Monday, July 14, 2008

Hidup mapan dengan mengemis

Salah seorang temenku di forum pernah membuat thread tentang masalah ini di forum kami. Dia menulis seperti ini :

".....Seorang pria punya mobil CRV, 2 sepeda motor, 2 rumah di tempat asalnya dan rumah di Surabaya... Semuanya didapatkannya dari mengemis! Dari pengakuan si bapak ini, dia memang sejak kecil ikut ortunya ngemis, truz skrg dy dah jarang ngemis,pendapatannya diperoleh dari hasil me-manage pengemis2 bawahannya yg sekitar 54 org (saingan sm manajemen artis ni..beda yg di-manage doank).
Penghasilannya tiap hari? antara 200-300rb (dari hasil setoran anak buahnya). Tambahan lagi, beberapa dr pengemis bawahannya itu sekarang jg dah mampu memiliki kontrakan sendiri. Pria ini merasa bahwa pengemis adalah profesi yg bs membuat hidupnya mapan dan halal, karena itu dy jg gak segan2 membawa tmn atau kerabatnya yg sulit mencari pekerjaan unt ngemis brg dy. trus,ada pelatihan cara2 ngemis yg bnr 'n dandanan serta ekspresi wajah ky gmn yg harus dilakukan sblm pengemis2 baru ini dilepas.

Stlh baca artikel tu, jd terpikir nih..apa bedanya mereka sm penipu sebetulnya? memanfaatkan belas kasihan org unt hidup enak dg cara mudah-cm menadahkan tangan k org laen. Apa kl ky gitu,mrk tetep bs bilang kl kerjaan mrk tu halal?
Kok mereka gak malu ya? bahkan terkadang bs jd kan, org yg ngasih mrk sedekah tu lbh gak mampu dr mrk?
Dan lagi mereka merasa menjadi pengemis adalah profesi?! Jadi prihatin dg mental seperti ini..... "

Seperti temanku, aku juga prihatin dengan mental pengemis yang mulai mewabah di kalangan masyarakat jaman sekarang. Pengemis-pengemis seperti itu tidak lagi hanya berada di jalan. Tetapi juga di kampus-kampus, di institusi-institusi ternama, dan bahkan mungkin juga dikeluarga kita sendiri.

Seperti kita tau, anak-anak muda di Indonesia tidak seperti anak-anak muda di negara maju, yang sejak SMU atau sejak remaja sudah terbiasa untuk mencari uang sendiri. Anak-anak kuliah di Indonesia masih terbiasa meminta dari orang tuanya, bahkan kadang meski sudah lulus, sudah bekerja, dan berkeluarga mereka masih "mengemis" ke orang tua atau sanak keluarga mereka. Bahkan terkadang biaya untuk menghidupi keluarga pun, berasal dari "mengemis" sana-sini.

Tidak sedikit institusi-institusi yang mengatasnamakan solidaritas dan kemanusiaan yang "mengemis" kesana-sini, ternyata mentok-mentoknya untuk kepentingan pribadi juga. Bahkan disekolah-sekolah juga banyak pengemis-pengemis (kalau tidak mau disebut "Penodong"), yang berkedok sebagai guru. Salah seorang teman kantorku bercerita, ketika anaknya akan mengambil raport, semua orang tua murid diwajibkan membawa kado, kalau mau anaknya "selamat" di tahun ajaran baru nanti.

Kadang aku berpikir, bagaimana Indonesia bisa maju kalau anak-anak mudanya manja dan malas seperti itu. Mau-nya enak sendiri, egois, dan tidak pernah memikirkan kepentingan orang lain. Padahal bisa saja orang yang membantu mereka sebenarnya lebih membutuhkan uang itu, dari pada mereka sendiri. Aku bingung kok bisa mereka setega itu???



GreyS

No comments: