena peringatan dari salah seorang teman, saya pasti sudah ikut serta ke dalam "permainan" yang dimainkan teman chatting saya.

Sebenarnya saya ingin sekali mempunyai orang yang bisa saya percayai. Saya percaya sebagai sahabat, sebagai tempat berbagi suka dan duka. Tapi sepertinya saya akan benar-benar naif sekali kalau mengharapkan hal itu. Apalagi di dunia Maya seperti ini.

Teman saya pernah berkata "What ever you feel, what ever you see, and what ever you hear, it just illussion." Dalam dunia maya tidak pernah ada yang asli. Dan sekarang saya mengerti maksud teman saya itu. Di dunia nyata saja sudah banyak kepalsuan dan sandiwara, bagaimana di dunia maya.

GreyS

Sunday, October 5, 2008

Takdir Tuhan....

Malam ini atau besok pagi-pagi sekali gw harus pulang ke Jakarta” kata temanku
Oma gw meninggal tadi pagi. Sekarang gw harus secepatnya cari tiket pesawat.” Lanjutnya lagi.
Temanku yang biasanya selalu ceria, hari ini tampak benar-benar tegang. Wajahnya pucat terlihat jelas habis menangis.

Kematian, jodoh, dan rejeki adalah takdir Tuhan. Itu pepatah yang sering kudengar. Dan akhir-akhir ini sering aku gunakan untuk berdalih kalau-kalau ada yang menanyakan kenapa aku belum punya pacar di usiaku yang sudah menuju seperempat abad ini.

Kita memang tidak pernah tahu kapan seseorang meninggal, dengan siapa seseorang berjodoh, dan bagaimana rejekinya kelak. Banyak orang yang karena ingin mendului maksud Tuhan akhirnya pergi ke Tukang ramal, memakai jimat dan sebagainya. Tapi meski begitu apakah benar-benar ada yang bisa membaca Takdir Tuhan???

***

Satu hari setelah aku pulang dari perjalananku ke Inner Mongolia, aku juga baru tahu kalau Papiku mengalami kecelakaan yang mengharuskan beliau di opname selama 5 hari di rumah sakit. Itu pun aku diberi tahu karena aku yang inisiatif menelepon, kalau tidak aku pasti tidak akan diberitahu dengan alasan agar aku tidak cemas. Memang aku tidak begitu dekat dengan Papiku setelah pertengkaran hebat 12 tahun yang lalu, tapi aku juga bukan orang yang tega melihat dia tidak berdaya di rumah sakit.

Setelah aku mendengar kabar tentang Oma temanku, aku juga tambah cemas dengan keadaan keluarga di Jakarta. Apalagi sejak aku disini, Omaku hanya tinggal berdua dengan pembantu. Sejak kecil aku juga tidak pernah jauh dari Omaku lebih dari 1 minggu. Dan ini pertama kalinya dalam hidupku, aku jauh dari dia untuk jangka waktu yang lama.

Selama ini memang cuma aku yang paling dekat dengan beliau. Maklum sejak usia 2 bulan, karena Mami dan Papiku sibuk bekerja, aku sudah berada dalam asuhan beliau. Adik sepupuku cerita dalam percakapan lewat YM beberapa waktu yang lalu. Sampai saat ini pun Omaku kekeuh tidak mau ditemani oleh orang lain atau cucu yang lain. “Risih” itu alasan yang selalu dia katakan tiap kali aku menganjurkan agar kedua sepupu lelaki-ku bergantian menginap, untuk menemani beliau.

Mungkin keputusanku untuk belajar jauh dari rumah dan keluargaku adalah keputusan yang tepat. Karena setelah aku berada disini, aku baru mengerti arti kata “RINDU”, aku juga baru menyadari arti kehadiran keluargaku. Apalagi sebaik-baiknya dan sedekat-dekatnya teman disini, tetap saja tidak bisa dijadikan tempat untuk bermanja-manja dan berkeluh kesah. Baru kali ini dalam hidupku, aku takut jatuh sakit. Padahal di Jakarta, aku adalah orang yang tidak pernah takut mati.

Sejak aku berada jauh dari mereka, tiba-tiba saja orang tuaku jadi romantis. Seumur-umur mereka tidak pernah mengatakan “sayang” kepadaku, tapi setelah aku disini, setiap kali mereka telepon pasti mereka mengatakan “sayang”. Seumur-umur kemanapun aku pergi traveling, mereka tidak pernah menanyakan foto-fotoku, tapi setelah aku disini hampir setiap aku mengirim e-mail, mereka meminta aku mengirimkan foto-fotoku.

***

Kematian, jodoh, dan rejeki adalah takdir Tuhan. Aku tidak pernah tau apa yang akan terjadi dengan diriku dan juga dengan orang-orang yang aku sayangi. Aku tidak pernah tahu dengan siapa aku akan berjodoh kelak. Dengan perempuan kah?? Atau dengan lelaki kah?? Aku juga tidak tahu sepulangnya dari Beijing ini, aku akan bekerja dimana atau akan berbisnis apa??

Dan ketika aku dan temanku datang ke kota ini, tentunya kami tidak berharap kami harus pulang mendadak ke Jakarta karena kondisi yang menyedihkan dan memaksa kami pulang sesegera mungkin.



Tuhan,
Aku berdoa untuk seluruh anggota keluargaku,
Saudara-saudaraku,
Juga teman-temanku,
Dimanapun mereka berada,
Jauhkanlah dan lindungilah mereka,
dari segala marabahaya dan sakit berat.
Aku mohon dengarkanlah doaku ya Tuhan.
Amin.



GreyS

Friday, October 3, 2008

Inner Mongolia



Cape.....

Cuma itu kesan dari tour 3 hari 2 malam ke Inner Mongolia kemarin. Habisnya mau di bilang asik tapi aku sedikit sengsara di jalan, tapi di bilang tidak enak pun buktinya aku enjoy. Memang seh aku enjoy karena disana ketemu Vicky Zhao versi Jepang dan selama perjalanan aku bareng dia terus. Terakhir dapat alamat e-mail dia lagi.

Di Inner Mongolia sendiri sebenarnya tidak ada objek wisata yang benar-benar menarik (atau aku yang kurang berkeliling, aku tidak tahu juga). Yang bisa mereka jual hanyalah pemandangan di padang rumput, langit cerah yang bertaburkan bintang di malam hari, rumah tenda khas Mongol yang sudah ada sejak jaman dulu dan gurun pasir buatan dimana kita bisa naik unta disitu.

Salah satu Kuil yang terkenal di situ, yang disebut Hohhot Five Pagoda, juga terlalu biasa saja. Bahkan suasana sakralnya bisa dibilang sangat kurang. Karena di halaman depannya digunakan sebagai taman bermain dan disekelilingnya ruko-ruko tempat berjualan cinderamata dan minuman.

Aku baru mengerti kenapa orang-orang China sangat pelit dengan air dan listrik. Dan bisa dibilang sangat amat jorok dalam hal Sanitasi. Air disini ternyata memang sangat sangat susah didapat. Sepanjang perjalanan ke Inner Mongolia, pemandangan yang bisa aku lihat hanyalah pemandangan gunung-gunung kapur. Meski banyak rumput di sekelilingnya, tapi pepohonan besar yang memungkinkan untuk menahan air sangat jarang.

Aku juga baru tahu kenapa teman-temanku, yang pernah tinggal disini atau sudah lebih lama tinggal disini, selalu bilang “Kalau kita mau bergaul dengan penduduk local, setiap harinya pasti akan ada pelajaran baru yang kita dapat.” Dan temanku yang lain bilang “China adalah tempat bersatunya budaya modern dan kuno.”
Selama 24 tahun lebih aku hidup baru selama 3 hari kemarin aku melihat Toilet umum tanpa pintu. Dan orang-orang sini cuek saja menggunakan Toilet tersebut tanpa ada perasaan risih sedikit pun. Bahkan di salah satu restaurant mewah, toiletnya benar-benar tanpa sekat sedikit pun.

Dan karena banyak yang bilang, “pergi ke Mongol tidak menginap di rumah tenda, sama saja belum pernah pergi.” Maka malam pertama aku menginap di rumah tenda. Rumah tenda seperti ini masih banyak di dapati di pedalaman Mongolia. Kurang lebih 4 jam dari kota terdekat. Pemandangan padang rumput dan taburan bintang di langit malamnya juga sangat indah.

Karena pemandangan ini yang di jual, maka saat menjelang malam disini sangat minim listrik. Cahaya listrik yang ada hanya dari tenda ke tenda. Itu pun kalau tenda tersebut ada yang menginap atau penggunanya tidak mematikan lampu. Saking gelapnya dan semua tenda di bikin hampir sama persis, sampai-sampai aku 2 kali tersesat ketika pergi ke toilet.

Tapi semua pengalaman selama 3 hari itu benar-benar tidak akan terlupakan. Sampai saat aku menulis ini pun, sakit pinggang karena belasan jam duduk di Bus masih aku rasakan.



GreyS